6. Kehidupan Pernikahan

295 8 0
                                    

Kukuruyukk....

Terdengar suara ayam tetangga berkokok, jam masih menunjukkan pukul 4 pagi. Kulihat sebelah tempat tidurku,
"Sepertinya suamiku tak pulang, atau dia tidur di luar yah? Apa begini malam pertama pengantin yang di idam-idamkan itu? Bukankah harusnya saling bermersaan, bercumbu rayu? Ahh.. Sudah lah" gumamku dalam hati

"Loh nduk ws tangi? (loh nduk udah bangun?) teriak ibuku dari dapur.

" wis kono ngaso wae, rak sah ngrewangi simbok, kancani wae bojo mu." (udah sana istirahat saja, gak usah bantu ibu, temenin suamimu aja) pinta simbok

Sambil merengut kubilang,
" ngancani sopo mbok, wong sing meh di kancani wae rak mlebu kamar" (nemenin siapa bu, orang yang mau di temenin juga gak masuk ke kamar)

"walah, opo rak balik bojomu? Ora di takoni po. Kok nembe nikah ws ngono?" (walah, apa gak pulang suami mu? Apa kamu gak nanyain, kok baru nikah sudah begitu)

Aku cuma menggelengkan kepala. Di telepon dan di wa saja gak ada yang dibalas ataupun diangkat.
Setelah selesai membantu simbok memasak sop ceker, tempe goreng dan sambal, aku bergegas mandi. Sepertinya aku tau dimana suamiku. Untung hari ini aku masih cuti kerja.

Tok. Tok. Tok

Ku ketuk pintu rumah berwarna coklat itu,

"Assalamualaikum bu"

"Walaikumsalam, ehh Maryam. Sini masuk. Nyariin Iwan yah? Itu anaknya masih tidur." jawab seorang wanita tua dengan badan yang di penuhi emas, seperti toko emas berjalan,
Itu adalah ibu mertuaku.

Aku tau, ini sepertinya kurang etis jika aku kesini sendiri mencari suamiku yang baru saja menikahi ku. Tapi apa boleh buat, dia tidak bisa di hubungi.
Sebenernya di sini ada adat ngunduh mantu, tapi aku memang tidak mau melakukannya, menurutku sayang uangnya,bisa buat keperluan yang lain.

Ini kali kedua ku ke rumah suamiku, yang pertama saat di kenalkan kepada ibu dan bapaknya. Yang kedua ini aku sudah menjadi istrinya. Tanpa basa basi aku langsung menuju kamar Iwan. Saat ku buka kamarnya, bau alkohol menyeruak masuk kedalam hidungku.

" Wan, Wan, ayo bangun" ku bangunkan sambil ku goyang-goyangkan badannya.
Tiba-tiba dia langsung menariku, sampai aku terjatuh tepat di atas badannya.
Pagi itu mungkin jadi pagi pertama pengantin, bukan malam pertama.
Setelah selesai pergumulan pagi itu, ku tanya dia,

"kamu kenapa semalem gak pulang ke rumah ku? Gak bisa di wa dan di telepon lagi"

"oh itu, temen-temenku ngajak main. Sampai kemaleman, aku gak enak kalo pulang ke rumahmu. Hp aku lupa di mode diam" jawab Iwan sekenanya.

"Kita tinggal di rumahku aja" pinta Iwan tiba-tiba.

"Loh gak bisa dong, kan kamu tau aku anak terakhir perempuan, simbok ku janda. Aku harus nemenin simbok" jawabku ngotot

Iwan pun gak kalah ngotot, dengan alasan dia anak tunggal, dan dia belum pernah pergi jauh dari orang tuanya. Akhirnya aku mengiyakan permintaan Iwan, entah kenapa aku langsung bisa dengan mudah menyetujuinya.

Sore harinya, Iwan dan aku pergi ke rumahku untuk berpamitan dan mengambil semua keperluan ku.
Simbok terlihat sedih, tapi simbok juga tidak bisa melarang, karena aku sudah menikah dan jadi istri wajib mengikuti suami. Itu yang selalu simbok ajarkan. Sebelum pergi, simbok memberi wejangan-wejangan. Dari bicaranya simbok, aku tahu simbok khawatir, apalagi suamiku begitu dihari pertama pernikahan saja sudah tak pulang. Tapi simbok tak sampai hati mengatakan hal-hal jelek tentang suamiku. Dia hanya berdoa semoga kehidupan Pernikahanku baik-baik saja.
Walaupun rumahku dan rumah suamiku masih satu kota, aku sebenernya tak tega meninggalkan simbok, tapi aku harus mengabdi pada suami, toh kalo kangen kan bisa berkunjung. Pikirkan ku menenangkan hati. Banyak sekali makanan yang di titipkan untuk mertuaku, aku tak tau sejak kapan simbok menyiapkan ini semua, padahal aku memberi kabar kepada simbok sudah siang. Ahh simbok aku sayang simbok.


Pelet Sang Suami (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang