8. Jakarta Kota Luka

275 44 15
                                    

Raung menerima email dari salah satu orang kepercayaannya di Jakarta, namanya Nara. Isinya mengenai hari ulang tahun Kakeknya, Mahakam Tenrisau.

Kemungkinan kepulangannya akan dipercepat. Mahakam sendiri sudah menelpon-nya, berharap besar Raung akan pulang dan turut merayakan hari pentingnya.

Sedikit mengancam dengan taruhan kesehatan, Mahakam berhasil membuat Raung takluk. Kakeknya itu selalu menang jika soal perdebatan.

Baji dan Dae meringis ketika Raung asik bermain dengan Moonstar, anak Gajah yang mulai membaik. Mereka tahu jika Raung enggan kembali ke Jakarta, apalagi mengunjungi keluarga Tenrisau.

Relawan yang Zanna minta dari pusat The Hope sudah berdatangan. Beberapa perempuan yang baru bertemu Raung sangat menyebalkan. Mereka terpaku dan berusaha keras mengambil atensi Raung.

Ngeselin deh melihat mereka capek-capek caper, dilirik Raung pun tidak!

"Rau, udah waktunya berangkat."

Teriakan Baji disambut lirikan tajam oleh Raung. Lelaki itu mengelus kepala Gajah dan berpamitan. "Bilang pada semua penghuni hutan, tolong jangan terluka ketika aku pergi."

Moonstar menatap Raung, lalu belalainya membelit tangan sang lelaki dengan erat. Kepalanya kemudian mengangguk-angguk, seolah paham dengan perkataan Raung.

Zanna melirik Raung yang memasuki rumah, anak-anak relawan baru turut melepas Raung. Zanna meneguk ludah ketika Raung memanggilnya dengan gerakan jari.

"Gu-gue?"

"Iya."

Zanna menghampiri Raung setelah pria itu menyangkutkan tas ransel besarnya. Tubuhnya membeku seketika mendapati sebuah dekapan hangat dari Raung. Lelaki yang begitu dingin padanya itu memeluknya erat seraya berbisik.

"Jangan terluka ketika nggak ada gue, nurut sama Baji dan Dae. Lo adik perempuan kita satu-satunya."

Hampir saja air mata Zanna jatuh, dia tak menyangka jika Raung selama ini turut perhatian dan menyayanginya layaknya seorang adik.

Baji terkekeh melihat wajah memerah Zanna. Dae bahkan langsung meledek perempuan yang jarang sekali merona-rona itu.

"Hati-hati, ya. Kita bakal nyusul secepatnya kok!" ucap Zanna, diliputi bahagia.

Raung tersenyum tipis, mengusak rambut Zanna sebelum mengikuti Dae menaiki perahu sederhana. Baji menghidupkan perahu dan terkejut melihat seekor ular ungu gelap melintas di dekat mereka.

"Rau, lihat!" tunjuk Dae, kagum. "Wih, gede banget."

Alis Raung naik, tanpa rasa takut dia mengulurkan tangannya sesaat ular tersebut mencoba mendekati perahu yang berjalan. Ketika tangannya menyentuh badan ular, tato di leher Raung menyala-namun tidak ada yang menyadari-lirikan mata ular itu terpaku pada Raung.

"Anak rimba, jangan takut."

Raung tersentak, terheran dengan suara lain di kepalanya. Ia yakin betul ular tersebut berbicara padanya, namun logikanya menolak keras.

Dengan gundah, Raung melepaskan tangannya. Ular tersebut menyelam dan menghilang, nyala di leher Raung pun meredup.

"Kenapa, Rau?" tanya Baji, sebab Raung tiba-tiba terdiam bisu.

Kepala Raung menggeleng kecil, ia lanjut berbincang bersama Dae mengenai rencana mereka. Besar kemungkinan ketiga kawannya itu akan menyusul satu Minggu kemudian.

"Gue udah berkomunikasi sama orangnya Rama mengenai tempat tinggal. Baji setuju kita stay di asrama dalam kebun binatang untuk bisa ngawasin hewan-hewan itu. Kalau lo mau tinggal bareng sama keluarga Tenrisau, nggak masalah."

RAUNG ( SON OF KALAMANTANA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang