Bulan ini adalah bulan kelulusan angkatan Marselio, Hanan sudah rapih dengan setelan miliknya untuk menghadiri acara wisuda tersebut. Marselio tidak ada, bukan berarti Hanan tidak bisa mengunjungi teman-temannya. Sekedar memberi ucapan selamat dan sebuket bunga tidak ada salahnya juga.
"Nak, bunda anter aja ya ke kampus?"
Hanan menggelengkan kepalanya, "pergi sama Nana, sama Reka, Bun." Jawabnya singkat, karena memang mereka sudah berjanji akan pergi bersama menghadiri acara wisuda ini.
20 menit berlalu, ketiganya sudah sampai. Acara baru saja di mulai setengah jam yang lalu, dan ketika nama teman-teman Marselio di ucapkan Hanan merasa berdebar. Seakan jantung milik Marselio juga merasakan bagaimana deg-degannya seorang Marselio bila berada di sana.
"Nan, lo okay?"
Hanan mengangguk singkat menanggapi pertanyaan yang Reka ajukan. Walau nyatanya, dia sedikit tidak baik-baik saja. Seharusnya Marselio juga berada di sini, seharusnya Marselio juga ikut lulus dan mendapatkan gelar sarjananya.
"Nan, lo dateng?"
Pertanyaan dari Xena yang ia layangkan membuat Hanan tersenyum menanggapinya, "iya kak, nih." Hanan sodorkan buket bunga untuk Xena yang menerimanya dengan wajah sumringah. "selamat ya kak, semoga gelarnya bisa bermanfaat kedepannya."
Xena mengangguk, "makasih banyak ya, Nan." Xena mengulurkan tangan untuk menepuk pelan punggung Hanan. Semua orang mungkin tahu bahwa Hanan tak menunjukkan wajah sedih miliknya, tapi sorot mata Hanan tak bisa membohongi semuanya.
"Jangan sedih, dia juga udah berhasil, bahkan sebelum semuanya selesai."
Hanan mengangguk saja, Hendrik tak lama muncul dengan senyum getir miliknya. Dan dengan begitu Hanan melangkah untuk mendekap sahabat baik dari kekasihnya itu.
"Selamat ya, kak. Andai dia juga di sini, bareng-bareng sama kalian lulus tahun ini."
Hendrik menggelengkan kepalanya, mengelus punggung Hanan sedikit lebih kuat, menyadarkan anak itu bahwa mereka tidak perlu membahas hal seperti itu. Marselio sudah tenang di sana dengan lulus menjadi Marselio versinya sendiri, yaitu Marselio yang berkorban untuk orang terkasih.
"Gapapa, dia udah bahagia. Btw, thanks buat buketnya ya, Nan."
Hanan tersenyum, ia mengangguk sebagai jawabannya. Melihat teman-teman Marselio yang bahagia menggunakan baju wisudawannya apalagi dengan toga yang terpasang di kepala berhasil membuat Hanan tersenyum bahagia, namun tak ayal bahwa sedih juga melingkupi hatinya.
Andai dia masih ada.
Foto kebanggaan itu tidak hanya di lakukan bertiga.
Reka juga Agrena yang melihat temannya tersenyum dalam duka itu saling tatap, mereka sampai sekarang merasa bersalah. Atas apa yang mereka ucapkan, atas pikiran buruk mereka tentang pemuda yang bahkan rela memberikan kehidupan bagi seseorang Hanan. Berkat Marselio lah Hanan masih berada di sini, berat Marselio lah Hanan bisa sehat kembali.
"Nan, udah jam 11 lewat nih. Katanya mau nyekar?"
"Iya, kalian kalo mau pulang duluan aja, gue biar pergi naik taksi."
Reka juga Agrena jelas menunjukkan ekspresi tidak setuju milik mereka, takut. Mereka trauma membiarkan Hanan untuk naik taksi online barang sekali pun.
"Gak Nan, kita anter. Udahnya gue pulang, sumpah! Tapi tolong biarin kita anter lo kesana, oke?" Agrena menatap serius Hanan yang malah terlihat santai-santai saja mikik wajahnya.
"Kan ini siang, gak mungkin supirnya ngantuk."
"Bukan masalah itu, gak pokoknya! Kita gak tenang, Nan. Lagian Bunda tau nya lo pergi sama kita bukan sama ojol."
Tidak ada yang bisa Hanan lakukan selain pasrah setelahnya.
❥
❥
❥Seperti apa yang Reka juga Agrena katakan, keduanya memang benar-benar hanya mengantar Hanan sampai di lahan parkir menuju pintu masuk pemakaman. Setelahnya kedua sahabatnya itu pergi dan memaksa dirinya untuk menelepon di antara keduanya ketika sudah selesai nanti.
Di sinilah Hanan sekarang, duduk di tepi gundukan yang selalu terlihat bersih. Hanan tersenyum, mengelus pelan nisan yang tidak bisa ia percaya sampai sekarang kalau di sana tertulis nama lengkap Marselio beserta tanggal lahir dan waktu kematian pemuda itu.
Hanan menopang dagunya di atas lutut miliknya, sedang tangan kanannya mencabuti rumput liar yang tumbuh nakal di sana.
"Haii Kak! Kabar aku baik, aku udah jarang nangis kalo malem-malem. Hebat kan kesayangan kakak ini?"
"Hari ini kamu seharusnya wisuda, harusnya kamu pakek toga terus nyandang gelar sarjana. Foto bareng temen-temen kamu juga. Kak Lio, kesayangan Hanan, maafin Hanan ya, Kak? Gak bisa jadi pacar yang baik buat kamu. Gak bisa bikin kamu hidup lebih lama nikmatin masa muda." Hanan menunduk, ia sudah berjanji tidak akan menangis hari ini.
Karena pikirnya, hari ini adalah hari bahagia untuk Marselio sendiri, iya.. seharusnya.
"Oh iya, Hanan bawain kakak buket bunga juga. Warna biru, kesukaan kamu." Hanan kemudian menoleh untuk mengambil buket bunga yang ia siapkan khusus untuk kekasih abadinya.
"Mulai besok Hanan janji gak akan nangis lagi, mau jadi manusia kuat, mau jadi Hanan nya Marselio yang hebat. Sama kayak kakak sendiri, hebat nya Hanan." Hanan tersenyum, ia menatapi permukaan tanah tersebut dengan tatapan paling ikhlas miliknya.
Setelah Tuhan mengizinkannya untuk hidup kembali lewat Marselio, ia tidak akan membuat hidupnya menjadi tidak berguna. Mulai sekarang Hanan berjanji akan menjadi Hanan yang lebih kuat lagi. Hidupnya masih terus berjalan, masih ada masa depan yang menantinya di ujung jalan.
2 jam Hanan habiskan waktunya untuk bercerita dengan Marselio, waktunya Hanan untuk pulang. Ia berdiri lalu membersihkan, berbalik namun langkahnya terhenti ketika ia menabrak seseorang.
"Sorry-sorry, lo gapapa?"
Hanan membisu, menatap seseorang yang menabraknya atau mungkin ia lah yang menabrak seseorang itu. Seseorang di balik kaca mata hitam miliknya itu mampu membuat Hanan ingin meneteskan air mata sekarang juga.
"Marselio?"
Seseorang itu mengernyitkan alisnya, tak lama ia tersenyum setelahnya. "Itu kakak gue."
Bagai di sambar petir di siang bolong Hanan terpaku pada tempatnya. Menatap pemuda yang mengatakan bahwa Marselio adalah kakaknya. Hanan tidak bisa percaya, kakak?
Yang Hanan tahu Marselio ini anak tunggal, anak satu-satunya dari Om Jeron. Bagaimana bisa? Kembar? Bahkan Om Jeron juga Marselio sendiri tidak pernah membahas persoalan ini. Pun Hanan tak pernah temukan bukti di rumah Marselio bahwa kekasihnya itu memiliki kembaran.
"Heii.. are you okay?"
Hanan mengedipkan matanya, air mata yang sejak tadi menggenang di pelupuk kini lolos begitu saja. Pertanyaan yang tidak pernah Hanan sukai semenjak berpulangnya Marselio beberapa bulan yang lalu.
Tangis Hanan makin pecah ketika pemuda di hadapannya ini melepas kacamata hitam miliknya. Sebab karena itu Hanan bisa melihat jelas bahwa wajah seseorang yang berada di hadapannya ini sama persis dengan wajah milik sang kekasih.
Hanan menggelengkan kepalanya, tidak.. ia tidak baik-baik saja karena mengalami semua ini. Semuanya terasa begitu membingungkan.
"Siapa?"
Pemuda itu mengernyitkan alisnya, bingung dengan pertanyaan yang Hanan lontarkan.
"Kamu.. kamu siapa?"
"Marselo Yovanka."
~~
Ettt apa nihh??
Yang minta ini mimpi Tulung bingitss ini mah. Ini kan permintaan kalian 😖
Hayoo jangan menyesalinya bestieeee..
Syukuri apa yang ada yaaa:)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] It's Okay, Kak..
FanfictionMarkhyuck Area!! .. bagaimana seorang Hanan yang berpura-pura tidak mengerti dengan tujuan dan maksud Marselio mendekatinya- pemuda yang ia sukai padahal Hanan jelas mengetahuinya, berpura-pura tuli dan buta saja. .. Hanan Giovanni as Lee Haechan M...