Lama kelamaan mataku terasa berat dan aku pun mulai mengantuk. Saat tertidur aku bermimpi sosok menyeramkan itu lagi, tapi tak lama kemudian sosok itu seperti kesakitan dan menghilang begitu saja. Entah apa yang terjadi tapi hatiku merasa lega sekali.
Aku terbangun dan melihat simbok tertidur sambil duduk dengan kepala bersandar di ranjangku. Kulihat tangan keriputnya, ternyata beliau sudah semakin tua saja. Maafkan aku simbok yang belum bisa membahagiakanmu. Aku biarkan saja simbok tidur, mungkin beliau kecapean menemani dan mengurusku. Badan dan suhu tubuhku sudah enakan, bayi dalam perutku juga sepertinya baik-baik saja.
Sayup-sayup terdengar suara adzan maghrib dari luar kamar rawat inapku.
Aku perlahan membangunkan simbok,"Mbok.. bangun.. maghrib!" Seruku sambil menggoyangkan tubuh simbok secara perlahan.
Tubuh kurus dengan rambut yang sudah sepenuhnya memutih itu pun akhirnya terbangun.
" Loh ws tangi nduk, piye wis enak opo durung awakmu? Tanya simbok penuh semangat.
"Alhamdulillah uwis enakan mbok, semoga sesuk iso mulih yo." jawabku penuh harap.
"Semoga wae yo nduk." simbok seraya mengamiinkan.
"Mbok, aku meh ngomong, sebenere sedurung pingsan mau, aku krungu simbok kandahan kambi Pak Lek. Sakjane sebenere ono opo to mbok?" (bu, aku mau bilang, sebenernya sebelum pingsan tadi, aku denger ibu dan pak lek ngobrol, sebenernya ada apa?). Tanyaku serius, berharap simbok memberikan jawaban yang jujur tidak hanya jawaban untuk menenangkan hati.
Sambil menundukkan kepalanya, wanita yang selalu aku hormati dan sayangi itu, tiba-tiba menangis.
"Ono opo mbok,nopo simbok malah nangis, crito mbok!" (ada apa bu, kenapa ibu malah menangis, cerita bu!) pintaku memaksa.
"Aku mesake awakmu nduk, kenopo kowe gak pernah crito masalah perlakuan mertua lan bojomu kuwi. Kok iso mbok simpen dewek nduk?"
Aku langsung terdiam mendengar simbok mengatakan hal itu sambil mengusap air matanya. Ingin sekali sebenarnya aku bercerita semua tentang keluarga suamiku. Tapi entah kenapa mulut ini seperti terkunci, batin dan pikiranku pun seperti berperang sendiri di dalam otak ku. Batinku ingin berbicara dan mengakhiri semuanya, tetapi pikiranku menolaknya, dalam pikiranku pun sebenarnya aku
masih saja selalu memikirkan suamiku. Apalagi sekarang aku sedang hamil anaknya, walaupun ini tidak di harapankan olehnya. Tapi aku masih berharap anak ini tidak akan kekurangan kasih sayang dari bapak ibunya nanti.Aku masih tertegun dan terdiam seribu bahasa. Simbok yang sepertinya paham, aku belum mau bercerita memberikan ku waktu dahulu. Beliau mengambil mukena putih dari dalam tasnya dan berpamitan hendak sholat maghrib sebentar di masjid rumah sakit. Kamar ku di rawat berada di lantai dasar, jadi aku tidak perlu khawatir simbok kesusahan menggunakan lift. Masjidnya pun sebenarnya tidak begitu jauh, memang keluar dari bangunan rumah sakit, tapi masih dalam lingkungan rumah sakit. Hanya tinggal menyusuri lorong kamar lantai dasar sampai ketemu pintu keluar dari situ sudah terlihat masjid yang selalu ramai walaupun bukan jam sholat, banyak sekali keluarga pasien ataupun para orang-orang yang hendak atau sudah membesuk. Tak jarang juga melihat, para keluarga pasien yang menangis tersedu-sedu meminta pertolongan dari Dzat Yang Maha Segalanya. Masjid yang berada di depan bangunan rumah sakit itu seperti menjadi saksi bisu, betapa banyaknya harapan-harapan dari orang-orang yang terlihat tegar di depan keluarganya yang sakit, tapi menangis dalam doa di tempat suci itu. Tak ayal juga para keluarga pasien yang tertidur pulas di serambi masjid setelah melaksanakan kewajibannya, untuk mengisi tenaganya lagi. Aku pernah di posisi itu, saat menemani almarhum bapak dahulu waktu masih di rawat di rumah sakit itu karena penyakitnya kambuh, dan penyakit yang akhirnya membunuh almarhum bapak. Cerita masa lalu yang begitu menyedihkan bila di ingat kembali. Beliau adalah cinta pertamaku, aku selalu di manja dan disayangnya. Walaupun kami hidup sederhana, tapi hampir semua keinginan dan kemauanku selalu diturutinya.
Aku kangen Pak, Alfatiah untuk bapak.Lama sekali simbok belum kembali, mungkin sepertinya langsung sekalian jamaah sholat isya. Sembari menunggu simbok, aku membuka handphone yang sedari tadi tergeletak di meja sebelah ranjang tidur. Aku membuka wa dan banyak sekali panggilan tak terjawab serta pesan dari Iwan.
Ah iya.. aku hampir lupa mengabari suamiku, pasti dia nanti khawatir mungkin lebih tepatnya marah.
Dan benar saja, baru aku mau menelpon, tiba-tiba handphone ku bergetar dan tertera nama "suamiku" di layar handphone."Halo, assalamualaikum." salam ku.
Dari ujung telepon terdengar suara dengan nada tinggi.
"Kamu kemana saja? Kenapa tidak angkat telepon ku?"
"Ma..aaff mas, tadi aku pingsan ini sekarang aku ada di rumah sakit." jawabku
"Rumah sakit mana, biar aku jemput!" tanya Iwan
"Rumah sakit Panti..." aku terhenti mengatakan lengkap nama rumah sakitnya, aku lupa kalau aku berbohong sedang dinas luar.
"Kamu bohong sama aku ya Mar, kamu gak dinas luar kota kan?" tanya Iwan penuh selidik
Aku hanya bisa berkata
"Maaf"Telepon pun berakhir, Iwan memaksa akan menjemputku kemari, aku pun seperti tak berdaya. Di satu sisi aku sangat bahagia iwan mau menjemput, di lain sisi aku sebenarnya juga lelah dengan sifatnya.
Suara pintu terdengar, ternyata simbok sudah datang dari masjid.
"Mbok wis maem?" tanyaku khawatir
"Uwis nduk, piye dokter mau wis rene durung?" tanya simbok
"Sudah mbok, katane besok pagi dah boleh pulang." jelas ku.
"Alhamdulillah yen ngono, mau pak lek ngabari, jare bar kecelakaan." kata simbok lesu.
"Lah terus piye mbok, parah?" tanya ku penuh khawatir.
"Katane rak popo nduk, cuma lecet-lecet wae." jawab simbok
Dalam hati aku bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi, menurut Pak Lek beliau mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah Iwan. Saat itu pak lek merasa rem motornya seperti tak berfungsi. Hingga akhirnya menabrak sebuah pohon di pinggir jalan, untung pada saat itu pak lek tidak mengendarai motornya begitu cepat. Padahal Pak lek rutin servis motor setiap bulan, dan lebih anehnya lagi setelah kecelakaan motor itu terjadi dan rem motor di cek kembali ternyata berfungsi normal. Ulah siapakah ini?
![](https://img.wattpad.com/cover/300058967-288-k96184.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelet Sang Suami (END)
TerrorSepasang muda mudi tengah asik menikmati terbenamnya matahari di tepi pantai. Sang lelaki ingin mengungkapkan perasaannya kala itu, tetapi sang wanita malah memberikan sebuah kertas dengan ukiran tinta emas terbungkus plastik. Itu undangan pernikah...