15. Tak seperti dulu

219 36 12
                                    

Acara makan-makan telah usai, Raung menarik sebungkus rokok dari sakunya. Mengeluarkan sebatang utuh sebelum ia selipkan di antara bibir.

Merogoh-rogoh kantung baju, Raung sedikit berdecak kehilangan korek apinya. Ia melirik Bima dan Rama yang kini menontonnya dengan dahi berlipat. "Punya korek, nggak?"

Rama menggelengkan kepala, dia sudah beralih ke rokok elektrik. Jadi tak pernah membawa korek api lagi.

Bima melempar korek api berwarna hitamnya. Dia hanya diam saja memperhatikan Raung menyulut rokoknya sembari menunduk kecil.

Ketika ujung tembakau itu sudah terbakar, Raung mendangak. Rokok tersebut ia pegang dengan kedua jari, terselip di tengah. Lantas, lelaki itu menghisapnya dalam-dalam sebelum menyemburkan asapnya ke atas.

"Nih, thanks." ujar Raung, masih dengan bibir terselip rokok.

Bima menggeleng melihat korek apinya. "Simpen aja. Oleh-oleh dari gue."

Satu alis Raung naik, lantas mengangguk dan memasukkan korek tersebut dalam sakunya.

"Lo beneran nungguin Geisler?" tanya Rama, keheranannya tak dapat ditutup.

"Hm." Raung mengangguk, melihat jalanan dari depan resto.

"Naik apa?" kali ini Bima yang membuka suara.

Raung menyeringai. Tak lama sebuah suara derung mesin yang telah lama ia rindukan itu menguasai gendang telinga, di belakangnya ada Mercedes hitam yang mengekor.

Motor ninja modifikasi itu berhenti tepat di depan pemiliknya. Seorang lelaki yang wajahnya tertutup helm turun, langsung menghampiri Raung usai menunduk sopan.

"Selamat datang, Raung. Senang melihatmu kembali." sosok itu tersenyum tipis. "Maaf baru sempat menyapa."

Nara, pemuda kepercayaan Raung itu melirik ke belakang. "Sulit mengambil alih motor itu dari pemilik sebelumnya. Aku menurutimu, bersedia membayar berapapun harganya."

Siulan Bima terdengar. Ia tahu persis motor sport itu, mendekat dan melihat-lihat mesin barunya. Bima tampak terpana. "Bukannya ini motor kesayangan yang lo jual demi bertahan hidup itu, Rau?"

Lasi menoleh mendengarnya, setelah sejak tadi tampak diam. Kini ia tertarik untuk mengulik hal-hal lain yang tak ia ketahui selama pergi.

"Gila. Bayar berapa lo buat dapetin jablay ini lagi?" tanya Rama, mengacu pada motor. "Speknya makin bagus, cui!"

Raung tak banyak berkomentar kala mengelus-elus body motornya. Dia berjongkok untuk melihat mesin-mesin. Memastikan jika motor tersebut dalam kondisi yang bagus.

"Aku memodifikasinya sedikit. Kau mau body motornya ke kondisi semula kan?" Nara menepuk-nepuk bagian depan motor. "Dia kembali ke tampilan motormu dahulu, dengan mesin yang lebih baik. Silakan jika mau di tes, motor ini baru keluar dari tempat tidurnya."

Raung kembali berdiri, tampak puas dengan hasil kerja tangan kanannya tersebut. Dia mendekap singkat Nara sebelum mengucapkan terimakasih.

Lasi menatap motor di depannya ini dengan lekat. Ingatan-ingatannya mengenai masa sekolah melintas, Lasi sering menaiki motor ini. Ia bahkan satu-satunya gadis yang pernah dibonceng motor oleh Raung kala itu.

Mengingat ucapan Raung pada Geisler, jangan-jangan lelaki itu mau tes drive bersama perempuan itu?

Kok dadanya terasa sesak?

Nara memberikan sebuah tablet pada Raung. Wajahnya yang kelihatan ramah berubah serius. "Email dari perusahan Tenrisau. Kau diminta hadir untuk rapat bersama direksi utama Tenrisau Group."

RAUNG ( SON OF KALAMANTANA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang