Rumah Kita

8.1K 1K 442
                                    

Kayaknya bocil-bocil bakal sering muncul wkwk.

Part ini kita bakal belajar sejarah, yeay! Mohon maaf jika trigger beberapa pihak karena aku menulis sesuai dengan hasil bacaan juga.

Dengerin lagunya biar kebayang gemesnya lagu favorit Sam wkwk

***

Air naik menelan lahan-lahan
Kipas yang memutar angin panas

Petikan gitar itu mengalun di sebuah kamar flat yang bagi beberapa orang bisa dibilang besar buat ditinggalin sendiri, tapi kecil untuk ditempatin berdua. Nyatanya, berdua lebih hangat, apalagi Amsterdam sedang di titik dingin-dinginnya karena angin musim semi belum juga ada tanda waktunya bertiup. Setumpuk buku arsitektur bersanding di sebelah makalah konservasi dengan meja menghadap ke arah luar. Menghadirkan pemandangan toko-toko roti tua dengan aroma butter ginger caramel yang entah apa bahasa Belandanya. Yang jelas semua indra penciuman sepakat dengan pendapat kalo aroma itu bikin siapapun bisa laper.

Duh, mana yang lebih panjang
Umurku atau umur bumiku bernaung
Duh, mana yang lebih besar
Egoku atau ketidaktahuan yang terpasung

Bumi bumi..
Rumah kita rumah satu-satunya..

Tangan si manis Sam, jatuh ke permukaan perutnya, dia senyum tipis karena ada gerakan halus di sana yang baru dua hari ini dia rasakan.

"Kembar suka katanya..." kata Sam lirih waktu suaminya mengakhiri melodi akhir lagu berjudul Rumah itu. Lagu yang didengar selama perjalanan Jogja-Amsterdam yang makan waktu hampir 24 jam. Saking sukanya, Andre akhirnya ngulik chord begitu nyampe di Belanda, oh tentu gitar di rumah dibawa. Andre rela gendong-gendong peti gitar kemana-mana.

Andreas senyum dan nyium dahi Sam lembut. "Ibunya juga suka kan? Padahal Bapaknya udah bosen. Tiap genjrengin lagunya Dere mulu."

Ini adalah minggu kedua sejak kedatangan pasangan tetua Band Teng ini di Amsterdam. Udah nggak ada cerita jet lag. Hidup mereka udah normal lagi, yang perlu disyukuri adalah Sam nggak sampe sakit karena kecapekan. Perutnya yang keliatan lebih gede itu sempet bikin petugas bandara sama pengurus flat kuatir. Tapi setelah Sam bilang "All is well, they are twins here," mereka akhirnya ngerti.

Tentu tinggal di luar negeri butuh adaptasi sama cuaca yang beda sama Indonesia dan zona waktu yang beda juga. Indonesia Barat lebih cepet 6 jam dari Belanda. Kalau sekarang jam 3 sore di Belanda, di Jogja jam 9 malem. Agak ribet kalo mau komunikasi, kebanyakan lewat chat aja.

Tempat tinggal mereka nyaman banget dan murah karena walau kecil, tempatnya bersih dan gak banyak barang. Mereka cuma punya 1 kamar, 1 ruang tengah yang luas, dapur, kamar mandi, dan balkon. Mirip apartemen, cuma desain bangunannya agak klasik karena emang bangunan tua. Deket sama University of Amsterdam, tempat Andre short course sebelum apply S-2 ke kampus gajah.

Dan emang rejeki si kembar, Sam iseng-iseng masukin paper ke konferensi lingkungan yang diadain univ itu juga. Eh, masuk dong. Nanti bakal ada acara seminar gitu selama seminggu. Lumayan ngisi waktu luang kalo lagi ditinggal Andreas kuliah.

"Kak, you there?!"

Mereka bangkit dari kasur waktu ada suara pintu diketuk dan panggilan dari luar flat mereka. Andreas bantuin Sam buat berdiri karena Sam udah mulai begah kalo gerak sekarang.

Andreas buka pintu dan dibalik pintu ada dua penghuni flat lainnya lagi senyum lebar sambil nyodorin kotak isi kukis.

"Kami iseng-iseng bikin, terus kami inget kakak. Hitung-hitung ucapan selamat datang ya, buat Kak Andre, Kak Sam, sama bayi.." ucap salah satunya dengan bahasa Indonesia yang agak kaku.

Muchas Gracias! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang