12: Something Missing

13.4K 698 26
                                    

Kalian suka updatenya pagi, siang, sore, malam, atau tengah malam? Please kasih masukan ya.. ☺️✨

***

Aku menggandeng erat lengan Mas Rimba, menerjang arus manusia yang sedang berjalan menuju arah yang berlawanan. Mereka tampak lelah seperti orang yang baru pulang bekerja dari kantor. Wajah kuyu dengan tubuh mereka mengingatkanku dengan serial Attack on Titan kesukaan Aurora. Ya. Mereka seperti manusia raksasa tanpa otak yang berjalan dengan wajah lesu.

Dr. Frans membawa kami ke sebuah toko yang bangunannya serupa dengan restoran makanan Jepang. Dan di dalamnya pun mirip seperti restoran ramen di Jepang pada umumnya. Meskipun alat dan furnitur mereka jauh lebih primitif tentunya.

"Suka ramen, kan?" Tanya Dr. Frans dengan santai. Ia tampak tidak memedulikan aura permusuhanku sama sekali.

Mas Rimba kuseret duduk dengan posisi aku yang duduk di antara Mas Rimba dan dr. Frans.

"Tidak perlu waspada begitu, Violetta. I'm not gonna hurt you. I promise." Dr. Frans mengangkat jadi kelingkingnya.

Aku mencebikkan bibir, masih tidak percaya.

"Kalau dokter beneran tidak akan menyakiti kami, kasih tahu aku cara balikin Mas Rimba jadi normal lagi bagaimana."

"Well, saya cuma janji not gonna hurt you. Bukan berarti itu berlaku untuk Rimba." Sahut dr. Frans dengan seringai licik.

Benar-benar gila dokter ini.

"Hahaha.. I'm kidding!!! Kita makan dulu, nanti saya kasih tahu gimana caranya. Okey, cantik?" Dr. Frans mencolek daguku tanpa permisi. Sungguh menyebalkan. Awas saja nanti, saat Mas Rimba bangun, akan kuminta dia meninju wajah tampan tapi gilanya dr. Frans. Setidaknya sekali sebelum kami meninggalkan pulau ini. Atau... Aku saja yang meninjunya sekarang?

"Sia-sia kamu meninju wajah tampan saya, karena saya punya obat ajaib penghilang luka. Tuh.. kaki kamu buktinya. Sudah hilang kan, bekasnya?" Dr. Rimba mengedikkan dagunya ke arah kaki kiriku. Dan benar, kakiku sudah kembali mulus seperti sedia kala.

"Tqiqgqaq rqaqmqeqnq aqsqiqnq." Dr. Frans menyebutkan pesanannya tanpa meminta pendapat kami. Sesuka hati dia sajalah. Aku juga sudah kehilangan nafsu makan setelah mendengar ceritanya barusan.

"Tempat ini sangat terkenal loh di sini." Kata dr. Frans dengan bahu meninggi. Seperti Ibu-Ibu yang sedang membanggakan anaknya sendiri di depan tetangga.

"Tetep aja enakan di Surabaya." Gumamku tanpa sadar. Dr. Frans terkekeh.

"Belum juga ngerasain." Balas dr. Frans dengan senyum mengejek. Sungguh menyebalkan.

"We'll see.." Ketusku kemudian beralih memastikan kondisi Mas Rimba yang masih diam saja.

Beberapa saat kemudian tiga mangkuk porselen dihidangkan tepat di hadapan kami.

Di dalamnya ada mie tebal bewarna putih dengan campuran daging tebal dan kuah kaldu yang mengepul menguarkan aroma menyegarkan.

Aku sangat merindukan aroma ini. Aroma sop daging yang otentik.

Yummy.

Membaui aromanya saja sudah membuatku menelan ludah.

Sial. Dr. Frans benar, ternyata rasanya jauuuh lebih enak dari semua ramen yang pernah kumakan di Surabaya.

Wow. Sangat lezat.

"Gimana, enak kan?" Dr. Frans dan senyum kemenangannya membuatku berdecak.

"Ya, ya, saya tahu. Mengakui kekalahan itu memang sulit sekali."

Masa bodo. Aku menghabiskan mangkuk ramenku dengan cepat kemudian membantu Mas Rimba yang masih bergeming menatap ramennya tanpa ekspresi.

Aku menyuapi Mas Rimba dengan telaten. Pria 35 tahun itu hanya membuka dan menutup mulutnya secara statis. Benar-benar seperti robot.

"Sekarang beri tahu bagaimana cara mengembalikan Mas Rimba agar kembali normal seperti sedia kala?" Tgaihku saat dr. Frans sudah menyelesaikan makannya. Pria itu tidak segera menjawabku, malah dengan sengaja ia meraih sapu tangan dari saku jas dokternya lalu mengelap mulutnya dengan anggun.

Ugh.

"Sabar." Kata dr. Frans singkat lalu berdiri masuk ke dalam tempat karyawan. Pergi begitu saja mengabaikanku yang sudah siap meledak kapan saja.

"Jaaan..." Hampir saja aku mengumpat, tapi kutelan kembali karena sia-sia, dr. Frans sudah tidak dapat mendengarnya.

"Mas Rimba..." Aku menoleh pada Mas Rimba. Wajahnya yang tampan menghadap ke depan dengan ekspresi datar. Aku tidak tega melihat Mas Rimba jadi seperti ini. Ku remas tangannya lembut, berharap kesadaran Mas Rimba segera kembali dan kami bisa mencari cara bersama untuk pulang, atau setidaknya meninggalkan tempat yang penuh keanomalian ini.

"Pengen cepet balik ke Surabaya." Kataku lirih.

***

"Maaf lama, saya harus membayar gaji karyawan saya lebih dulu." Dr. Frans datang dengan senyum lebar. Oh, ternyata tempat makan ini miliknya.

"Sudah berapa lama dr. Frans tinggal di pulau ini?"

"Kamu penasaran?" Dr. Frans menaik-turunkan alisnya menggoda.

Aku balas menatapnya dengan jengah.

"Fine. Jangan menatap saya seperti itu, nanti naksir."

"Idih." Aku mencebikkan bibir

"Saya sudah tinggal di pulau ini sejak 10 tahun lalu. Saat itu saya juga terdampar di pulau ini karena kapal saya terhantam badai saat akan malakukan penelitian di pulau Um, Papua Barat."

"Waktu itu saya menjadi satu-satunya yang selamat dan ditemukan istri saya, dan setelah itu akhirnya kami menikah karena jika tidak, kamu sudah tahu apa yang akan terjadi."

"Lalu, bagaimana cara dokter bisa pulang?" Potongku cepat, tidak sabar mendengar cerita dr. Frans yang terlalu panjang.

"Saya membuat kapal sendiri dong."

"Bohong." Sahutku cepat.

"Fine, Saya dibantu kepala suku dan beberapa warga dengan janji kembali ke sini membawa barang-barang yang mereka mereka butuhkan." Dr. Frans mengaduk gelas kopinya yang baru diantarkan.

"Jadi dr. Frans ada kapal?" Tanyaku dengan mata berbinar.

"Ya.. tapi masih ada di Australia sekarang, seperti yang saya bilang sebelumnya. 6 bulan lagi baru bisa berlayar ke pulau ini." Dr. Frans menatapku dengan ekspresi senang karena berhasil mematahkan harapanku.

"Ugh. Lama banget. Terus gimana caranya balikin Mas Rimba jadi seperti semula? Dan bagaimana bisa Mas Rimba jadi seperti ini?"

"For your information, dia kini sudah berubah menjadi bagian dari suku Qriqoa. Dia akan menjadi tak berjiwa jika kelaparan." Kata dr. Frans dengan senyum misterius. Membuatku semakin bingung dengan kegilaan ini.

"Kelaparan? Mas Rimba baru saja selesai makan, dok." Seruku dengan emosi. Sangat tidak masuk akal jika Mas Rimba jadi tak berjiwa karena kelaparan. Apalagi barusan aku sudah menyuapinya makan satu mangkuk ramen, jika benar yang dikatakan dr. Frans, tentunya Mas Rimba sudah kembali normal.

"Hahaha...." Dr. Frans malah tertawa keras, hingga ujung matanya berair.

"Bukan lapar karena butuh makanan seperti manusia biasanya, cantik. Dia sekarang butuh memakan saripati wanita yang telah menjadi pasangannya."

"Maksud dokter?"

"Dia butuh memakan cairanmu jika ingin kembali normal. Setiap pria yang memilih dirajah saat upacara pernikahan suku Qriqoa akan mendapatkan efek itu. Saya juga mengalaminya." Kata dr. Frans lalu tersenyum  evil.

***

TBC.

Maaf, part suku Qriqoa akan kerasa lambat. Mohon bersabar yaa.. 🤧🙏



Terdampar (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang