Au Revoir [April 2017]

28 3 7
                                    

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 1 pagi, di salah satu sudut kota terlihat masih ada sedikit kehidupan. Salah satunya café Z. Dante, sang pemilik sekaligus chef, membersihkan ruang makan dan dapurnya. Menggunakan banyak desinfektan dan pewangi. Malam ini, dia sudah bekerja hingga lelah. Dan rasanya, cukup seimbang dengan bahagia yang baru dia dapatkan.

Dante duduk di salah satu meja, menikmati mojito segar buatannya sendiri. Menggunakan rum putih, air soda, mint dan beberapa tambahan lainnya. Menyegarkan, tapi tidak begitu memabukkan. Dante memang tidak suka minum alkohol sampai hilang sadar. Cukup menghangatkan. Sekarang, dia merasa butuh penyegaran dan jatuh pilihannya pada mojito yang khas dengan daun mint.

Mint, mengingatkannya pada perempuan yang membuatnya jatuh hati. Hampir tergila-gila. Mereka sudah saling mengenal selama tiga belas bulan. Bahkan, perempuan itu sudah dia bawa ke rumah miliknya di pedesaan. Memiliki kebun yang luas, dekat dengan pantai. Dia ingat, gadisnya begitu menyukai matahari terbit di sana, ditemani debur ombak dan wangi lautan. "Romantis," katanya saat pertama kali tiba di sana. Namun, dia ingat Mint datang saat café tutup tadi. Mereka bertengkar. Dante berniat membawa gadisnya ke rumah nanti, ketika matahari terbit. Semoga Mint mau memaafkannya.

Aroma daging segar yang baru selesai digiling menguar dari dapur, menemani pikiran Dante melayang ke beberapa jam lalu.

***

"Kamu mau memasak apa, Mint?" tanya Dante saat membukakan pintu untuk Mint, menyambut kedatangannya.

"Memasak malam agar matang, biar pagi tidak segera menjelang. Sedangkan rinduku mendesak minta dibebaskan," jawab Mint, menjatuhkan diri ke pelukan Dante dan mengecup bibirnya sekejap. Dante terkekeh. Gadisnya ini sangat menggemari buku-buku sastra, namun tidak ingin menulis untuk diterbitkan di mana pun, apalagi menjadi terkenal. Pernah dia tanya mengapa, dan Mint hanya tersenyum sembari menjawab, "cukuplah anak-anakku nanti yang membaca tulisanku, Dan. Juga keturunan mereka. Aku menulis hanya untuk melepaskan huruf-huruf yang berlarian dalam kepalaku." Padahal menurut Dante, Mint sangat berbakat dalam merangkai kata. Akhirnya, Mint hanya membantu Dante membuat buku resep minuman racikannya. Tanpa mau namanya dicantumkan sebagai penulis dan editornya.

"Aku ragu kamu akan memasak malam ini," ledek Dante.

"Jangan salah, Honey. Aku pintar memasak kalau sekadar untuk membuatmu jatuh hati. Juga untuk meyakinkan ibumu bahwa anaknya berada di tangan perempuan yang tepat." Mint tersenyum, manis. Melelehkan hati. Menyegarkan Dante yang seharian menghadapi panasnya situasi dapur.

"Aku menyayangimu, Mint. Sepertinya aku akan sanggup mengacungkan pisau dagingku pada siapa pun yang berani merebutmu,"

"Kalau begitu, buktikan kalau kamu memang lelaki yang pantas memenangkan aku, Dante. Aku, perempuan yang siap menjanjikan seluruh hidupku pada siapapun yang sanggup memiliki."

"Aku percaya," sahut Dante sembari menyajikan sup bawang panas di depannya. Soupe a l'oignon, kesukaan Mint. Sup ini dibuat dengan merebus kuah kaldu sapi kental yang dicampur potongan bawang putih, disajikan dengan suiran daging ayam dan parutan keju di atasnya untuk menambah cita rasa. Sang koki menambahkan potongan daun mint sebagai garnish. Sedangkan untuk dirinya sendiri, Dante menyiapkan Coq au Vin: masakan khas Perancis yang terbuat dari kaki ayam dan dimasak bersama anggur merah dalam waktu cukup lama, sehingga rasanya menjadi enak dan tekstur dagingnya sangat lembut. Untuk minumnya, Dante menyiapkan Barbera, jenis anggur merah yang tidak begitu berat di mulut dan 'food friendly' yang bahkan cocok dengan saus tomat. Rasa dan teksturnya mirip dengan Merlot, namun lebih elegan.

"Kamu tahu," mulai Mint. "Aku tidak menyukai namaku."

"Kenapa?"

"Mint hanya pemanis, garnish."

Forbidden LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang