🌻 16. Cemburunya Ananta

144 48 13
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

📝 Author Note

1. Selalu jadikan Al-Qur'an bacaan utama.

2. Jan lupa baca basmalah terlebih dahulu, lalu klik 🌟 di pojok kiri bawah.

3. Silakan share quote atau adegan favorit dalam cerita ini dan mention Ig @rifkarizki12

4. Semoga bermanfaat. Happy Reading 🥰

,
,
,
,
,
,
,

Bagaimana mungkin, aku membiarkan dirimu merenggut lebih jauh mengenai diriku di bawah bayang-bayang orang lain?

-Hiraeth Kalopsia-
By: Rifkarizki12

🌻🖤🖤🌻

"Mas mau makan apa nanti malam?" gumamku yang menawarkan menu makanan kepada Ananta yang kini meluruskan kakinya dan menyadarkan punggungnya di ranjang ukuran big size kamar kita.

Iya, kamar kita. Setelah kurang lebih 2 tahun tidak di sini, suasanya masih sama. Foto-foto pernikahanku dengannya, masih terpajang rapi di atas nakas sudut kamar ini. Suasana kamar dengan dominasi warna putih, dan biru laut itu pun masih sama dengan berbagai atribut BT21 kegemaran Ananta.

"Terserah," jawabnya dengan nada dingin ketus khasnya.

Aneh. Perasaan tadi waktu di Rumah Sakit sikapnya manis banget kek pengantin baru. Mana ngajakin baby moon lagi. Eh, astaghfirullah Alkena ... Sebenarnya aku tidak terlalu berharap untuk ia memberi nafkah batin lagi setelah sekian lama. Mengingat juga dia baru pulih dan sadar dari koma panjangnya selama ini. Akan tetapi, kenapa sikapnya mendadak dingin lagi kaya gini?

Manik Ananta masih fokus pada benda pipih berukuran persegi panjang yang tengah dipegangnya saat ini. Berulang kali ia mengumpat kesal karena lagi-lagi imposternya mati. Aku hanya menggeleng dan tersenyum tipis. Bangun-bangun dari koma, game-nya masih sama.

"Ehmm aku buatin ayam bakar taliwang kesukaan kamu gimana?" jawabku yang mencoba memberikan pilihan padanya.

Ia hanya melirikku sekilas. Berdehem sejenak, sebelum akhirnya kembali melanjutkan untuk fokus bermain dengan game di ponselnya itu.

"Eh tapi kan, kemarin dokter bilang jangan makan pedes-pedes dulu Mas. Enaknya apa ya, kok aku bingung gini."

Dengan tangan yang masih telaten merapikan beberapa baju Ananta ke almari, aku kembali mencairkan ketegangan di antara kita berdua.

"Apa aku buatin sup ayam aja ya, Mas?" tanyaku yang mulai berani menatap dan menyentuhnya saat ini.

Lagi. Ia seolah abai  dan justru mendownload permainan baru di ponselnya. Aku menghembuskan napas kasar. Kenapa sikapnya mendadak dingin bin nyebelin lagi gini? Astaghfirullah Alkena... sabar-sabarrr gini-gini Ananta sudah nyumbang benih ke rahim kamu sampai akhirnya jadi baby yang lucu kaya Alana.

"Mas, kok dari tadi kamu nyuekin aku gitu sih? Emang aku salah apa sama kamu, heum?" sambungku lagi yang berusaha menggengam kedua tangannya.

Kulihat, Ananta seolah ingin menepis pegangan tangannku sebelum akhirnya ia kembali berkata, "Terus aja puji Mang Didin di depan aku, ketawa-ketiwi berdua gitu di depan suami sendiri. Seolah aku ini cuma patung, terus kalian malah saling lempar pujian, candaan, apa itu adil?" jawabnya dengan nada ketus dengan muka merah padam.

Hiraeth KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang