Hai.. maaf baru up pagi. Hpku masih suka error buat ngetik.
Semoga cerita ini bisa jadi mood booster, meski sedikit (padahal ngarep 😅)
Selamat membaca.
***
Pagi ini Mama dan Papa sudah berangkat pagi-pagi sekali untuk dinas ke luar kota. Aku kembali sendirian di rumah ini setelah mereka menemaniku dalam masa pemulihan. sedangkan adikku, dia masih bersenang-senang di luar negeri karena tidak ada yang memberitahunya tentang kecelakaan pesawat yang menimpaku. Biarlah, lagipula aku juga tidak ingin banyak orang mengkhawatirkanku.
"Mbak Vio sudah siap berangkat sekolah?" Tanya Pak Sugi, supir keluarga yang biasa mengantarku kemanapun.
"Sudah, Pak." Aku mengikuti langkah Pak Sugi yang mendahuluiku ke garasi. Dengan mengeratkan jemari pada tali tas ransel aku meyakinkan diri untuk kembali ke kehidupan normalku seperti sebelum kecelakaan itu terjadi.
Sampai di gerbang sekolah, aku melihat Aurora sedang menungguku sambil meminum sekotak susu pisang kesukaannya.
"Hai." Sapaku. Aurora yang teampak fokus menghabiskan susunya mengangkat wajah. Ekspresinya terlihat sangat senang melihatku.
"Finally, kita bisa sekolah bareng lagi." Seru Aurora tepat di wajahku, membuat aroma susu pisang tercium. Pisang. Tiba-tiba sebuah gambaran singkat muncul di kepalaku. Seseorang sedang mengupaskan pisang untukku dengan slow motion. Siapa?
Aku memijit keningku karena pening yang tiba-tiba kurasakan.
"Kamu nggak apa-apa?" Tanya Aurora khawatir. Ia sedang menggandengku masuk ke lingkungan sekolah yang masih sepi. Hanya ada beberapa anak yang sedang ngobrol di koridor dan bermain basket di lapangan.
"Cuma pusing dikit." Jawabku pelan seraya tersenyum tipis. Aurora mengerjap lega.
"Fiuh... Untung kamu baik-baik aja, nggak kayak Mas Rimba."
"Mas Rimba? Memangnya dia kenapa?" Tanyaku cepat. Aurora menatapku bingung, mungkin baginya aku terlihat terlalu kepo dengan kondisi kakaknya.
"Nggak kenapa-napa sih, Cuma semenjak pulang dari Rumah Sakit dia jadi nggak pernah tidur. Insomnia parah, dia jadi kayak linglung gitu." Aurora menyeka udut matanya yang berair. Aku tahu dia pasti mengkhawatirkan satu-satunya anggota keluarga intinya yang tersisa.
"...." Aku tidak menemukan kata yang tepat untuk menghibur Aurora, jadi aku mengusap-usap punggungnya pelan. Gadis itu lalu tersenyum, menampakkan sederet giginya yang rapi.
"Ayo ke kelas."
Aurora mengajakku masuk ke kelas 11 IPA - 2, di dalam kelas kami langsung disambut dengan suasana kelas yang hening. Deretan bangku bagian belakang semuanya diletakkan figura foto di atasnya. Beberapa bhuket bunga juga dibiarkan mengering di meja-meja itu.
"Jangan terlalu dipikirkan, kita juga harus tetap optimis menjalani hidup demi mereka yang tidak seberuntung kita." Aurora meremas bahuku, mengantarkan kekuatan yang sesungguhnya tidak cukup mengurangi rasa bersalah karena hampir separuh dari kelas ini telah lebih dulu kembali pada yang kuasa.
"Life goes on." Gumam Aurora lalu menarikku duduk di bangkuku yang sudah lama tidak kududuki. Di atasnya juga ada bunga-bunga yang mengering. Membuat hatiku seperti diremas sesuatu. Sungguh menyesakkan.
Kegiatan sekolah dan tugas yang menumpuk rupanya berhasil mengalihkan pikiranku dari hal-hal mellow yang kerap singgah di hatiku.
Ujian Semester genap juga sudah selesai. Hari ini Aurora mengajakku main ke rumahnya. Dengan senang hati dan setengah excited aku bersiap-siap berangkat diantar Pak Sugi.
"Yuk Masuk..." Aurora ternyat sudah menungguku di depan rumah. Gadis itu memang selalu memiliki energi berlebih.
"Mas Rimba mana?" Tanyaku refleks.
"Kenapa nanyain Mas Rimba terus sih?" Tanya Aurora dengan kening mengernyit.
"Jangan naksir Masku please." Aurora menepuk bahuku prihatin.
Iya, aku tahu.
"Dia lagi pergi sama Mbak Wulan, sejak tadi siang kalau nggak salah." Aurora menarikku ke halaman belakang.
"Yuk berenang. Aku habis beli swimsuit baru loh.. mau lihat? Kamu juga aku beliin." Dengan semangat Aurora sudah menghilang naik ke kamarnya.
Aku menunggu di ayunan rotan yang menghadap langsung ke kolam renang.
Mengagumi rumah dengan design minamalis yang hanya ditinggali oleh kakak beradik.
"Maaf lama." Kata Aurora dengan senyum cerah. Dia sudah ganti dengan bikini bewarna biru muda bermodel seragam pelaut dan di tangannya sudah ada bikini bewarna kuning.
"Aku yang biru, kamu yang kuning ya.." Aurora menyerahkan bikini imut bewarna kuning yang bisa dibilang sangat tidak sesuai seleraku.
"Kamu yakin, aku pake yang kuning?" Tanyaku ragu. Biasanya Aurora yang paling terobsesi dengan warna kuning karena dia sangat menyukai pisang.
"Absolutely. Thanks me later. " Ucapnya cuek kemudian mulai melakukan pemanasan. Huh, dasar Aurora. Lantas aku pergi ke ruang shower dekat kolam renang untuk berganti dengan bikini warna kuning punya Aurora.
Hampir saja aku teriak saat melihat pantulanku sendiri di cermin.
Beberapa bagian tubuhku yang menonjol sempurna membuat bikini imut ini jadi terlihat sangat erotis di tubuhku.
"Aurora ke--" Kalimatku menggantung saat kulihat sosok Mas Rimba sudah berdiri di depan kolam renang bersama dengan seorang wanita kantoran yang sedang mengaitkan lengannya.
Mas Rimba menoleh ke arahku yang terlihat canggung.
Matanya seakan mengamati tubuhku dari atas hingga ke bawah.
"Kalian ini masih SMA, bisa nggak pakai swimsuit yang normal- normal aja?" Seru Mas Rimba marah sambil sesekali melirik ke arahku. Jangan-jangan dia sedang memarahiku?
"Swimsuit kami juga normal kali, Mas." Elak Aurora seraya memutar mata.
"Baju renang mereka normal kok Mas." Wanita yang dibawa Mas Rimba ikut menimpali. Melihat interaksi mereka yang cukup dekat itu membuatku memalingkan muka.
"Mas nggak mau tahu, ganti sekarang!" Serunya final, kemudian berlalu dengan melirikku singkat. Aku hanya bisa menelan ludah, tidak tahu harus merespon seperti apa.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Terdampar (END)
RomanceVioletta tidak menyangka perjalanan study tour ke Australia yang sangat ia nanti-nantikan justru berakhir petaka. Pesawat yang mereka tumpangi hilang kontak dan jatuh di perairan Papua. Untungnya Violetta bisa selamat meski ia harus terdampar dengan...