Mata sembab dan pipi merah bekas tamparan selama hampir sebulan pernikahan ini sepertinya sudah menjadi hal biasa sekarang bagi ku. Aku bahkan sudah seperti hampir mati rasa, tapi entah kenapa aku masih selalu berharap dia berubah.
Hari itu, kami di undang ke acara khitanan anak pertama kakak ku. Jauh-jauh hari aku sudah memberitahukan suamiku agar kita bisa menghadiri acara itu, seperti yang sudah diketahui suamiku menolaknya, bahkan mengomel dan mengancam. Tapi aku selalu membujuknya hingga akhirnya dia mau menghadiri dengan syarat setelah bertemu kakak ku, kita langsung pulang. Aku mengiyakan syarat itu, tak apalah yang penting aku bisa bertemu dan berkumpul dengan keluarga ku. Yang jarang sekali kutemui semenjak menikah.
Pagi hari itu, rutinitas bangun tidur seperti biasa. Aku sangat-sangat bersemangat, karena sebentar lagi aku akan bertemu simbok dan kakak-kakak ku serta ponakan-ponakan ku yang lucu.
Saat hendak mandi dan menggosok gigi, entah kenapa aku begitu mual dan akhirnya muntah.Oh.. Sepertinya aku masuk angin, pikirku. Biar nanti kalo ketemu simbok, minta dikerik saja. Aku termasuk orang yang jarang sekali minum obat, mending dikerik saja kalo masuk angin pasti sembuh.
Selesai mandi, aku yang sudah menyiapkan air hangat untuk mandi suamiku, membangunkan dia untuk segera mandi dan bersiap-siap. Tumben sekali, pagi itu tanpa drama suamiku langsung bangun dan mandi.
Sepertinya suasana hatinya sedang bagus, syukurlah.Ibu dan bapak mertuaku sudah berangkat ke toko, hampir setiap hari mereka selalu berangkat pagi dan pulang malam. Selama aku tinggal di rumah itu, sudah beberapa kali aku melihat bapak mertua selalu ke ruang pemujaan, apa lagi di malam-malam tertentu, beliau akan berada di ruangan itu sampai pagi. Hanya bapak mertua yang sering bermalam di sana, kalau ibu hanya ketika akan memberi sesaji atau kadang menemani bapak jika diajak. Kalau suamiku, aku belum pernah melihatnya masuk. Melihat dia di rumah saja jarang, hidupnya hanya untuk mabok dan judi. Kalau aku? Aku sudah terbiasa sekarang, sosok pocong itu pun masih sering menampakkan dirinya, kaget? takut? Sudah pasti jangan di tanya lagi. Tapi mau gimana lagi, mengusir? Oh tentu saja aku tidak berani, hanya berdoa sebisaku saja jika aku bertemu "mereka". Dan yang lebih menakutkan lagi selain sosok pocong itu, baru-baru ini, aku melihat di pojok kamar tidurku, ada sesosok makhluk tinggi besar sampai aku tidak bisa melihat mukanya. Tingginya melebihi atap rumah ini.
Malam itu aku terbangun hendak ke kamar mandi, baru saja membuka mata, sosok itu sudah berada di sana, seakan sudah menungguku terbangun. Aku yang ketakutan akhirnya mengurungkan niat ke kamar mandi dan menahannya semalaman. Apa mungkin itu penghuni baru? Atau penghuni lama yang belum pernah ku temui? Tapi kenapa dia baru menampakkan diri? Atau aku yang sedang kelelahan sehingga bisa melihatnya? Ah sudahlah aku tak mau mencari tahu.
Keadaan bapak mertua yang sering berada di ruangan pemujaan itu, aku sengaja tidak mencari tahu lebih detail apa yang mereka lakukan. Tapi suatu malam, waktu itu malam jumat kliwon seingat ku. Saat aku hendak ke kamar mandi karena ingin buang air kecil, suara gaduh di ruang pemujaan itu kembali terdengar, aku mencoba mendekat memastikan apakah suara itu benar dari ruangan pemujaan?
Saat mendekati ruangan itu, kulihat pintunya tak tertutup rapat.
Ku intip melalui celah pintu itu, dan betapa kagetnya kulihat bapak sedang bercumbu mesra dengan sosok wanita berbadan seperti kadal. Dari perut sampai kepala seperti wanita yang sangat cantik, dengan rambut panjang dan bermahkota. Badannya tidak menggunakan kain sehelai pun. Dari perut kebawa berbentuk seperti ekor kadal, dengan kulit seperti kadal. Dan ternyata yang membuat suara gaduh itu ekor dari sosok itu yang mengayun kesana kemari, sehingga mengenai perabotan yang ada di ruangan itu.Karena aku kaget, tak sengaja pintu ruangan itu terdorong.
"kreekkk.."
Bapak dan sosok itu yang sedang asyik menikmati ciuman kaget melihat ku, dengan tatapan amarah dan mengerikan mereka berdua menatap ku.
"Sedang apa kamu di sini?" teriak bapak
"maaf pak, aku gak sengaja!" jawabku sambil menundukkan kepala, keringat dingin bercucuran di wajahku. Untung saja saat itu aku tidak mengompol.
Yang ku takutkan bukan bapak yang berteriak dan marah. Tapi sosok itu, sosok itu berubah wajahnya menjadi sangat mengerikan, sambil berkata
"Noto (Pranoto nama bapak mertuaku) kamu sudah tahu kan apa yang ku inginkan?" kata sosok wajah yang mengerikan itu.
"Nggih (iya) Gusti Ayu, Pangapunten (minta maaf)." kata bapak mertua sambil bersujud.
Tiba-tiba sosok itu menghilang, dan tentu saja bapak marah sejadi-jadinya kepada ku. Tapi untung saja bapak tidak sampai main tangan seperti anaknya. Dia hanya mengancam ku, agar tidak memberitahukan perihal tadi kepada siapapun. Aku pun hanya mengangguk dan kembali ke kamar.
Itulah malam yang tidak terlupakan, sampai di malam-malam jumat selanjutnya, suara gaduh itu masih ada. Tapi pintu ruangan itu tertutup rapat. Apakah ibu mertuaku dan suamiku tahu tentang bapak yang seperti itu? Aku tidak mau ikut campur lagi. Bisa-bisa nanti nyawaku yang melayang jika berurusan dengan bapak dan sosok itu. Biarlah itu menjadi urusan mereka saja.Akhirnya, aku dan suamiku sampai di rumah kakak tertua ku. Ternyata Simbok sudah menunggu ku sedari tadi. Pelukan hangat itu kembali kurasakan. Satu persatu keluarga ku salami dan ku peluk.
Keluarga ku sampai saat ini belum ada yang tahu dengan watak suamiku, yang mereka tahu suami orang yang baik, walaupun dia tidak bekerja keluarga ku tak pernah sedikit pun menggunjingnya.
Saat sedang asyik bertegur sapa dengan sanak saudara, aku melihat raut wajah suamiku sepertinya dia sudah menahan marah, dia hanya duduk sendirian di dekat pintu. Dari pada nanti keluarga tahu tabiat suamiku, akhirnya aku memutuskan untuk pulang."Aku langsung pulang ya mbok." pamit ku pada simbok
"Kan nembe teko, makan dulu nduk!" (kan baru sampai, makan dulu) simbok menawariku makan.
"ndak usah mbok, wetengku lagi rak enak rasane (gak usah bu, perutku lagi tidak enak rasanya)." aku beralasan, padahal sebenarnya memang sedari tadi aku menahan mual.
"Awakmu, mryang opo nduk?" (kamu sakit nduk?) tanya simbok khawatir
"Mboten mbok, iki keselen wae." (gak bu, ini cuma kecapean saja) jawabku menenangkan
"Kayanya kamu isi Mar." teriak paman ku yang ternyata sedari tadi memperhatikan percakapan kami.
"Isi nasi iya Lek ( lek=paman)" jawabku sambil tersenyum
"huss.. Kudune di jawab Amiin to." (huss.. Harusnya di jawab Amiin dong) simbok menyela.
"Boleh ngobrol berdua Mar?" pinta paman.
"Ono opo to Lek, di sini aja kan gak apa-apa". Pinta ku
"Ayo ws ndang melu aku." ajak paman
Aku mengiyakan ajakan paman, dan mengikutinya dari belakang. Kulihat suamiku pun tak tahu aku pergi mengikuti pamanku.
"Ini buat pegangan kamu." kata Paman sambil memberikan sebuah gelang dengan ada kayu ukiran di tengahnya.
"Pegangan apa sih Lek, aku gak butuh kaya gini, masih ada Alloh yang jaga aku!" jawabku menolak halus
Pamanku yang satu ini memang memiliki kemampuan tentang hal mistis, beliau adalah adik bungsu dari simbok ku. Dalam keluarga, pamanku termasuk salah satu yang mendapat keturunan dari mbah buyut bisa melihat " mereka ". Bedanya denganku, Paman ku menekuni dan mempelajari kemampuan itu, sehingga bisa di bilang beliau termasuk orang "bisa" dan sering di mintai tolong oleh warga sekitar atau bahkan orang dari luar kota kami bila berhubungan dengan hal goib.
"Uwis pegang aja Mar, biar Paklek bisa memantau kamu. Tak lihat-lihat suamimu dan keluarganya juga bukan orang yang " biasa". Terang paman ku.
Aku tidak kaget dengan perkataan paman barusan, ya karena memang aku sudah melihat yang di lakukan mertuaku.
"Pokoknya kamu hati-hati yah, jaga kandungan kamu!" pesan paman.
Aku hanya bengong, siapa juga yang hamil lek, batinku. Aku begitu yakin tidak hamil, karena jadwal haid ku masih satu minggu lagi.
Setelah selesai, aku dan suamiku pamit pulang. Kakak ipar ku tak lupa memberi kami beberapa bungkusan makanan, aku hendak menolaknya tapi aku takut keluargaku tahu yang sebenarnya dan akan merasa kecewa nantinya jika aku menolaknya. Akhirnya aku menerimanya, wajah suamiku sudah terlihat merah padam. Sungguh sangat mengerikan!

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelet Sang Suami (END)
KorkuSepasang muda mudi tengah asik menikmati terbenamnya matahari di tepi pantai. Sang lelaki ingin mengungkapkan perasaannya kala itu, tetapi sang wanita malah memberikan sebuah kertas dengan ukiran tinta emas terbungkus plastik. Itu undangan pernikah...