19. Mama

4.3K 394 58
                                    

*Minta taburan bintangnya ya*

Sean mulai tersenyum ketika mereka akhirnya tiba di Akuarium Seattle. Sepanjang perjalanan Sean terlihat murung, dia berusaha meyakinkan bahwa Dexton tidak akan marah pada Sean. Walaupun sepertinya Sean tidak percaya akan perkataannya, tapi melihat senyum merekah diwajah Sean ketika menginjakan kaki di lobby Akuarium Raksasa dia cukup lega.

Dia mengikuti Sean dari belakang yang terlihat begitu senang ketika mereka masuk dan dikelilingi akuarium raksasa. Dia mengejar Sean sambil menggelitik anak itu yang terlihat kegelian. Seperti anak seumurannya yang lincah, Sean bahkan terlihat takjub pada ikan-ikan besar yang berada disana.

Keadaan akuarium hari ini cukup ramai, mungkin karena hari ini adalah hari minggu maka banyak orang yang mengajak anak-anak bepergian. Tak heran Akuarium seattle menjadi salah satu tempat favorit keluarga, dapat dilihat dari reaksi Sean yang begitu menyukai tempat ini. Mereka berdua seperti teman yang baik, berputar-putar mengelilingi tempat itu. Dia menggendong Sean untuk dapat menyentuh akuarium yang berada di atas kepala mereka.

Mereka menikmati hari ini. Sean ternyata anak yang cukup aktif dan manis, jauh berbeda ketika pertama kali mereka bertemu. Awalnya dia kira akan sulit untuk menaklukan hati pria kecil ini. Ternyata seperti menemukan dirinya di masa kecil, Sean hanya butuh teman.

Mungkin pengalaman dia saat kecil memudahkan dia untuk dekat dengan Sean. Mungkin bagi Sean hanya dia yang mengerti karena mereka sama-sama pernah berada diposisi itu dan mungkin juga Sean merasakan ketulusan dari hatinya. Tidak sulit untuk menyayangi Sean, ketika melihat Sean tersenyum ada sesuatu di hatinya yang ikut berbunga-bunga. Seakan dunia ini cukup dengan melihat Sean tersenyum. Apakah ini yang dinamakan perasaan keibuan?

Dari kecil dia tidak pernah memiliki seorang ibu, satu-satunya sosok ibu baginya adanya bibinya. Tapi dia hanya bisa bertemu dengan bibinya mungkin sebulan sekali atau lebih lama lagi. Sisanya dia hanya dapat melihat betapa menyenangkan teman-temannya yang memiliki ibu yang sangat perhatian. Memeluk mereka ketika sedih maupun senang, menunggu mereka di pintu gerbang sekolah dengan senyuman hangat, berdiri paling depan untuk membela mereka, dan menangis jika mereka sakit.

"Sofie, apa aku boleh beli ice cream?" pertanyaan Sean membuyarkan lamunannya. Dia melihat ke arah yang sama dengan Sean, di pojok kanan terdapat kedai ice cream dengan bentuk menarik berbagai superhero.

"Kau mau?" tanyannya.

"Aku suka spiderman!" ucap Sean semangat.

"Baiklah kita akan membeli ice cream." ucapnya sambil menggandeng tangan Sean yang semangat menuju ke arah kedai.

Terlihat keadaan kedai cukup ramai. Beberapa anak kecil berdiri mengelilingi kedai bersama dengan orang tua mereka. Saat dia sampai di depan kedai, dia melepaskan tangan Sean untuk memesan ice cream.

Tak berapa lama pesanannya pun selesai, dia melihat ke arah bawah. Betapa terkejutnya tidak menemukan Sean. Dengan panik sambil membawa ice cream dia segera berlari. Mengedarkan pandangan ke sekeliling, menajamkan semua inderanya.

Jantungnya berdetak dengan cepat. Takut jika tidak dapat menemukan Sean. Ketika dia hampir menyerah, setitik kelegaan muncul seakan bagai air mengguyur api yang melahap tubuhnya. Sean sedang berada di depan akuarium besar bersama seorang anak kecil laki-laki. Mereka sedang berbicara. Dia mempercepat langkah kakinya untuk menghampiri Sean dan memeluknya.

Ketika jarak mereka tidak terlalu jauh dia menghentikan langkah kakinya karena mendengar perbincangan yang tidak mengenakan dari kedua anak sebaya itu.

"Untuk apa kau kesini jika tidak memiliki orang tua?" Ucap lawan bicara Sean.

"Aku bilang bahwa aku punya orang tua, Alan." Balas Sean pada anak yang bernama Alan itu.

Meant For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang