13. Amukan Kalamantana Kembali

390 36 12
                                    

Sebagai acara penyambutan tim Raung, Rama secara pribadi mengajak mereka makan malam di sebuah restoran mewah Ibukota. Lasi sendiri yang memutuskan tempatnya.

Dan sekarang ini, ia tengah menunggu perempuan itu bersolek. Rama melirik rumah di depannya kemudian isi kepalanya mulai riuh. Entah mengapa, ia merasa apa yang dilakukannya ini salah. Rasa tak nyaman itu bergemuruh dalam dada.

"Gue nggak lagi selingkuh kok." kata Rama, menghela. "Kenapa gue ngerasa bersalah sama Raung ya?"

Bekerja bersama Lasi bagi Rama tak hanya benar-benar melakukan sesuatu secara profesional, tetapi ada kesempatan sekaligus harapan besar untuk mendekati Lasi jauh lebih dalam.

Hanya masa lalu mengenai Lasi dan juga sahabat baiknya yang menjadi penghalang. Rama tahu persis kisah mereka belum benar-benar usai, baik Lasi atau Raung, keduanya terlihat bersekat sekaligus lekat.

Rama meringis mengingat seharian tadi, Raung tampak sangat dingin dengan Lasi. Asing, seolah tak pernah saling bertemu sebelumnya. Meski Lasi sesekali mencuri pandang, tetapi Raung bahkan menganggapnya tidak ada.

Kepala Rama sedikit pening, nasib proyek-nya tergantung pada kinerja mereka semua. Tetapi, bagaimana hal tersebut bisa berjalan baik jika sesama pekerjanya bahkan tak saling pandang? Astaga!

Tok! Tok!

Rama menoleh ke samping sembari menurunkan kaca jendela. Raut wajah Lasi terlihat, perempuan itu tampak jauh lebih baik.

Tanpa banyak bicara, Lasi memutari mobil, kemudian duduk di samping Rama. Ia berani demikian sebab Rama sudah membolehkannya untuk duduk di kursi depan tanpa sungkan.

"Udah bisa bikin alis sekarang?"

Pertanyaan Rama dibalas dengus oleh Lasi. Gadis itu agak meringis kala menutup pintu, lantas menatap Rama agak jengkel.

"Waktu gue tinggal di luar negeri, Papa sering ngajak gue ke acara besar. Mau nggak mau gue belajar bersolek deh. Untung ada adiknya Zaz yang pinter make up. Gimana, alis gue nggak miring sebelah kan?"

"Otak lo yang miring." sahut Rama sambil menghidupkan mesin mobil.

"Kampret!"

Rama terkekeh, senang membuat Lasi menjadi jauh lebih rileks. Sebelum ia menjemput, perempuan itu sangat tertekan. Bahkan Lasi nyaris tak bertingkah usai bertemu dengan Raung. Rama lebih takut kalau Lasi jadi pendiam daripada dia ngereog kayak orang kesurupan.

"Cantik kok." ujar Rama tiba-tiba.

Lasi menoleh cepat, wajahnya bersemu perlahan. Berdehem malu-malu, lantas gadis itu menjawab tanpa melirik Rama. "Iya dong, gue nggak mau kelihatan gembel makan di Ritz-Carlton."

"Masa?" Rama tersenyum. "Nggak mau kelihatan jelek di mata mantan gebetan kali."

"Babi lo, Ram!"

Tawa Rama meledak. "Sumpah, La?"

"Enggak, setan. Gue begini tuh supaya nggak malu-maluin lo." ketus Lasi, lalu membuang muka. "Ya... sedikit mau pamer juga, emang dia doang yang makin ganteng."

Rama terdiam menatap jalan, tangannya mencengkram erat setir mobil sembari terus mempertahankan fokus.

"Jangan sampe naksir lagi lho, La."

Perkataan itu diucapkan Rama dengan lembut. Tetapi penuh harap yang tegas didalamnya. Tersirat keinginan hatinya yang terdalam.

"Gue nggak rela..." lanjut Rama, dalam diam.

***

"Baru kali ini gue makan di tempat mewah." Dae terpukau kala memasuki lobi utama. "Zan, fotoin gue dong!"

RAUNG ( SON OF KALAMANTANA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang