22. END

253 9 3
                                        

"Assalamualaikum Mar" sapa Febri

"Walaikumsalam feb, lama tidak bertemu, gimana kabarnya?" tanyaku basa-basi

"Alhamdulillah baik, selamat ya anakmu cantik sekali mirip denganmu." jawab Febri

"Makasih Feb, kok kalian bisa kesini berdua?" tanyaku.

"Iya nih, tadi aku gak sengaja ketemu dia di supermarket waktu mau beli kado buat Aisyah, sekalian aja aku ajak kesini. Eh dia mau." Jawab Dian.

Aku rasa Febri belum tahu apa yang terjadi padaku. Aku pun mengode Dian untuk jangan menceritakan apapun kepada Febri tentang kondisiku. Kami pun asyik mengobrol, dan bertukar nomor lagi dengan Febri.
Sampai waktunya memberi Aisyah asi, Febri dan Dian pun pamit pulang.

Tak lama setelah kedatangan Febri, aku pun jadi sering berkirim pesan. Febri pun membalas seperti biasa, hingga akhirnya dia bertanya sesuatu yang tadinya tidak mau aku ceritakan.

"Suamimu kemana Mar?"

Aku yang bingung akan menceritakannya atau tidak berusaha mengalihkan pembicaraan. Tapi nyatanya sepertinya Febri sudah curiga dari awal.

"Sudah cerita saja Mar, gak apa-apa aku akan mengerti kok dan siapa tahu aku bisa bantu" kata Febri.

Akhirnya aku menceritakan semua kejadian yang menimpaku. Febri hanya berpesan,
"Kalau kamu mau tahu kabar Iwan, aku bisa bantu cari tahu."

Aku juga sebenernya penasaran dengan apa yang terjadi pada Iwan. Karena pak Lek tidak pernah memberi kabar apa pun, yang pak Lek bilang hanya proses cerai sudah di ajukan. aku juga sudah beberapa kali menandatangani surat yang entah apa itu, dan sudah di beri tahu saat sidang nanti pun Iwan tidak akan hadir agar mempermudah proses putusan. Dengan rasa penasaran, aku memberanikan diri meminta tolong pada Febri untuk mencari tahu kabar Iwan dan keluarganya. Febri pun menyanggupi permintaanku.
Setiap hari kami selalu memberi kabar, hingga akhirnya hatiku mulai sedikit terbuka. Aku bisa merasakan mencintai orang lagi, dan aku rasa Febri juga menaruh hati padaku. Namun tentu saja itu tidak di ungkapkan karena aku sadar aku saat ini masih berstatus istri orang walaupun cuma tinggal menunggu putusan sidang cerai.

Tiga bulan berlalu paska sidang perceraian, aku pun sudah menerima akta cerai dan sudah fix statusku sekarang berubah menjadi janda anak satu. Aku masih rutin berhubungan dengan Febri. Aku juga sudah mulai berangkat bekerja lagi, Aisyah tentu saja aku titipkan kepada istri pak Lek, kalau di titipkan simbok aku kasihan, simbok sudah tua dan repot. Kalau isteri dari pak Lek mau karena anak-anaknya sudah besar-besar, beliau juga katanya sering merasa kesepian saat di tinggal pak Lek kerja. Belum lagi kalau ada panggilan untuk membantu orang-orang. Makanya beliau senang sekali saat aku meminta untuk menjaga Aisya saat aku kerja.

Aku menikmati sekali peranku saat ini, sebagai ibu dan juga ayah untuk anak semata wayangku. Asi yang ku pompa saat bekerja pun begitu banyak dan berlimpah, sehingga bobot Aisyah bertambah banyak. Satu tahun berlalu, hubunganku dengan Febri semakin dekat. Namun ya itulah Febri dari dulu sampai sekarang hubungan kami sepertinya hanya begini-begini saja tidak ada status yang pasti. Aisyah juga semakin pintar saja, dia bahkan sudah bisa berjalan. Namun keanehan sering terjadi, contohnya saat dia berjalan sendiri tiba-tiba dia berjalan menuju pojokan kamar dan tertawa-tawa sendiri seperti ada yang mengajaknya bercanda. Aku yang sadar akan hal ini, segera meminta tolong sama Pak Lek.

"Lek kayanya Aisyah iso weruh ki"
(Lek kayanya Aisyah bisa lihat nih) jelasku

"Ya namanya juga anak kecil, polos tanpa dosa pasti masih bisa lihat yang begituan nduk, yang penting tidak ganggu" jelas Pak Lek.

Iya juga sih, benar kata pak Lek sepertinya selama ini yang di lihat Aisyah semuanya baik-baik saja tidak ada yang mengganggunya. Dan semenjak kelahiran Aisyah pun aku sudah tidak pernah merasakan kehadiran mereka,apalagi kalau di dalam rumah bersama Aisyah. Namun kadang aku masih sedikit peka bila keluar rumah tanpa membawa Aisyah. Aisyah seperti menjadi tameng untukku.

Lumayan capek sebenernya saat malam aku masih harus terbangun untuk memberi asi Aisyah dan pagi-pagi aku sudah harus kerja. Namun itu semua berlalu begitu saja karena simbok selalu membantuku. Dari memandikan Aisyah bahkan memasak untuku. Kalau makanan Aisyah aku yang membuat sendiri. Saat bekerja, waktu istirahat selalu ku gunakan untuk tidur. Namun hari itu ada pesan masuk dari Febri yang membuatku jantungku dag dig dug tak karuan, Febri mengajaku bertemu  nanti sepulang kerja. Ada apa yah, tumben dia minta bertemu. Akhirnya kami janjian bertemu di kafe dekat tempat kerjaku.

Sepulang kerja aku langsung menuju kafe itu, dan ternyata Febri sudah menungguku disana. Tanpa basa basi Febri menceritakan apa yang dia ketahui tentang Iwan, karena waktu itu aku sempat meminta tolong untuk mencaritahu keadaan Iwan.
Menurut cerita Febri yang aku tidak tahu bagaimana cara dia mencaritahunya. Kalau Ibunya Iwan sudah meninggal setelah beberapa hari dari kejadian kesurupan dan pingsan itu. Bapaknya Iwan juga sampai sekarang kondisinya masih seperti dulu, seperti mayat hidup. Mata melotot, tidak mau berbicara dan hanya bisa tiduran saja. Badannya kurus kerontang menyisakan tulang dan kulitnya saja. Katanya Iwan sudah berusaha membawa bapaknya berobat kemana saja sampai hartanya habis, bahkan toko yang menjadi sumber  penghasilannya pun ikut di jual. Namun tidak ada perubahan yang signifikan pada bapaknya. Sekarang hanya tersisa rumah yang dia tempati bersama bapaknya. Menurut Febri sekarang Iwan sudah berubah, dia menjadi lebih agamis dari penampilannya.

Ah tapi apa iya sudah benar-benar berubah? Aku sebenarnya meragukan itu. Tidak mungkin semudah itu dia berubah. Tapi Alloh kan maha membolak balikan hati manusia, semoga saja benar dia sudah mendapatkan hidayah.
Kami pun asyik mengobrol sambil menyantap makanan yang sudah di pesan. Hingga tiba-tiba Febri memberikan sebuah undangan pernikahan.

"Undangan siapa ini Feb?" tanyaku

Namun belum sempat Febri menjawab, aku melihat inisial nama F dan A di kertas undangan itu.

"Kamu mau nikah Feb?" tanyaku memastikan

"Iya Mar, bulan depan. Kamu datang ya!" Pinta Febri tanpa rasa bersalah.

Aku hanya terdiam, mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan dia. Jadi selama ini hanya aku yang mempunyai rasa ini? Terus dia anggap aku ini apa? Bagaimana bisa dia memberi perhatian kepadaku sedangkan dia sudah memiliki wanita lain? Atau aku yang salah mengartikan kebaikan dan perhatian dia selama ini?
Banyak sekali pertanyaan di benaku. Namun yang keluar dari mulutku adalah

"Selamat ya!"

============END===========

Haiii genks....
Gimana perasaanmu setelah membaca cerita ini? Terimakasih ya yang sudah antusias menunggu aku mempublish cerita ini. Aku juga mohon dukungan, kritik dan saranya dari setiap Karya yang aku buat. Silahkan baca karya-karyaku yang lain ya..!!

Sebenarnya masih ada kelanjutan dari cerita antara Maryam Dan Febri. Tapi berhubung judulnya "Pelet sang Suami" aku memutuskan menyudahi ceritanya sampai part ini saja.
Bila masih ada yang ingin menantikan kelanjutan ceritanya dengan judul yang berbeda pastinya bisa tolong komen dan jangan lupa vote ya..

Terimakasih

Pelet Sang Suami (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang