18. Belum Usai dan pengakuan.

3.6K 391 38
                                    

Malam ini Hanan habiskan waktu dengan secangkir coklat panas, juga lagu yang mengalun dari laptop yang berada di atas meja, yang tepat berada di sampingnya. Lagu yang entah tiba-tiba menjadi lagu galau semua, seolah tahu bahwa dirinya sekarang tengah merasakan apa itu artinya galau.

Hanan memejamkan matanya, menopang kepalanya pada tangan yang ia tumpukan pada lututnya sendiri ketika lagu dari Glenn Fredly-Januari mengalun dengan indahnya, apalagi ketika lagunya di ubah menjadi akustik begini, menambah mood nya dalam menggalau pada malam ini.

Hanan tersenyum, senyum tipis yang sarat akan luka ketika lirik dari lagu tersebut yang berbunyi, 'jangan tangisi keadaannya.' Yah, mungkin hanya Hanan yang menangis kita ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka nantinya.

Bahkan selama dua hari penuh ini Hanan sama sekali tak membuka handphonenya, hanya meminta bantuan Reka atau Agrena jika ada hal penting yang di kabarkan oleh grup kelas mereka. Hanan benar-benar lepas dari handphone miliknya itu dua hari ini. Tentu saja hal tersebut agar Marselio tidak menghubunginya. Hanan tahu, ia merasa egois sebenarnya, tapi kalau hati sudah berbicara kita tidak akan bisa melawannya.

Hanan rasanya belum siap untuk bertemu kembali dengan pemuda yang saat ini masih menjadi kekasihnya itu, ia tidak akan sanggup melihat wajah Marselio nantinya, melihat wajah pemuda itu sama saja dengan membuat luka kembali basah.

Pintu di ketuk, Hanan menoleh lantas berdiri dari duduk nyaman miliknya, segera membuka pintu kalau saja bunda datang untuk meminta sedikit bantuan padanya, tapi betapa terkejutnya Hanan ketika melihat sosok yang ia paling hindari berada tepat di hadapannya.

"Kak.. ngapain kakak di sini?" Tanya dengan panik, Hanan menatap was-was ke belakang tubuh Marselio. Takut-takut kalau nanti Ayah datang dan bisa jadi menggeret Marselio untuk segera keluar karena sudah berani-beraninya datang sampai di depan kamar anaknya pula.

"Udah di izinin bunda, ayah lagi pergi soalnya." Kata Marselio dengan pelan. Sedang Hanan sudah bernapas lega mendengar perkataan itu. Tapi di detik berikutnya ia mengernyitkan alisnya, menatap penampilan Marselio yang nampak tidak baik-baik saja di hadapannya. Apalagi suara serak milik pemuda itu yang teredam masker putih yang ia kenakan.

"Ayo masuk." Hanan mempersilahkan Marselio untuk masuk dan menutup pintu dengan pelan.

Marselio mengambil tempat duduk di meja belajar Hanan sedang Hanan sendiri duduk di atas kasur miliknya.

"Kak buka aja jaketnya, kamar ku panas, maskernya juga di buka gapapa."

Beberapa menit berlalu Marselio tak kunjung menuruti apa yang Hanan katakan, ia masih diam dengan mata yang menatap Hanan dalam-dalam. Mungkin di kepala pemuda itu sedang berpikir bagaimana caranya memulai percakapan ini tanpa menyakiti hati pemuda di hadapannya ini.

"Hanan, rasanya capek."

Perkataan tersebut sontak mengundang tanya bagi Hanan sendiri, apa yang dimaksudkan oleh Marselio ini? Menjurus kemana kata capek yang Marselio ucapkan itu. Bukankah seharusnya dirinya yang berhak mengatakan kata itu pada Marselio sendiri? Hanan sudah lelah, lelah menghadapi semua yang membuat hatinya sakit karena mencintai sosok pemuda di hadapannya ini.

"Capek, apanya kak?" Tanya Hanan, ia bingung kemana arah obrolan yang Marselio bawa ini.

"Semuanya." Marselio menjawab dengan cepat, ia masih betah menatap mata bulat Hanan dengan dalam. Sedetik berikutnya gumaman kata maaf Marselio berikan. Yang mana Hanan respon dengan sebuah tundukan, ia sedang tidak ingin membahas soal ini, tapi ia berpikir kalau dirinya terus-terusan menghindar dari seperti ini, masalah tentu saja tidak akan pernah terselesaikan.

[END] It's Okay, Kak.. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang