"What? Mereka kakak adik?" Seperti itu lah kira-kira reaksi Mei setelah teman-teman bercerita kenapa Gave begitu sengit terhadap HOF terutama Ge.
Para lelaki itu baru berani bercerita kepada Mei ketika Ge yang pergi ke kamar mandi. Mei justru heran kenapa laki-laki itu tidak pernah bercerita tentang keluarganya yang ternyata juga memiliki tim e-sport.
"Terus kenapa Ge nggak gabung ke sana dan malah bikin tim sendiri?" tanyanya.
"Itu kar—" Mulut Gastya sontak dibekap oleh Gyan yang malah tercengir.
"Kalo masalah itu, mending lo tanya langsung sama orangnya deh, Mei. Gue takut kena semprot. Dia gak suka kalo seseorang ngomongin latar belakangnya diam-diam kaya gini." Gyan memasang wajah memelas sekaligus meminta maaf secara tersirat. Apa yang dia katakan bisa saja benar terjadi karena Ge benci terhadap orang yang suka mengusik privasinya.
"Ah lo... Bikin gue kepo aja. Kalo gitu mending lo gak usah ngasih tau gue dari tadi," ungkap Mei kesal.
Meski dia masih penasaran, tapi dia menahan diri untuk tidak mendesak bertanya pada Ge, justru dia malah semakin berpikir, kenapa kakak beradik itu tampak tidak akur? Termasuk penasaran kenapa Ge memilih tinggal berpisah dengan keluarganya.
Tak lama kemudian Ge tiba dari kamar mandi dan seisi ruangan sontak mengalihkan topik pembicaraan mengenai analisis cara bermain tim yang akan mereka hadapi setelah ini.
Ge sama sekali tidak curiga terhadap mereka yang tadi baru saja membicarakannya. Laki-laki itu seolah asik dengan dunianya sendiri dengan leyeh-leyeh di atas sofa seolah tak ada kekhawatiran yang dia alami untuk pertandingan berikutnya.
"Kasih gue satu clue tentang kenapa dia gak gabung ke tim kakaknya." Rasa penasaran Mei tidak bisa dibendung. Ia akhirnya menuliskan itu lewat notebooknya.
Gyan berdecak sebal. Dia sampai berpikir, kenapa dia harus berteman dengan manusia keras kepala seperti Mei dan Ge. Kesabarannya yang dulu masih setebal skripsi 500 halaman kini sudah hampir setipis kertas buffalo.
"Satu kata: bisnis." Gyan menuliskan balasannya dengan sangat terpaksa dan malah membuat Mei mengenyit semakin penasaran. Clue-nya bisnis? Dia sudah seperti peserta acara Indonesia Pintar Eat Bulaga Indonesia. Gadis itu menghela napasnya berat lewat bibirnya yang tertutup dan membuat bibirnya itu bergerak.
"Gak ada clue yang lebih susah?" Mei menulis lagi.
"Itu yang gampang aja lo gak bisa mecahin. Gak usah bebal makanya. Lama-lama lo mirip Gastya, kepoan."
"Gue atlet daya ingat, bukan peserta olimpiade. Gak ngomong, gak nulis, ngomel mulu."
"Gak ngaca."
KAMU SEDANG MEMBACA
G in Luv (END)
Novela JuvenilTinggal bersama di satu atap dengan orang yang bahkan bukan teman dekatnya tidak pernah terlintas di pikiran Mei atau Ge. Duo murid paling disegani ini tiba-tiba saja terjerat dalam keadaan tersebut. ••••• Sepakat menjadikannya simbiosis mutualisme...