5. Serendipity

271 36 19
                                    

Galaksi yang paling memahami mengapa Lasi enggan bertemu kawan-kawannya. Ia sedikit lega mengetahui Lasi tak terlalu ketakutan bersama Saga, mungkin karena laki-laki itu sudah seperti Kakak bagi putrinya.

Saga laki-laki yang lembut, kalau dari cerita-cerita Lasi, saga sangat penyayang. Dimulai dari Saga, lasi memberanikan diri untuk menemui kawan lainnya. Jadilah malam ini rumahnya ramai oleh teman-teman sekolah Lasi.

Satu hal yang Galaksi tekankan, Alta dan kawan-kawannya tidak boleh menemui Lasi, bahkan Biru yang merupakan pacar anak pertamanya turut ia larang. Galaksi masih belum bisa mempercayai mereka setelah apa yang terjadi.

Meski Alta sudah menghubunginya dan meminta izin, galaksi tak berbaik hati. Dia juga mulai cemas karena sempat mendapati Alta didepan rumahnya malam-malam. Anak itu hanya duduk diatas motornya memandangi kamar Lasi berada.

Dia tau persis, Alta masih tak bisa melepaskan Lasi seutuhnya. Entah apa yang dipikirkan pria itu. Galaksi memijat pelipisnya, dia kebingungan. Antara kasihan dan tak percaya, tatapan Alta malam itu sungguh membuat dadanya mencelus.

"Hah?! Pian jadi Tentara?!" pekik Lasi mendengar cerita Prisci. "Kok bisa?! Kan dia cita-citanya menguasai dunia kek gue?! Bisa-bisanya dia berbelok pengen ngelindungin dunia?! Gue jadi penjahat sendiri nih?"

Prisci memutar bola matanya jengah, tadinya ia pikir Lasi akan sedikit berubah. Tapi melihat gelagat dan cara pikirnya akan sesuatu, tidak ada yang beda dari gadis itu. "Kesintingan lo nggak pudar-pudar ya, la. Makin menjadi aja gilanya, heran gue!"

Netta mengalungkan lengannya dari samping ke leher Lasi, kemudian cekikikan. Tawanya sedikit hilang ketika bersitatap dengan Lasi, mata Netta melotot sejadi-jadinya dan mencengkeram leher Lasi kuat. "Gue nggak peduli sama otak lo yang kopong ini. Gue perlu penjelasan tentang semuanya!"

Lasi meringis-ringis, melirik Saga penuh permohonan. Saga yang memang sudah mengetahui alasan kepergian Lasi menghela nafas dan angkat tangan.

Prisci turut maju, memberi intimidasi pada Lasi. Dia sama kesalnya dengan Netta. "Iya, bener. Lo kenapa pergi nggak pamit dulu! Udah gitu nggak pernah ngasih kabar?!"

"Eh, pris. Warna lipstik lo bagus, beli dimana?" Lasi mencoba mengalihkan perhatian. "Oh iya, net. Tadi gue liat Irvin, dia pake jas snelli."

Prisci yang memang gampang banget terpengaruh langsung berbinar dan memberikan Lasi link tempat pembelian lipstiknya. "Bagus-bagus, la. Warnanya natural. Nih liat, harganya juga terjangkau."

Sementara Netta menepuk jidatnya jengah, kemudian menyerah. Saga juga sudah memintanya untuk tak memaksa Lasi, ada sesuatu yang tak bisa diceritakan gadis itu dan Netta dipaksa untuk mengerti meski kepo sekali.

Pembahasan mereka berlangsung lama. Sampai Lasi menyikut lengan Saga. "Cewek lo siapa, sekarang? Netta mah jelas masih kepelet Irvin. Prisci juga nunggu Pian. Nah, elo?"

Saga menyeringai. "Jangan kaget ya, la." ucapan Saga semakin membuat Lasi kepo. "Gue sama Eve."

"Hah?" Lasi melongo. "Siapa?"

Netta berdecak. "Everest, la. Cewek aneh yang bisa baca pikiran! Temennya Erra."

"Oh! Penyihir!" seru Lasi. "Ih! Kok bisa, ga?"

Saga mendengus. "Bisalah! Elo sih menghilang."

Lasi terkekeh, memakan kacang goreng yang sejak tadi toplesnya dia peluk. "Si Bima gimana sekarang, net?"

"Kok nanya ke gue?!" sembur Netta, terbelakak.

"Kan elo mantannya."

"Si anjing!" Netta mengumpat tanpa filter. "Kata Irvin dia bakal ke US sih, nyusul Erra."

RAUNG ( SON OF KALAMANTANA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang