Sebelum benar-benar beranjak dari tempat tidurnya, Mei segera menyadari sesuatu. Dia melihat jam menunjukan pukul setengah lima pagi. Sambil menimang-nimang ponselnya, dia berpikir, apakah Ge tidak apa dibangunkan pukul segini? Ah tapi ini kan permintaannya untuk dibangunkan kapan saja Mei bangun.
Dengan mata masih sangat berat, Mei menelusuri nama Ge di kontaknya dan menekan tombol bergambar telepon. Ditempelkannya ponsel itu di telinga, menunggu deringan itu tersambung. Sejenak dia ingat bahwa dia mengatakan hanya akan menelepon satu kali saja. Jika tidak diangkat, maka Mei akan meninggalkan pesan saja.
Sementara itu kamar Ge, laki-laki itu melenguh berat sambil meraih ponselnya di belakang bantalnya. Saat melihat nama si pemanggil, Ge mengangkat dan berusaha bangkit, membuka matanya. Dia ingat kalau kemarin dia sendiri yang meminta gadis itu membangunkannya.
Mei mendengar suara berisik tepat di detik ke enam setelah deringannya berakhir.
"Halo, Ge?"
"Hmm...Halo?"
Tuhan maha baik. Mei seketika berdebar. Apa-apaan itu? Kenapa suara Ge jadi seperti itu? Sangat berat dan parau. Mei sempat diam tak bersuara beberapa detik hingga Ge terheran.
"Mei, gue ngantuk banget gila," keluhnya memecah keheningan di antara mereka
"Ge, lo sakit?"Di seberangnya sana Ge ikut bingung. Dia meletakkan tangannya di dahinya sendiri dan di leher. "Nggak, Mei," jawabnya masih dengan suara lemas.
"Tapi kok suara lo kaya gitu?"
"Hm? Kaya gimana emangnya?"
"Serak banget. Lo yakin gak sakit?"
Seketika Ge terkekeh. Dia menutup matanya dengan telapak tangan dan batuk sekali. "Mei, lo pasti gak pernah denger suara cowok baru bangun, ya?"
Mei termenung. "Iii-yaa...I think?" Dia menjawab ragu.
"Suara gue emang gini, Mei. Gue baru bangun, jadi wajar. Jangan kaget gitu," ujar Ge jenaka.
Sambil menggelengkan kepala, Mei menutup wajah dengan sebelah tangannya karena malu. "Y-ya mana gue tahu. Gue kira lo sakit gara-gara kemarin begadang," kilah Mei.
"Ngeles teruuss..." ejek Ge dengan suara manly-nya.
"Ih siapa yang ngeles? Bangun sana, mandi."
"Gue masih ngantuk."
"Makanya mandi, biar seger."
"Tapi airnya gak ramah."
"Hah?"
"Dingin."
Seketika Mei tertawa keras. "Udah ah, jangan kebanyakan alasan, ya, Ge."
Ge tertawa kecil. "Iya ih, sok galak aslinya mah receh."
"Berisik. Jangan lupa minum air hangat." Ketika Mei hendak mematikan teleponnya, dia membeku sedetik setelah telinganya menangkap kata-kata Ge.
KAMU SEDANG MEMBACA
G in Luv (END)
Novela JuvenilTinggal bersama di satu atap dengan orang yang bahkan bukan teman dekatnya tidak pernah terlintas di pikiran Mei atau Ge. Duo murid paling disegani ini tiba-tiba saja terjerat dalam keadaan tersebut. ••••• Sepakat menjadikannya simbiosis mutualisme...