20. Pertemuan

124 8 1
                                    

"Kamu cari apa mas, kok seperti orang bingung?" tanyaku pada Iwan.

"Bukan apa-apa, nanti sore aku mau pergi keluar kota. Mungkin akan menginap beberapa hari, kamu disini saja gak usah kemana-mana apa lagi pulang ke rumah simbokmu!" perintah Iwan

Aku hanya mengangguk mengiyakan saja. Aku juga tidak mau menanyakan kemana dia akan pergi, ah biarkan sajalah. Lagian selama aku jadi istrinya, dia tidak pernah pamit kalo mau pergi jadi aku sudah terbiasa bahkan sudah tidak penasaran lagi kemana dia pergi. Kalaupun dia macam-macam berarti memang sudah nasibku dan ini cobaan rumah tanggaku.

Sore hari selepas Iwan pergi, bapak dan Ibu pulang dengan wajah masam. Sepertinya ada sesuatu saat di toko tadi. Aku tidak berani menegurnya, bapak juga langsung menuju kamar tidur. Sedangkan ibu melampiaskan kemarahannya padaku.

"Iwan kemana Mar?" tanya ibu dengan nada tinggi.

"Kurang tahu bu, tadi hanya pamit mau ke luar kota beberapa hari." jawabku

"Kamu itu jadi istri tidak becus sekali, suami pergi saja kamu tidak tahu mau kemana. Rumah tangga macam apa seperti itu?" omelan ibu panjang kali lebar tidak berhenti-henti.

Aku hanya duduk mendengarkan saja. Padahal aku begini juga karena anaknya sendiri yang sikapnya seperti belum siap berumah tangga. Berarti ibu lah yang tidak becus mendidik anak laki-lakinya itu, batinku. Tiba-tiba terdengar dari dalam kamar bapak berteriak.

"aaakhh"

Ibu segera berlari menuju kamar
"Pak, pak, kenapa? Tanya ibu panik

" Itu... Itu.." ucap bapak dengan mata melotot menuju arah luar jendela kamar.

Saat itu memang tirai jendela belum di tutup jadi masih terlihat jelas halaman depan ada taman dengan sorot lampu kuning. Aku yang mengikuti ibu dari belakang melihat arah yang di tuju bapak, dan betapa terkejutnya aku melihat sosok jin yang pernah kulihat ada di kamar misterius itu, kini berada di luar jendela.

"Astagfirulloh, Allohu Akbar" refleks aku menyebut nama Alloh.

"Pak.. Pak.. Sadar pak!" ibu berusaha menyadarkan bapak yang masih seperti orang ketakutan dengan mata yang masih melotot, cuma bapak sekarang hanya terdiam.
Dan ibu sepertinya tidak bisa melihat sosok jin itu.

"Sepertinya ada yang di lihat bapak bu." aku berusaha memberitahu ibu.

"Sudah kamu jangan ikut campur, cepat telpon Iwan untuk segera pulang!" perintah ibu

Aku yang panikpun langsung menuruti perkataan ibu. Aku segera melakukan panggilan dengan kontak bertuliskan "suamiku"

"Assalamualaikum mas, lagi dimana?" tanyaku

"Sudah ku bilang aku mau pergi keluar kota, kenapa kamu telpon-telpon?" suara yang begitu tinggi ada di ujung telpon sana.

"Cepetan pulang mas, bapak sakit." jawabku

"Sakit? Jangan mengada-ada kamu. Tadi pagi masih sehat kok."
Kata Iwan ragu.

"Bukan sakit itu mas, ini sakit yang lain. Makanya cepetan pulang sekarang." jelasku.

Tanpa menjawab Iwan langsung memutuskan sambungan telepon. Ibu di dalam kamar juga sepertinya sedang menelpon seseorang. Dan kulihat bapak masih dengan kondisi yang sama. Karena waktu itu masih masuk waktu maghrib, aku segera mengambil wudhu untuk melaksanakan kewajibanku. Baru saja mengucapkan takbir, terdengar dari dalam kamar bapak  dengan suara yang berat.

"BERISIK!"

Itu seperti bukan suara bapak, aku yang hendak sholatpun jadi tidak khusu. Akhirnya aku mengulang niat sholatku. Dan terdengar lagi dengan suara yang sama.

Pelet Sang Suami (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang