🕊️ 3. Palsu

531 161 8
                                    

Topeng sebelah mana lagi yang harus kupercaya, jika menilaimu dari segala sisi penuh dengan ilusi?

-Hiraeth Kalopsia-

️🖤🖤🕊️

“Hiks ... Hiks ... Hiks ....”

Marco masih mencengram kuat lengan Ananta kecil yang sedari tadi terus terisak. Membawanya keluar dari persembunyian ayah kandungnya sendiri.

“Om Jahattt!” bocah kecil itu masih menatap lekat wajah sangar Marco. Selama ini, ia mengenal teman-teman Dady-nya selalu berlaku lembut dan baik kepadanya. Tapi, kenapa hari ini justru Dady dan teman-temannya berani memperlakukan Ananta dengan tidak manusiawi?

“Diem lu bocah ingusan!” sentak Marco dengan tangan yang sibuk membuka plester luka untuk menutup peradangan pada bekas tamparan di bibir Ananta.

“Awass kalau lu berani ngadu ke dua nenek peyot lu itu. Gue jamin, Momy lu, nggak akan tenang hidup sama Dady lu itu!” gertak Marco kemudian setelah berhasil membersihkan luka-luka Ananta kecil.

Bocah kecil itu masih tidak bisa berkutik. Pikirannya masih sangat lamban untuk mencerna semua permasalahan ini. Sampai kapan ia harus diam dan membiarkan Momy-nya tidak mengetahui kebusukan Dady-nya sendiri?

“Sono masuk! Awass ya, jangan sampai ngadu!” ancam Marco kembali setelah sampai di depan gerbang kediaman Sastrowidyodiningrat.

Ananta masuk ke rumahnya dengan jalan terseok. Dengan tangis yang masih mengalir dari dua manik birunya. Setiap kali memorinya kembali mengingat kejamnya sang Dady berserta teman-temannya menyiksa lelaki berkacamata tadi, tangis Ananta semakin keras.

Brukk

“Sayang, kamu nggak apa-apa?” Sisca – Momy Ananta langsung menghentikan aktivitasnya yang sedang berkutek manja untuk melihat putra kecil semata wayangnya itu.

Ananta masih diam dengan tangis yang mengalir. Sisca memperhatikan penampilan Ananta yang tidak seperti biasanya. Ujung bibir yang diplester , kedua pipi yang memerah seperti habis dicengkram kuat oleh kuku tajam, dan sekarang bocah itu malah terjatuh.

Tell me, what’s wrong? Are you okay?” Sisca membelai lembut puncak kepala anaknya. Membawanya ke dalam pelukannya dan mengusap punggung Ananta pelan.

Bocah berusia 10 tahun itu masih bungkam. Mata berkacanya menatap manik legam Momy-nya yang meneduhkan. Ingin sekali dalam hati kecilnya memberi tahu apa yang telah terjadi, tapi Ananta kecil masih dihinggapi rasa takut.

“Hiks ... hiks ... hiks ..., Momyyy.” Bocah itu berhambur memuluk erat Momy-nya.

“Tenang okay. Ada Momy di sini. Jangan takut, bilang sama Momy apa ada yang menjahati kamu?” pertanyaan itu langsung saja keluar dari mulut Sisca. Bukan tanpa alasannya tentunya.

Sudah tidak menjadi rahasia umum lagi bahwasanya keluarga Sastrowidyodiningrat merupakan salah satu konglomerat tajir melintir di kotanya. Banyak sekali pesaing bisnis yang berusaha menjatuhkan, mengganggu, bahkan tak segan-segan meneror keluarga ningrat ini.

Ini juga bukan kali pertama Ananta pulang dengan raut wajah ketakutan seperti ini. Dulu, waktu usia 3 tahun ia juga pernah hampir diculik oleh seseorang yang tak dikenal. Ananta kecil pasti tidak ingat akan peristiwa itu. Akan tetapi, Sisca dan dua orangtuanya, pastinya sangat mengingat peristiwa itu.

Setelah diberi tebusan 1 Milyar, sang penculik itu mengembalikan Ananta kecil dengan selamat. Semenjak peristiwa penculikan itu juga, Ananta menjadi tidak seceria biasanya. Mungkin, mentalnya sedikit terganggu. Namun Sisca selalu memberi perhatian dan semangat kepada putra kecilnya, bahwa tidak semua orang jahat dan berniat jahat.

Hiraeth KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang