3. Hotel

6.1K 549 23
                                    

Dukung author dengan vote 🥺 terimakasih

Author Point of view

Mobil bus sudah sampai di depan hotel jam dua belas malam, agak lelet dari jadwal. Soalnya tadi bocah-bocah SMA ini membajak mobil bus untuk berhenti sebentar sekedar makan bakso di Pasar Gurilem.

Pak Sopir yang serem melihat anak-anak setan ini tidak punya pilihan lain selain melipir. Pak Gandi juga tidak berdaya soalnya dia pengen makan bakso juga.

"Kalian tunggu disini saya mau urus administrasi," kata Pak Gandi menuju resepsionis.

Jadilah anak-anak malang itu melantai di lobi. Eh enggak deh, ada yang duduk makan ciki di sofa, foto-foto air mancur, main hp ngebobol wifi hotel, dll.

Hal yang super aneh adalah Chiko terdiam. Ya benar, sejak memasuki area hotel bocah jelmaan bajang itu malah diam dan cenderung tidak fokus. Dia menatap cemas ke segala arah sesekali mengelus tengkuk.

"Diem aja, mules?" mulut pedas Nessa.

Bukan Chiko, Arini yang melotot pada gadis beta itu. Enak saja Ayangnya di roasting melulu. "Lo pergi deh Nes, aura lo buruk. Kita di sini nahan enek,"

"Tadinya mau gue kasih minyak angin dari Dubai nih buat si Chiko. Ajib banget. Lo nya bilang begitu ahh, yaudah bye," kata Nessa.

"Gak perlu minyak angin dari Dubai, mau dari Paris, dari Timbuktu, thank you Chiko udah minum tolak angin dari Indonesia dibuat di Karawang," balas Arini tidak mau kalah.

Nessa dengan poker face tanpa kata berlalu pergi.

Teman-temannya mengira Chiko masuk angin. Jadinya dia diam seperti emas.

"Aku ke toilet dulu," Chiko berbisik pada Arini di samping lalu melepaskan pelukan gadis itu di lengannya. Arini yang sejak tadi bermain hp update instastory tidak memperhatikan raut pucat pacarnya.

Chiko berjalan tertatih menuju toilet. Nafasnya memburu karena pusing yang amat sangat. Tengkuknya terasa panas dan ngilu. Hanya ada satu pemikiran yang sekarang ada di kepalanya: mate.

Mate Chiko ada di hotel ini.

Tidak, tidak boleh terjadi. Demi Tuhan dia belum siap, tidak secepat ini. Maka anak itu memutar jalur begitu melihat toilet di depannya. Dia harus menyingkir ke tempat yang lebih sepi.

Chiko sudah banyak melihat pasangan mating langsung di depan mata kepalanya. Bertemu di mall lah, di taman saat joging lah, di minimarket lah, dan sekarang dia akan mating di hotel.

Chiko kembali masuk ke dalam bangunan hotel. Dia memencet lift secara random kemudian bersandar di dinding memejamkan mata. Matenya di luar sana pasti sudah menyadari feromon Chiko, mengikuti insting bergerak mencari feromon Chiko. Feromon matenya.

Apa dia alpha? Apa dia beta? Chiko tidak peduli. Kecil kemungkinan sampai pagi dia belum mating. Tapi demi Tuhan Chiko belum siap. Anak itu gemetaran di dalam lift. Dia lemas memikirkan apapun yang terjadi. Bagaimana masa depannya? Bagaimana Arini? Mama Papa tolong.

Chiko jadi menyesal ikut liburan ini, seharusnya dia sekarang lagi ngebo di tempat tidur bermimpi indah bukan dikejar-kejar matenya sendiri.

Tring

Pintu lift terbuka.

Chiko melangkah di lantai 45 yang terlihat ekslusif berkelas. Menyusuri satu persatu kamar entah menuju kemana. Feromon yang keluar terus-menerus mencari mate membuatnya lemas. Cepat atau lambat mate akan segera menemukannya.

Tapi Chiko tidak mau menyerah.

"Hey adik kecil, tersesat?" saking paniknya Chiko tidak melihat sekitar. Di depannya sekarang berdiri seorang pria muda yang dia yakini alpha dalam sekali tatap.

Dia bukan mate Chiko. Anak itu agak lega.

"Enggak, aku mau ke ruangan di ujung," kata Chiko mencoba berdiri tegak menghiraukan tubuhnya yang lemas.

"Ruangan ujung? Tapi itu ruanganku," Chiko langsung nyengir garing. Senyum tergaring sepanjang hidupnya. Dia menatap wajah pria di depannya lagi yang tetap tersenyum lembut. Chiko yakin pernah melihat pria ini di televisi, apa dia artis?

"O, Oh, ya sudah, berarti ruangan sebelahnya, sudah dulu ya," Chiko harus pergi sebelum pria ini curiga.

"Kamu siswa sekolah yang sedang menginap di hotel kan? Aku lihat mobil kalian masuk tadi, rombonganmu masih di lobi sepertinya," kata pria itu.

"Bukan Mas, salah orang," Chiko mengelak bersamaan dengan tengkuknya meregang sakit. Ngilu parah karena tidak kunjung bertemu mate. Ngilu karena justru dia bertemu alpha lain.

"Sepertinya kamu sedang kesakitan, butuh bantuan?" pria itu perhatian. Chiko menatap jengah, kepo banget demi apa.

"Apa kamu bawa obat? Atau ayo akan aku antar ke rombonganmu," pria itu berniat baik tetapi Chiko terus-menerus menggeleng. Dia lalu melepaskan tangan pria itu di lengannya kemudian pergi tanpa kata.

Jayanara Joko menatap pemuda omega di depannya kecewa. Dia manis sekali untuk ukuran laki-laki. Ingin sekali mengenal lebih jauh tetapi omega itu bersikap defensif. Lain kali akan dia ajak berkenalan. Nara kemudian berlalu pergi memasuki lift.

Chiko kembali melangkah lalu dia melihat salah satu ruangan kamar dengan pintu setengah terbuka. Dia menatap kesempatan itu bagai emas lalu masuk ke sana. Entah ruangan siapa yang penting dia selamat dulu malam ini.

Begitu Chiko memasuki ruangan dia disambut gelap temaram. Ruangan itu adalah ruangan kerja yang sangat luas. Pencahayaan yang remang membuat Chiko sulit meneliti barang-barang disekitarnya. Namun dari guci, meja, lukisan yang mahal membuat dia paham bahwa ruangan ini mungkin milik petinggi hotel ini.

Namun siapa peduli kali ini Chiko akan bersembunyi di sini.

Anak itu menatap sebuah lukisan yang terpajang di dinding. Lukisan seorang pria paruh baya dengan perut buncit garis wajah ramah tersenyum. Chiko mengangguk permisi padanya

Masih tertatih anak itu berjalan menuju meja kerja yang tampak megah. Di atas meja itu terdapat tag nama bertuliskan 'Daniel Adi Nugroho' sebagai 'General Manager'.

Mungkin lukisan yang dipajang tadi adalah Pak Daniel batin Chiko.

"Maaf permisi saya punten pinjem ruangannya nggih Pak Daniel semalam saja," Chiko yang gablek malah sungkem di depan meja kebesaran itu.

Selanjutnya anak itu kembali menjelajahi ruangan yang nampak sepi tanpa kehadiran orang. Sama sekali tidak ada orang di sini. Ceroboh sekali Pak Daniel itu meninggalkan ruangannya terbuka. Ya maklum Pak Daniel sudah tua, mungkin pikun.

Di sisi lain ruangan Chiko menemukan pintu kamar. Beruntungnya dia ketika memegang handle, pintu itu terbuka tidak dikunci. Chiko sudah nyengir, kenapa semuanya terlihat sangat mudah?

Dia akan bersembunyi di sini sampai pagi. Matenya tidak mungkin masuk ke sini karena ruangan ini milik petinggi Hotel. Dia akan mundur teratur. Berdoa saja Pak Daniel siapalah itu tidak pulang ke hotel. Nginep aja Pak di rumah kelon sama istri.

Chiko menutup pintu kamar lalu segera ambruk di ranjang besar kamar itu. Dia sangat lelah karena feromonnya terus keluar tanpa henti entah sampai kapan dan tengkuknya masih sangat panas.

Krekk

Mendengar pintu terbuka Chiko kaget segera bangun dari rebahan. Matanya melotot mulutnya melongo.

🦴

Dukung author dengan vote 🥺 terimakasih

29 Januari 2022

Mate: Daniel and Chiko [1] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang