Aku terlalu mencintaimu. Hingga yang kurasakan hanyalah kebencian. Tadinya aku merelakan kau pergi. Ternyata mustahil. Kalau aku tak bisa memilikimu, yang lain pun tidak.
***
Oktober 2014.
"Ris, Aris, bangun!" Lea mengguncangkan tubuh Aris yang sedang berbaring di atas sofa. Aris sedang mengigau. Mimpi buruk, pasti. "Aris!" Lea mengguncang lebih keras.
"Chika!" Aris berteriak seakan terkejut, dia akhirnya terbangun.
"Sadar, Aris! Kamu cuma mimpi buruk," kata Lea mencoba menenangkan kekasihnya itu.
"Mimpi itu... terasa nyata, Lea. Bahkan setelah satu tahun kematian Chika. Aku merasa bersalah padanya," Aris menggigil ketakutan.
"Kenapa? Semua yang terjadi bukan salahmu, Sayang..." Lea memeluk Aris, berusaha menenangkannya.
***
Malam harinya, di balkon kamar Aris, di lantai lima belas. Terlihat sosok laki-laki muda dengan seorang gadis cantik. Rambutnya hitam bergelombang dan panjang. Gadis itu mengenakan gaun tidur berwarna putih. Cahaya purnama menyinari wajah mereka sehingga keduanya terlihat pucat.
Aris, sosok laki-laki tersebut, memandang penuh damba pada gadis di depannya.
"Ternyata aku masih mencintaimu. Sangat. Maaf aku bodoh meninggalkanmu waktu itu. Maaf sudah membiarkanmu sendiri di sana." bisik Aris pada gadis itu, yang hanya tersenyum sedih mendengar perkataan Aris. "Sekarang, tidak ada lagi yang memisahkan kita, Chika..."
***
Aku terlalu mencintaimu. Hingga yang kurasakan hanyalah kebencian. Tadinya aku merelakan kau pergi. Ternyata mustahil. Kalau aku tak bisa memilikimu, yang lain pun tidak.
***
Maret 2013.
-Lea-
Kami, aku dan Chika, lahir dari rahim yang sama. Rupa dan sifat kami tak jauh berbeda. Aku yang ceria, Chika yang baik hati. Kami sama-sama menjadi primadona di mana pun kami berada. Sejak kecil hingga kami duduk di bangku perkuliahan. Bukankah kita selalu bermain bersama?
Aku mencintaimu sejak masih mengenakan seragam biru putih. Aku jatuh padamu, Ris. Namun, kamu biarkan hatimu tertangkap oleh Chika. Apa yang kau lihat dalam diri Chika, yang tidak ada padaku? Kenapa bukan aku?
Aku terlalu mencintaimu. Hingga yang kurasakan hanyalah kebencian. Tadinya aku merelakan kau pergi. Ternyata mustahil. Kalau aku tak bisa memilikimu, Chika pun tidak.
Tapi... kehilangan dia ternyata membuat separuh jiwaku lenyap. Apa aku menyesal? Tidak boleh. Bukankah dengan begini Aris akan melihatku?
***
-Aris-
Hari ini seharusnya menjadi perayaan kita yang kelima. Bukannya menjadi hari di mana aku kehilangan separuh napasku. Hari ini seharusnya kau tidak terbaring di tempat dingin yang tak terjangkau olehku. Harusnya aku saja. Kemarin seharusnya aku tidak membiarkanmu pergi selepas hujan reda. Harusnya aku memelukmu dan menenangkanmu. Kemarin malam seharusnya kita tidak bertengkar. Harusnya aku...
Ah, apa gunanya aku berandai-andai sekarang ini? Menyesali semuanya. Tidak seharusnya begini. Aku terlalu mencintaimu. Hingga yang kurasakan hanyalah kebencian. Tadinya aku merelakan kau pergi. Ternyata mustahil. Kalau aku tak bisa memilikimu, secepatnya aku akan menyusulmu.
***
Lea mendengar pertengkaran Chika dan Aris di kamar sebelah. Ya, mereka tinggal di satu apartemen yang sama. Hanya saja Chika sering berkunjung ke kamar Aris, lebih sering dibandingkan Lea. Wajar saja, mereka berpacaran sejak kelulusan SMP. Ketika mereka bertiga diterima di sekolah yang sama, mereka memutuskan untuk tinggal jauh dari orang tua, belajar mandiri. Kedua orang tua mereka tidak keberatan, toh mereka sendiri memang bersahabat sejak kuliah.
Di luar hujan deras, namun Lea masih bisa mendengar adik kembarnya bertengkar dengan laki-laki yang dicintainya dalam diam selama delapan tahun terakhir. Lea menyesap coklat panasnya sembari menatap ke bawah, ke arah parkiran di mana mobil Chika di parkir. Besok Aris akan membawa mobil itu ke bengkel langganannya. Rencananya seharusnya berhasil...
***
Keesokan paginya, di pemakaman.
Lea tergugu, jantungnya seakan berhenti berdetak. Napasnya seolah direnggut paksa dari paru-parunya. Sebagian jiwanya lenyap entah ke mana. Aris di sampingnya menangis dalam diam. Orang-orang di sekitarnya entah mengatakan apa. Mencoba memberinya kekuatan lewat kata-kata, mungkin. Entahlah. Telinganya sedang menulikan diri dari sekitar.
Lea dan Aris terduduk berdua di depan makam Chika. Dia mengalami kecelakaan semalam. Saat bertengkar dengan Aris, ternyata Chika mencoba menenangkan diri dengan berkendara menaiki mobilnya saat tengah malam. Sialnya, di jalan menurun dan licin, Chika kehilangan kendali atas mobilnya. Rem mobilnya tidak berfungsi dengan baik. Yah, padahal seharusnya siang ini Aris yang mengendarai mobil itu ke bengkel untuk servis bulanan. Tapi, takdir berkehendak lain.
"Kenapa Chika, Ris?" Lea berbisik dengan getir. Aris masih menangis dalam diam. Dia memeluk Lea sekarang.
"Maafkan aku tidak sanggup menjaga Chika." kata Aris menahan isak.
***
Tak apalah. Aku akan membuatnya bergantung padaku, dia terlalu rapuh setelah kehilanganmu. Maafkan aku, Chika. Ternyata aku terlalu mencintai Aris. Aku mencintainya bahkan dengan segenap benciku.
Tapi purnama ini seolah mengejekku. Malam ini aku kembali kehilangan. Setelah setahun bersama, ternyata aku masih tidak bisa merangkum hati Aris untukku.
Aku terlalu mencintai Aris, sedangkan dia terlalu mencintaimu, Chika. Aku terlalu mencintainya hingga yang kurasakan hanyalah kebencian. Tadinya aku merelakan semuanya. Ternyata mustahil. Kalau aku tak bisa memiliki dia, yang lain pun tidak. Karena aku benar-benar tidak bisa memilikinya. Akankah, seandainya kita terlahir kembali, lingkaran setan ini pun terulang kembali? Aku lelah, Chika. Setiap kita bertemu, selalu saja terputar siklus yang sama. Apa ini hukuman untukku karena dulu... juga melakukan hal yang sama seperti sekarang?
***
Pemakaman Aris, Oktober 2014.
"Aku tahu kau begitu mencintai Chika. Tapi, apa kau tak bisa melihatku sebagai penggantinya? Kenapa, Ris?" batin Lea, "Padahal aku sudah membunuh Chika demi mendapatkanmu. Kau membuat semua usaha, bahkan rasa bersalahku menjadi sia-sia."

KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Lust
Short StoryBuku ini dibuat untuk bersenang-senang. Bacalah buku ini dengan hati senang. Catatan: aku bukan manusia rajin yang aktif berkarya. Catatan (2): kuusahakan untuk mengumpulkan apa yang pernah kutulis sebelumnya. Catatan (3): akan diusahakan menambahka...