17. Tahta Tenrisau

244 34 11
                                    

Brengsek!

Harusnya Raung tak begitu percaya diri untuk mengikuti pertemuan keluarga Tenrisau. Entah mengapa, sejak Raung tiba lantas ikut duduk bersama, firasatnya tidak enak.

Beberapa pasang mata yang sejak dulu begitu mengantisipasinya tampak terkejut sekaligus kesal, tatapan mereka menyimpan kebencian dan dendam.

Sofia tersenyum tipis, satu tangannya menggenggam Raung. Dan tangan lainnya memegang lengan Jenggala melihat kedua putranya tampak ingin sekali pergi dari sana.

Aula besar yang menjadi tempat makan malam sekaligus rapat itu mulai tegang usai Mahakam mulai membuka topik mengenai kinerja anak cucunya setelah makan.

Mereka berjejer di sebuah meja panjang putih dengan kursi-kursi berwarna senada. Mahakam duduk sendirian di ujung tengah. Sementara anak cucunya menempati kursi di samping. Yang paling dekat dengan Mahakam adalah anak-anaknya dan cucu pertamanya, Bahtera Singa Tenrisau.

Raung dan Jenggala duduk bersisian mengapit Sofia di paling belakang, sebab Balawa duduk di barisan depan bersama kakak dan adiknya.

"Apa semua cucuku datang?" suara berat pemimpin keluarga itu mengalun.

"Anakku Jati dan Sazela tak dapat hadir Ayah. Sazela sedang mengikuti fashion week di Paris." anak ketiga laki-laki Mahakam membuka suara, Zkala namanya.

"Jati sendiri saat ini belum selesai rapat di parlemen." Zkala tersenyum penuh kebanggaan. "Hanya Gili saja yang bisa hadir."

Mahakam lantas mencari cucunya itu, usai menemukannya Mahakam dengan tenang bertanya. "Gili, bagaimana pekerjaanmu?"

"Semua baik, Kakek. Memang sedikit ada masalah, tetapi Kak Bahtera membantuku menyelesaikannya."

Bahtera itu cucu pertama Mahakam dari anak laki-laki pertamanya, Gumantar. Dia berbeda dengan saudaranya bahkan ayahnya sendiri. Bahtera sangat kompeten dan adil. Sifat dan sikapnya persis Mahakam. Dan dia pula tak pernah keberatan dengan kehadiran Raung.

"Lalu siapa lagi yang tak hadir?"

Anak terakhir Mahakam, putri satu-satunya itu kemudian membuka suara. "Ketiga putriku tidak dapat hadir, Ayah. Hanya putra tetuaku yang bisa."

Mahakam mengerutkan dahi. "Lagi?"

Maura tersenyum salah tingkah. "Iya, mereka tak bisa meninggalkan pekerjaan mereka. Vivian sedang mengurus pergelaran fashion week bersama Sazela, dia harus ada di sana sebagai designer. Sedangkan Jessie tengah mengurus clientnya untuk banding di pengadilan, itu tak bisa diganggu gugat. Dira sendiri Ayah tugaskan untuk memegang anak perusahaan di Australia. Tolong maklumi mereka, Ayah."

Mahakam mengangguk. "Mana anak laki-lakimu?"

"Aku di sini, kakek." Derawan menyahut sopan.

"Oh, astaga. Maafkan Kakek nak, mata Kakek sudah mulai rabun." Mahakam menyipitkan matanya ke arah sang cucu.

Dengan kekehan kecil, Derawan menggeleng paham.

"Tidak ada kesulitan saat kau terbang kan, nak?"

"Sejauh ini tidak, Kakek. Semoga saja tidak."

Mahakam mengangguk. "Selain jadi pilot, kau juga mengurus bisnis maskapai penerbangan kita kan nak? Jaga kesehatanmu."

"Terimakasih, Kakek."

Kemudian Mahakam tersenyum penuh arti. Melirik putra keduanya, Balawa dengan lekat. "Lantas, Balawa. Apa anak-anakmu lengkap?"

Semua pasang mata menatap wajah Mahakam, mencari maksud tersembunyi yang hendak Mahakam sampaikan malam ini.

RAUNG ( SON OF KALAMANTANA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang