🌻 2. Sendiri

565 164 20
                                    

Selain harus bergantung dengan-Nya dan diri sendiri, aku harus percaya kepada siapa lagi?

-Hiraeth Kalopsia-

🌻🖤🖤🌻

“5 Juta? Bagaimana kalau aku membayarmu 5 juta dalam semalam? Heum?” ujarnya yang kemudian diakhiri dengan senyum smirk-nya.

Aku memutar bola mataku jengah. Benar-benar muak dengan semua tawaran konyolnya. Dia pikir, aku perempuan segampang itu apa?

“Oh, masih kurang ya? Ehmm, gimana kalau 7 juta plus shopping apa yang kamu mau?” tandasnya yang kembali membuat telingaku terasa gatal.

Bedebah di depanku ini benar-benar keterlaluan. Kalau orang bilang, peribahasannya tua-tua keladi. Makin tua makin jadi. Ya, bisa dibilang dia sedang mengalami puber kedua. sedangkan istrinya sudah menopause.

Setiap kali aku menyetorkan jamur-jamur hasil panenku kepadanya, pembicaraan yang selalu ia bahas tidak jauh seputar cinta, ranjang, dan hotel. Benar-benar tua bangka gila!

“Lama tidak dimanjakan sua__,”

“Semuanya 10 kg, dan total uangnya 350 ribu. Besok saya akan menyuruh pegawai saya untuk mengantar jamur pesanan Bapak.”

Sebelum pembicaraannya semakin melantur kemana-mana, langsung saja aku potong dan berniat untuk meninggalkan. Toh, tugasku kali ini sudah selesai. Lagipula, kalau bukan karena Lis sakit hari ini, tidak mungkin aku yang mengantarkan sendiri jamur-jamur pesanan Pak Gatot ini.

“Ck, sombong sekali ya kamu. Pantas saja suami kamu menelantarkan perempuan modelan gini. Nggak peduli dia lagi mblendung apa tidak!” ucapnya sinis yang membuat nyeri hatiku kembali tersentil.

“Hufftt...,”

Aku menghembuskan napas pelan. Berusaha mengontrol emosiku. Karena bagaimana pun juga, Pak Gatot merupakan salah satu langganan jamur tiram hasil budidayaku. Aku tidak mau, karena masalah yang enggak seberapa malah justru mematikan rezekiku. Ya meskipun, aku tahu  bahwasannya rezeki sudah Allah yang mengaturnya. Namun, sebagai hamba kita juga harus berusaha dan menjaga sikap dalam menjemput rezeki itu sendiri.

Aku anggap Pak Gatot merupakan salah satu bentuk ujianku. Terlepas dari keluarga Wiyatmaja, nyatanya tak membuat kehidupanku mulus begitu saja. Meskipun tidak dihantui terus menerus oleh teror maupun tekanan dari keluarga ningrat, nyatanya kehidupan di luar tak kalah kejamnya.

Apalagi dengan statusku saat ini.

Janda muda anak satu.

Ck, cukup menyedihkan!

Meskipun aku dan Ananta belum resmi berpisah secara hukum, namun secara agama kami sudah resmi bukan suami istri lagi. Mengingat selama kurang lebih 2 tahun ini aku hidup sendiri dan berusaha menafkahi putri kecil kami seorang diri.

Aku tidak pernah menyesal dengan keputusan ini. Meskipun berat di salah satu pihak, namun nyatanya keputusan untuk menepi ini jauh lebih baik. Setidaknya, kebencianku kepadanya tidak memupuk begitu banyak.

Akan tetapi sebaliknya, setiap kali aku melihat sorot mata putri kecil kami justru kerinduanku akan sosoknya kembali menerpa. Meskipun di satu sisi, berat rasanya jika harus kembali dengannya. Biarlah semua ini berjalan sebagaimana mestinya.

“Maaf, Pak. Selama ini saya diam karena menghargai Bapak sebagai rekan kerja. Tapi kali ini, saya tidak bisa diam karena Bapak sudah membawa masalah pribadi rumah tangga. Apa yang terlihat, belum tentu sama dengan apa yang terjadi. Saya memang janda, tapi saya masih punya harga diri. Berapa pun penawaran Bapak untuk bermalam dengan saya, mohon maaf. Dengan tulus saya tolak,” ucapku dengan penuh penekanan di akhir katanya. Setelah itu, aku pamit undur diri dari hadapan Pak Gatot – salah satu pemilik Resto terbesar di kota ini.

Hiraeth KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang