XV. Dilema

53 4 0
                                    

"Sekarang emang gak ada hubungan apa-apa, tapi kita gak akan tau kan kapan kalian akan jadi apa-apa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekarang emang gak ada hubungan apa-apa, tapi kita gak akan tau kan kapan kalian akan jadi apa-apa?"

-Zyandru Kiran Praditya-

"Unimportant information from important person still counted important."

-Ezhar Mahagana Gevan Birendra-

"Kalau memang takdir itu masih punya lo dan dia, Tuhan pasti punya jalannya."

-Ailimei Ganesh Hayiagni-

💙💜💙💜

"Lomba nasional?" Mei bertanya memastikan.

Sang guru—pak Garen—yang duduk di belakang meja, menyerahkan beberapa kertas HVS A4 yang sudah berisi tulisan berupa surat undangan untuk mengikuti kompetisi daya ingat tingkat nasional.

"Iya, Mei. Lomba tahun ini dimajukan jadi sebulan lagi."

"Bukan di akhir tahun, pak?"

Pak Garen menggeleng. "Lomba nasional dilaksanakan bulan depan agar tidak mepet dengan lomba di tingkat internasional, Mei."

"Tapi kan jatohnya sekarang yang mepet, pak."

Pak Garen mengangkat tangannya dan tersenyum pasrah. "Itu kebijakan pusat."

Mei menghela napasnya berat. Ada kebimbangan di dalam hatinya. Bulan depan adalah bulan yang kemungkinan sibuk baginya. Rapat pembentukan panitia ulang tahun sekolah, belum lagi pekerjaan paruh waktunya, dan satu tambahan kegiatannya, yakni latihan bersama HOF untuk turnamen nasional juga.

Dia sudah menjadi atlet daya ingat sejak berumur lima belas tahun. Beberapa kali menjadi juara nasional dan mengikuti lomba tingkat internasional walaupun waktu itu dia belum berkesempatan mendapatkan juara.

Semua usahanya terbayar saat dia mulai memasuki umur tujuh belas tahun di mana dia mulai memenangkan medali dalam beberapa kategori pada lomba daya ingat di tingkat internasional. Terakhir dia berhasil mendapat gelar Grandmaster of Memory tingkat tiga setelah berhasil mengingat satu dek kartu acak dalam waktu kurang dari satu menit, sepuluh dek kartu acak dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, delapan ratus angka acak dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, lima puluh kata acak dalam waktu sepuluh menit.

"Bagaimana, Mei? Sanggup?"

Gadis yang masih berdiri dengan kedua tangan di balik punggung ini mulanya terdiam, kemudian dia mengangguk. "Sanggup, pak."

"Terima kasih, Mei. Semangat, ya, kamu. Silakan, kamu bisa meninggalkan ruangan."

"Eh tunggu, Mei."

Pak Garen menginterupsi langkah Mei.

G in Luv (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang