Aku tidak pintar mengumbar ratusan kata, apalagi menuliskannya. Namun, aku terpaksa termangu di sini, sendiri. Untuk melepaskanmu, yang kusayangi.
Kita sudah bersama selama ... satu setengah tahun? Empat ratus dua puluh satu hari, tiga jam dua lima menit dan empat puluh detik, tepatnya. Kenapa begitu detil? Wajar saja, Sayang. Aku menyukai setiap menit kebersamaan kita dan selalu kuhitung tiap detiknya secara tepat. Di sini, di catatan kecilku. Sudah satu tahun lebih kita bersama dan baik-baik saja, mencoba bahagia dan baik-baik saja. Semua jelas baik-baik saja sampai ... sampai mereka memutuskan bahwa aku tak lagi baik untukmu.
Aku masih mengingat pertama kali kau jumpai aku pada malam itu. Lentik jemarimu lembut menyentuhku. Mengusapku. Aku telah hinggap dengan nyaman di dadamu yang kenyal. Menyamankan diri. Percayalah, itu hal yang paling menenangkan di sepanjang hidupku. Kalau diberikan waktu yang cukup, mungkin aku sanggup membuat beberapa puisi, atau mungkin juga haiku, atau mungkin soneta tentang dada ranummu yang indahnya paripurna.
Oke, mari kita kesampingkan pembicaraan tentang dada ini. Meski aku tidak akan menolak merasakan kembali jemari lembutnya padaku, di dadanya.
Tadi aku sedang membicarakan apa? Oh iya, segala baik-baik saja hingga negara api menyerang. Aku tak habis pikir, orang-orang bangsat itu tadinya tak pernah mempermasalahkan keberadaanku di sisimu. Kau juga tak pernah keberatan tentang aku yang begitu jatuh cinta padamu.
Kenapa setelah empat ratus dua puluh satu hari, tiga jam dua lima menit dan empat puluh detik, yang kita lalui dengan baik-baik saja, yang kita lalui tanpa ada kendala berarti—selain aku yang mencoba menahan hasrat ketika menatap tubuh telanjangmu—semuanya jadi berubah? Sekarang, waktuku bersamamu hanya tinggal satu jam saja. Oh, justru malah tinggal lima puluh tujuh menit.
Pukul empat sore nanti, mereka akan melakukan segala cara yang menurut mereka terbaik, untuk memisahkan kita.
Kenapa, Kayla?
Kupikir besarnya cintaku bisa memuaskanmu. Kenapa kau malah lebih percaya orang-orang berseragam itu? Kenapa kau lebih menuruti keluargamu? Apakah kebersamaan kita tiada artinya? Apakah sentuhan-sentuhanmu itu tak ada artinya? Menunjukkan bagian-bagianmu yang sensitif di depanku, apakah tak ada artinya bagimu?
Atau karena aku menjadi terlampau besar bagimu, hingga kau tak sanggup menanganinya? Kupikir, kau suka dengan segala yang berukuran besar. Ranjangmu, cermin di kamar mandimu, boneka-bonekamu. Semuanya berukuran besar, kan? Bahkan ketika kau ... aku tahu, kau seringkali membayangkan atlet bulutangkis yang sering dibicarakan di media sosial, kau membayangkan dia begitu besar berdiri tegap di hadapanmu, kan?
Aih, maafkan aku yang mengacau. Aku sedang begitu kacau. Aku lemah. Aku rapuh. Aku tak siap untuk dipisahkan paksa denganmu. Kau pun tak segan mengiyakan permintaan mereka untuk membuangku dari hidupmu.
Kenapa, Kayla? Apa yang tak kausuka dariku? Apa yang harus kulakukan untuk bisa mempertahankan posisiku di sisimu? Apa yang harus kukatakan pada mereka? Tolonglah, Kayla. Jangan sekejam ini padaku.
Aku mencintaimu. Sungguh.
Apa pun itu, apakah memang sudah tak bisa diperbaiki? Apakah kita memang sudah tak bisa diperbaiki? Tak adakah yang bisa kulakukan untuk membuatmu menahanku?
Sial, aku termenung terlalu lama. Sisa lima belas menit sebelum kau masuk ke babak baru, tanpaku. Sudahkah kita harus memulai babak baru itu, Kay? Haruskah aku mengalah dan menyerah demi kebaikanmu?
Demi Tuhan, Kay. Aku memang akan melakukan apa pun untukmu. Untuk kebaikanmu. Bahkan sekalipun itu artinya aku harus memisahkan diri denganmu. Bahkan jika itu artinya aku harus mati demi kau. Tapi, apa ini tidak terlampau tergesa-gesa, Kay?
Aku masih ingat, seminggu lalu, ketika si bangsat itu mengatakan ... tumor jinak di dadamu harus diangkat, karena tak juga menghilang. Karena tak lagi jinak.
Aku, harus kau buang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Lust
Short StoryBuku ini dibuat untuk bersenang-senang. Bacalah buku ini dengan hati senang. Catatan: aku bukan manusia rajin yang aktif berkarya. Catatan (2): kuusahakan untuk mengumpulkan apa yang pernah kutulis sebelumnya. Catatan (3): akan diusahakan menambahka...