"Nduk ayuk tangi, iki wis awan loh.
Meh tangi jam piro? Perawan kok tangine awan-awan." (Nduk ayo bangun, sudah siang loh. Mau bangun jam berapa? Perawan kok bangunnya siang)Setiap pagi selalu saja suara simbok membangunkan ku, simbok adalah panggilan untuk ibu di daerah ku. Padahal jam masih menunjukkan pukul 5 pagi.
" Iya mbok, wong iseh jam lima kok yo ws ribut". (iya bu, kan masih jam 5 kok sudah ribut)
"Emang awakmu rak mangkat kerjo, ws kono ndang sholat terus adus. Iki dino senen bakalan macet mesti. Nko awakmu malah telat masuk kerjane."(emang kamu ndak berangkat kerja, udah sana cepet sholat dan mandi. Ini hari senin pasti akan macet, nanti malah telat masuk kerja)
Bawel sekali simboku itu, padahal tempat kerjaku tak begitu jauh dari rumah. Setelah selesai sholat dan siap-siap berangkat kerja, aku menyempatkan menyantap makanan yang sudah di siapkan simbok pagi-pagi buta. Simbok cuma masak tumis kangkung dan tempe goreng di tambah dengan nasi hangat yang di masak nya menggunakan dandang (semacam panci besar), walaupun sederhana tapi terasa nikmat bagiku jika tangan Simbok yang memasaknya.
"Mbok, aku mangkat yo!" (Bu, aku berangkat ya!) seru ku sambil mencium tangan keriput itu untuk berpamitan.
"Iyo wis kono ati-ati kerjane." (iya udah sana hati-hati kerjanya) tutur Simbok memberi restu.
Di rumah sederhana itu hanya tinggal aku dan simbok ku. Kedua kakak laki-laki ku sudah menikah dan tinggal di rumah mereka masing-masing. Sebenarnya rumah mereka tidak terlalu jauh dari rumah ku. Aku sebagai anak perempuan satu-satunya diminta untuk menemani simbok.
Pagi ini jalanan begitu ramai, perajalanan yang harusnya bisa di tempuh dalam waktu 20 menit, jika hari senin bisa sampai 40 menit. Begitulah jalanan pantura, selain banyak bus jemputan karyawan, truk-truk besar juga ikut terjebak macet, belum lagi dengan anak-anak sekolah menambah riuhnya jalanan pagi itu. Sesampainya di tempat kerja untung saja aku tidak telat. Setelah absen aku langsung bersiap-siap untuk bekerja. Aku bekerja di kawasan dekat pelabuhan, yang kalau musim hujan tiba, dipastikan banjir. Entahlah sepertinya tak ada penanggulangan untuk banjir ini.
"Mar, istirahat meh maem opo?" (Mar, istirahat mau makan apa?) tanya salah seorang teman kerjaku.
Namaku Maryam, Siti Maryam.
"Emboh lah, bingung aku. Ono sing meh metu rak, aku nitip wae."(gak tau lah, aku bingung. Ada yang mau keluar gak, aku nitip aja).
Biasanya aku makan di luar kantor, karena di kantor ku tidak disediakan makan maupun kantin. Lagian saat itu perutku terasa sakit sekali. Dan setelah di lihat tanggal, ini adalah jadwal haid ku. Dan benar saja, setelah di cek ke kamar mandi, ada darah yang keluar, untung aku selalu membawa pembalut untuk berjaga-jaga. Setelah kembali dari kamar mandi, ternyata teman kantorku sudah keluar semua. Hanya tinggal aku sendirian di dalam kantor.
Tiba-tiba aku mendengar ada suara wanita menangis di dalam ruang penyimpanan."hiks..hikss..hikss"
Tangisannya seperti pilu sekali. Siapa yah batin ku saat itu. Ada sedikit ketakutan juga, karena sudah tidak ada orang di kantor, terus siapa yang nangis. Masa hantu siang-siang gini sih pikirku. Akhirnya aku mencoba mendekati ruang penyimpanan dan membuka pintu. Seketika di buat kaget olehnya, ada seorang perempuan tapi aku tidak jelas melihat wajahnya, hanya saja rambutnya panjang tak terurus dan pakaian yang putih terbang ke atas langit-langit ruangan itu sambil terdengar tawa yang khas seperti kuntilanak.
"hiii... hiii...hhiiiiii..hhiiiiiiiii..."
Tawannya begitu melengking, membuatku seketika langsung lari terbirit-birit menuju pos satpam.
"Ono opo Mar? awan-awan mlayu-mlayu koyo di buru demit wae." (ada apa Mar? siang-siang lari-lari kaya di kejar hantu aja) canda pak satpam.
Dengan nafas tersengal-sengal, aku bercerita dengan pak satpam tentang apa yang kulihat barusan.
" Ono demit pak neng njero kantor!" (ada hantu pak di dalam kantor)
" Lohh.. Iso weruh ta awakmu, kuwi biasane pingin kenalan." (Loh..kamu bisa lihat ya, itu biasanya pingin kenalan) hahahaha.. pak satpam sambil tertawa.
Ini memang bukan pertama kalinya aku melihat hal mistis seperti itu, aku lumayan peka dengan mereka, tapi aku tidak bisa melihat jelas wujud mereka. Kepekaan ini akan menjadi lebih jelas ketika aku haid, seperti sekarang ini bahkan aku bisa melihat wujudnya dan suaranya. Kalau sedang tidak haid aku hanya akan melihat sekelebatan atau hanya bisa merasakan kehadirannya saja.
"Makane kok wani-wani men awak mu dewekan neng njero kantor, Mar? Tapi jane wong kuwi rak bakalan ngganggu kok, cuma yo tetep bakalan wedi yen weruh dekne." (Lagian kok berani-beraninya kamu sendirian di dalam kantor, Mar? Tetapi sebenarnya dia gak bakalan ganggu kok, cuma kalau ngeliat dia pasti tetep takut) Jelas pak satpam yang tak ku hiraukan karena aku sangat ketakutan dan seluruh badanku gemetar.
Akhirnya Dian teman kantor ku datang sambil membawa bungkus plastik hitam.
"Lah ngopo awakmu neng kene Mar?" (Lah ngapain kamu disini Mar?) Tanya Dian kaget.
"Ora popo yan." (tidak apa-apa yan) dengan wajah ketakutan.
"Ya ws ayok maem neng njero wae, nang kene panas." (ya sudah ayok makan di dalem saja, disini panas) keluh Dian.
"Maem kene wae yo yan, jenuh aku neng kantor terus. (makan disini aja ya yan, aku jenuh di kantor terus) Jawab ku berbohong pada Dian, karena dia orangnya sangat penakut. Jika ku ceritakan kejadian tadi pasti dia akan pingsan.
![](https://img.wattpad.com/cover/300058967-288-k96184.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelet Sang Suami (END)
HorrorSepasang muda mudi tengah asik menikmati terbenamnya matahari di tepi pantai. Sang lelaki ingin mengungkapkan perasaannya kala itu, tetapi sang wanita malah memberikan sebuah kertas dengan ukiran tinta emas terbungkus plastik. Itu undangan pernikah...