10

44 26 9
                                    


"Selamat pagi Bunda?" sapa Alam menghampiri perempuan yang sedang menyiapkan sarapan.

"Pagi anak Bunda yang paling ganteng," balas Rima.

Bunda Alam bernama Rima, saat ini ia hanya tinggal berdua dengan anaknya—Alam. Sedangkan Ayahnya Alam kemana? Ayahnya sudah bercerai setelah kejadian perselingkuhan Rima dengan rekan kerjanya sendiri.

Dulu, Ayahnya Alam mempunyai rekan kerja yang bahkan sudah menjadi kepercayaan di perusahaannya. Sudah sangat dekat. Namun, dibalik semuanya itu, ternyata ia malah berselingkuh dengan istrinya. Diam-diam mereka bermain api di belakangnya.

Faisal yang merupakan Ayahnya Alam, ia memutuskan untuk bercerai karena ia sudah kecewa. Bukan hanya kecewa dengan istrinya, tapi dengan rekan kerjanya juga. Memang betul, biasanya orang yang menjadi musuh kita itu adalah orang-orang terdekat kita. Musuh dalam selimut.

Justru kita harus lebih waspada terhadap orang-orang disekitar kita, bukannya tidak percaya, tapi sebagai manusia kita perlu waspada. Belum tentu orang yang kita anggap sebagai orang yang kelihatannya sangat baik, tidak mungkin berbuat seperti itu, kita sudah mengenalnya lama, belum tentu mereka seperti apa yang ada dipikiran kita.

Begitu juga dengan yang namanya sahabat, banyak sekarang musuh yang berkedok dengan nama sahabat. Perlahan sahabat menusuk dari belakang, sebab dia sudah tau persis tentang kita, dia sudah mengetahui banyak persoalan kita. Karena itu dia bisa dengan mudah melakukan hal-hal yang tidak mungkin ada di pikiran kita.  Tapi itu nyata terjadi.

"Udah selesai belum, Bun? Alam bantuin ya." Alam menghampiri Bundanya.

"Udah-udah, kamu duduk aja. Ini sebentar lagi selesai kok."

"Okee, Bun."

Meskipun Alam cowok, tapi dia sudah terbiasa dengan pekerjaan dapur. Ia sudah terbiasa membantu Bundanya di dapur.

Alam memang anak semata wayang, tapi bukan berarti dia menjadi anak manja, Bunda Rima sudah mengajarkan Alam mandiri sejak kecil. Alam tumbuh menjadi anak dewasa dan cerdas. Namun, didikan orangtuanya tidak selamanya betul, orangtuanya tidak seharusnya menuntut Alam untuk menjadi anak pintar.

Sejak kecil Alam sudah dituntut untuk menjadi juara kelas. Dia harus ikut lomba dan harus memenangkannya. Alam harus mendapatkan peringkat 1 di kelasnya. Jika dia sampe mendapatkan peringkat 2 atau 3, maka jam belajarnya akan ditambah.

Seperti dulu saat Alam kelas 5 SD, dia mendapat peringkat 2 di kelasnya, mungkin karena waktu itu Alam sibuk dengan kegiatan perlombaan di sekolahnya, dia tidak bisa terlalu fokus dengan pelajaran di kelasnya.

Dia terus dituntut untuk menjadi pemenang di perlombaan, dia juga dituntut untuk menjadi juara kelas. Sangat tertekan bukan, jika kalian berada di posisi Alam?

"Ini nasi goreng spesial buatan Bunda," ucap Bunda Rima sambil membawakan nasi goreng.

"Ini udah jam 6, cepat sarapan terus berangkat sekolah."

"Iya Bun, iya," jawab Alam.

Alam juga sudah terbiasa untuk berangkat pagi, dia jam setengah 7 sudah stay di kelas. Belum banyak siswa-siswi yang datang, ia sudah datang duluan. Bahkan kadang malah satpam belum membuka gerbang.

Berbeda dengan gadis bertubuh pendek yang bernama Caca. Ia berangkat sekolah sudah waktu mepet. Kira-kira jam 7 kurang 15 menit, ia baru otw dari rumah. Hanya saat MOS dia berangkat agak pagi. Sekarang-sekarang mah dia santai, apalagi kalo sudah menjadi senior. Mungkin malah dari rumah berangkat pukul 06.50.

Alam termasuk kategori cowok rajin, pinter, mana ganteng lagi. Pembawaannya tenang, tapi dingin. Cuek, tapi sebenernya peduli.

Udah ganteng, pinter, public speaking bagus, ibadah rajin, beuhh idaman emang. Cewek-cewek di kelasnya banyak yang suka dengannya. Termasuk Kaka kelas senior-seniornya pun ikutan naksir padanya.

Setelah Alam selesai menyantap nasi goreng buatan Bunda nya, ia bergegas berangkat sekolah.

"Bunda, Alam berangkat dulu ya." Alam mencium tangannya.

"Hati-hati di jalan anak Bunda," tutur Bunda mengingatkan anak semata wayangnya. Ia melambaikan tangannya.

Sebelum menancapkan gas motornya, Alam 'tak lupa mengenakan masker, helm, dan jaket berwarna abu pemberian Ayahnya dulu.

Setelah semuanya aman, dan tidak ada barang yang tertinggal, ia juga tidak lupa untuk memanaskan mesin kendaraan yang akan dipakainya.

Kedua matanya menatap kaca spion dan terlihat percaya diri banget. "Gue emang ganteng sejak lahir." Alam mengpede.

Memang sih, banyak orang mengakuinya bahwa dia ganteng.

Alam melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Karena sebagian wajahnya yang tertutup masker, ia bisa dengan PD nya bernyanyi suka ria, tanpa orang-orang memandangnya aneh. Karena suasana jalanan yang rame, jadi suara Alam tidak terdengar jelas oleh para penghuni jalan.

Alam memang memiliki hobi nyanyi. suaranya termasuk kategori bagus. Tidak heran jika dia yang nyanyi, maka orang-orang bisa menikmatinya.

Sampailah Alam di gerbang sekolah. Betul saja, Pak satpam belum membukakan gerbang. Akhirnya Alam menunggu sebentar, tak lama kemudian. Pak satpam membuka gerbang.

"Pagi amat?" tanya Pak satpam itu.

Alam hanya cengengesan. "Heheh, iya Pak," jawabnya.

Sesampainya di parkiran sekolah belum ada motor siswa satu pun, ini sudah pukul 06.35, tapi sekolahan masih sepi.

"Kok baru gue doang yang dateng, perasaan udah siang ini," ucapnya.

Ia melepas helm dan jaketnya. Separuh wajahnya masih tertutup masker dukcbill berwarna putih. Karena kondisi yang masih corona-corona gitu, mewajibkan semua warga sekolah untuk selalu memakai masker. Sekolah wajib menerapkan prokes (protokol kesehatan).

Disusul berderet-deret motor yang mulai menempati ruangan parkir. Siswa-siswi baru saja datang.

Alam pun mencabut kunci motornya dan memasukannya ke dalam tas hitam miliknya.

Kemudian ia berjalan melewati koridor sekolah. Keadaan masih sepi penghuni. Mereka masih banyak yang berada di parkiran. Ada juga mungkin yang masih santai di rumah bagi yang jarak rumah ke sekolah tidak jauh.

Satu persatu siswa-siswi mulai masuk ke kelas, meskipun jam pelajaran masih menunggu beberapa menit. Saat ini baru pukul setengah 7. Tentunya masih banyak bangku-bangku kosong yang belum ditempati.

Bisa dihitung, belum ada 50% bangku yang terisi di kelas itu.

Hari ini adalah hari Senin. Entah, siapa yang piket pada hari ini. Tapi kelas masih terlihat kotor, belum ada yang menyapu.

Alam sebagai anak yang notabennya rajin, walaupun bukan tugas piketnya, ia dengan suka rela mau menyapu. Dia tipe orang yang tidak suka suasana ruangan yang kotor, dia orangnya rapi, bersih, rajin, tambah deh cool nya.

"Weh-weh, udah ganteng, rajin, mana pinter lagi." Salah seorang cewek yang baru saja datang langsung memuji-muji Alam.

Alam hanya tersenyum kikuk mendengar pujian dari temen sekelasnya.

Si Alam memang cowok idaman.

"Eh, sini sapunya. Gue sekarang yang piket bukan lo, sok banget pake nyapu-nyapi segala. Gak usah cari muka," timpal Caca. Hari ini memang jadwal piket Caca. Bukannya berterimakasih, tapi Caca malah marah-marah tak jelas pada Alam.

Support System [Open PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang