Menikah dengan Mas Rimba.
Sampai detik ini aku masih merasa takjub dengan realita yang dulu hanya bisa kusimpan sebagai mimpi seorang remaja dalam-dalam.
And here we are... Mas Rimba sedang berbaring dengan berbantalkan lengan sedang menatapku lamat-lamat. Kami sudah saling tatap sejak tiga puluh menit yang lalu, tanpa suara.
Tanpa melakukan apapun, hanya suara helaan nafas kami yang saling bersahutan pelan yang terdengar.
Di antara kami tidak ada yang ingin mengalah, Mas Rimba masih betah menatapku sambil menarik sudut bibirnya asimetris.
"Udah ah, capek." Seruku, akhirnya. Menjadi orang yang pertama memutus aksi saling tatap kami.
"Sesuai kesepakatan." Kata Mas Rimba dengan mata berbinar seperti anak kecil yang keinginannya terpenuhi.
Literally, dia memang menang taruhan denganku. Tadi saat hendak tidur, tiba-tiba dia memberi ide untuk trip honeymoon kami yang aku tolak mentah-mentah. Lalu Mas Rimba mengusulkan ide gila untuk saling tatap dengan idenya sebagai taruhan.
Dan aku kalah.
Sungguh, aku tidak menyangka Mas Rimba punya sisi childish seperti ini.
"Serius deh Mas... Kalau akhirnya kita cuma di kamar villa aja, buat apa nyuruh Aurora nginep di tempat Paman segala?" Seruku gemas.
"Mas khawatir kalau dia sendirian di rumah."
"Ya ampun... Kan kita juga nggak perlu ke villa, di rumah juga bisa. Cuma pake kostum-kostum aja loh ini." Aku masih geleng-geleng tidak habis pikir dengan ide Mas Rimba yang menginginkan kami honeymoon di villa saja dan dia akan mempersiapkan berbagai kostum untuk memuaskan fantasinya.
"Memangnya kamu nggak pengen mendokumentasikan foto kamu saat sedang hamil? Kan nanti bisa sekalian foto maternity di sana. Mas bisa siapkan fotografer professional untuk itu."
Aku memutar mata. Sejak awal Mas Rimba memang sudah bilang bahwa alasannya membeli kostum-kostum aneh (yang dibantu Aurora tentunya) adalah untuk foto maternity.
Sayangnya aku sudah tidak sepolos itu. Aku tahu Mas Rimba punya ketertarikan lebih saat aku mencoba-coba pakaian. Bahkan dia betah menontonku berdiri bermenit-menit di depan wardrop untuk memilih dan mengganti pakaian.
"Tapi kan perut aku belum bagus buat di foto, Mas. Yang ada fotografernya ngirain aku cacingan lagi, kurus tapi perutnya agak buncit." Mas Rimba justru tertawa, dengan gemas ia menarikku ke dalam pelukannya, dan menggesekkan dagunya yang berbayang abu karena habis cukur di rambutku.
"Mas pengen dokumentasikan semua perkembangan di tubuh kamu. Sayang banget kalau ada yang terlewat, andai Bisa, Mas aslinya pengen banget bikin time lapse proses kehamilan kamu." Kata Mas Rimba enteng, dan langsung kuhadiahi cubitan di perutnya yang keras.
"Kostumnya jangan yang aneh-aneh ya Mas.." Akhirnya aku setuju. Lagipula tidak ada ruginya menyenangkan suami. Apalagi suaminya itu Mas Rimba. Setahuku, Mas Rimba adalah pria paling bertanggung jawab dan sayang banget sama keluarganya. Ideal husband banget nggak sih?
"Ayo tidur, kamu sudah nggak mimpi buruk lagi, kan?" Aku mengangguk pelan.
"Aku kayak lihat Kakaknya bu Sheila di pernikahan kita loh, Mas." Kataku tiba-tiba teringat dengan malam pesta pernikahanku.
"Beneran?" Mas Rimba menjauhkan wajahnya untuk melihat ekspresiku. Lagi-lagi aku mengangguk.
"Tapi nggak jelas sih, soalnya aku udah ngantuk banget pas lihatnya."
"Bisa jadi dia yang sudah menolong kita setelah kecelakaan itu." Kata Mas Rimba sambil mengeratkan kembali pelukannya.
"Hm.." Gumamku, kemudian menyamankan diri tidur di dalam pelukan Mas Rimba yang hangat.
***
"Masih nggak enak mulutnya?" Tanya Mas Rimba memastikan keadaanku setelah tadi pagi aku kembali merasa mual dengan makanan.
"Sedikit." Jawabku jujur. Rasanya seperti ada cairan asam yang terjebak di tenggorokanku.
"Minum dulu." Mas Rimba memberikan obat dan segelas air putih yang segera kuterima.
Harusnya siang ini kami berangkat ke Banyuwangi untuk perjalanan honeymoon kami, tetapi kondisiku tiba-tiba drop. Dan Mas Rimba tanpa segan langsung mengganti rencana, dan memilih tetap di rumah.
"Maaf ya, Mas." Kataku merasa bersalah.
"Iya... Jangan dipikirkan, lagipula ternyata di rumah ini berdua juga tidak buruk." Mas Rimba lalu tersenyum menggoda.
"Dasar om-om." Ejekku yang dibalas tawa olehnya.
"Mas cuti sampai kapan? Memangnya boleh, cuti lama-lama?" Tanyaku penasaran.
"Mas udah resign dari kantor lama."
"Hah?? Serius, Mas?" Seruku kaget.
"Terus gimana?"
"Ya nggak gimana-gimana." Mas Rimba merebahkan kepalanya di pangkuanku.
"Nanti kita makan apa, Mas kalau Mas pengangguran."
"Makan cinta, mau? Mas cinta banget sama kamu loh." Mas Rimba tersenyum jail.
"Ih... Mas. Serius, dong." Aku menjambak rambutnya yang lembut dan tebal.
"Aw.. sakit sayang." Mas Rimba bangkit dengan rambut berantakan bekas jambakanku.
Aku tertawa puas melihatnya.
"Mas lagi bangun usaha sama temennya Mas. Kalau untuk kebutuhan kita sehari-hari, Mas masih ada tabungan. Tapi kamu doain juga, supaya lancar ini perizinannya."
"Ooh... Tapi kalau memang perlu, aku bisa loh Mas, bantu hasilin uang buat keluarga." Kataku dengan senyum simpul. Mas Rimba mengangkat sebelah alisnya, terlihat tak suka.
"Biar Mas aja yang bekerja, Violetta." Mas Rimba menatapku tajam.
"Mas nggak pengen tahu, gimana cara aku hasilin uangnya?" Kataku lagi tidak terganggu dengan tatapan Mas Rimba yang seperti menembus ke dalam isi kepalaku.
"Memangnya mau usaha apa?"
"Jadi selebgram. Mas tahu kan, kita sempat viral setelah selamat dari kecelakaan itu?"
"Apa hubungannya?"
"Berarti aku sudah dikenal netizen, Mas. Teman-temanku yang selamat juga sekarang udah pada bikin youtube sama nerima endorse. Kayaknya aku juga bisa deh kayak temen-temenku." Jelasku dengan semangat.
Mas Rimba masih tampak tak setuju.
"Nggak boleh ya Mas?" Tanyaku dengan ekspresi takut, karena Mas Rimba masih dalam mode seriusnya.
"Untuk sekarang nggak boleh, nggak tahu kalau nanti." Mas Rimba merangkul bahuku hingga aku bersandar di bahunya yang lebar.
"Mas pengen kamu melahirkan dengan selamat, dan bayi kita juga sehat. Jangan aneh-aneh dulu ya, sayang." Mas Rimba mengecup kepalaku sayang.
Aku menghela nafas, sedikit kecewa tapi memang penolakan Mas Rimba sangat masuk akal. Seharusnya aku lebih memikirkan tentang bayiku yang sedang berjuang karena usiaku yang masih muda membuatnya berjuang keras untuk bertahan sampai nanti kulahirkan.
"Maaf." Gumamku sedih.
"Iya. Kita ke kamar yuk. Mas pengen lihat kamu pakai kostum piyama macan tutul." Mas Rimba menyeringai jail seraya mengangkat tubuhku dengan mudah.
"Ah... Nggak mauu!!"
***
TBC.Ps: Bentar lagi terdampar season 1 tamat. Kalian pengen langsung lanjut season 2 atau ....

KAMU SEDANG MEMBACA
Terdampar (END)
RomantikaVioletta tidak menyangka perjalanan study tour ke Australia yang sangat ia nanti-nantikan justru berakhir petaka. Pesawat yang mereka tumpangi hilang kontak dan jatuh di perairan Papua. Untungnya Violetta bisa selamat meski ia harus terdampar dengan...