•
•
•— Bogor, di tahun 1997.
"Maju Lo deanova yang ngatain Una kemarin lusa! nyali lo cuman sebatas bilik pintu kamar mandi hah?" Gadis dengan rambut pirang itu berkacak pinggang, bertengger di pintu seolah sedang haus untuk mencari mangsa baru.
Sementara di belakang nya ada gadis berponi yang menunduk takut, darah si pirang memang identik dengan berontak. naas kini malah dirinya yang tidak terima kalau gadis itu di omongin oleh angkatan atas tanpa sebab yang jelas.
“una, jangan diem aja dong!" desis si pirang.
Una, Nikaluna Undala kerap di sebut sebagai gadis predikat satu yang selama menginjakan kakinya di asrama ini nama nya tidak pernah turun peringkat sedikit pun, semuanya terjaga sempurna, walaupun pada kenyataannya semua dipaksa keras, gusar hingga berakhir lelah. Pencapaian yang orang lihat mudah-mudah saja tidak menutup kemungkinan gadis itu kerap diam-diam nangis di kamar, Athala saksi nya, si pirang yang jadi teman sekamarnya.
"kata aku juga, jangan berurusan sama—" baru ingin menyebutkan namanya, batang hidung gadis yang dipanggil muncul.
"jaga adab sama kaka kelas bisa?" Pertanyaan yang terlontar hampir seperti desis emosi.
Tak peduli dengan bisikan Una, Athalah memilih maju menghadang seseorang yang berani mempermalukan teman satu-satunya itu.
"lo aja gatau adab, mulut lo gapunya etika berbahasa. untung apa gue jaga adab sama lo?" tidak terima atas jawaban yang dilontarkan, Dea langsung menjambak rambut Athalah yang kini juga menjambak nya balik.
Perkelahian wanita yang sudah sangat basi untuk Athalah kini ia layani dengan sepenuh hati demi membantu teman nya yang di injak seolah tidak punya arti, walaupun Athalah bajingan setia kawan nya selalu jadi yang nomor satu apalagi berbicara tentang Una teman perempuan satu-satunya, rasanya ia harus lindungi sepenuh hati.
Lontaran kata kasar, juga teriakan seperti remaja gelandangan tata krama kedua kini jadi tontonan hangat murid yang berlalu lalang disekitaran perpustakaan.
tanpa ada yang mau melerai, takut juga kena imbas termasuk una yang hanya mengigit jarinya panik bingung harus berbuat apa.
"Kalau lo mau nebar kebencian buat temen gue, seenggaknya lo harus ada diantara kita dua empat per tujuh, biar omongan lo valid bajingan!"
"gue cuman berbicara apa yang gue lihat ya!, Una kan selalu sama Rian pasti dia bisa ada di peringkat satu karna— ARGH"
cengkraman di rambut, kini Dea tak berkutik karna kendali sepenuh nya pada Athalah, menatap nya sengit sementara yang di tatap itu memejam sambil meringis. Athalah mana pandang bulu dengan sang rival terlebih mengenai gender nya, posisinya atau bahkan pengaruhnya.
"kalau lo cuman melihat, setidaknya gunain dulu mata lo dengan benar, pantas apa tidak lo mengucapkan opini sampah"
"Lepasin, lepasin sakit!" Dea masih terus menjerit histeris, sebab tarikan di kepala nya tak main-main perihnya.
"BERHENTI!" teriakan yang menjadi intrupsi itu, kini jadi pusat para murid untuk memerhati. dengan tubuh gadis jangkung yang berjalan maju kedepan menatap datar Athalah dan Dea yang baru saja bertengkar.
"ini mau saya yang urusin kasus nya? atau bawa ke dewan kesiswaan?" tanya nya kelewat dingin.
Kalau ada sesuatu yang berhubungan dengan Antalas, itu Athalah pasti akan menyerah bukan karna takut akan ancaman nya, bukan juga karna menghormati posisi nya sebagai ketua asrama putri dan bukan juga karna predikat nya yang selalu menjunjung tinggi nilai A. Tapi lebih dari itu semua, hanya satu alasan Athalah patuh— karna Una.
Maka mengalah lah ia, dilepaskan cengkraman dari rambut panjang Dea, gadis yang naas rambut indah nya berjatuhan di lantai.
Sementara Athalah sudah tidak peduli, ia tarik Una yang kemudian terpaksa jalan mengikuti nya.
"Sakit ngga dey?" Tanya Antalas mencoba untuk bertanya, namun yang di dapat hanya decakan.
"Muka gue menggambarkan hal yang suka cita ngga?"
Mendapat respon itu Antalas memilih diam kembali, ia mengabaikan Dea yang melewati nya sembari sesekali meringis, mencoba paham atas yang di alami, Antalas memilih tak ambil pusing untuk meladeni.
Sementara di dalam ruangan yang temaram, dengan asap nikotin yang melebur ke permukaan. Una dan Athalah menatap gusar senabstala yang jingga nya sudah meredup pekat.
"Lo jangan sakiti diri lo lagi kaya gitu thala" ucap gadis yang lebih kecil.
Sementara yang sedang menghisap batang nikotin dengan resap itu malah terkekeh "gue lebih sakit ketika ada rumor yang ngga bener tentang lo una, lo itu anak baik gue ga mau orang berfikiran lain"
"Athalah makasih ya?, tapi jujur sama seperti lo gua pun sakit ngeliat nya, rambut cantik lo jadi rontok gini"
Hening, Athalah menatap Una yang nampak murung di lempar nya kaleng kosong ke tong sampah adalah suara pemecah atmosfer hening itu.
"Alasan gue ga kabur dari asrama ini aja karena lo Una" katanya.
Una pun terkekeh, lalu duduk bersebelahan dengan Athala yang sedang menghisap tembakau tanpa filter itu— orang bilang, rokok kretek.
"Karna gue, atau karena praja?" Godanya dengan kekehan.
Athala pun berdecak, sembari menjitak pelan gadis berponi itu "Praja cuman ajang gue melepas penat, godain dia itu seru walaupun gue tau pasti ilfeel anaknya"Una pun mengaguk saja, gadis di sebelah nya selalu saja seperti ini ; Denial.
"tadi gue lihat Antalas, natap lo lama sebelum dia natap gue" katanya, sontak yang diberi tahu pipinya hanya merona khas kasmaran anak remaja.
Una memukul pelan bahu Athalah, yang rasanya hanya seperti angin lalu saja.
Sontak si pirang terkekeh, karna berhasil membuat pipi teman nya itu merona sempurna.
LOKAMADYA.
perubahan yang aku maksud disini tuh, aku ubah alur nya yang harusnya una jadi murid baru tapi aku buat seolah Una murid lama ; karena takut nya alur nya kesan memaksa ga realistis hehe.
Jangan lupa pencet tombol bintang nya ya, juga selipkan pesan baik kritik maupun saran, luv 💟
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] LokaMadya | JiminJeong
Fanfictiona jiminjeong fanfiction, Indonesia au ; warn gxg content. "ann, sederhana nya kamu si penyuka sendu dan pemandu rindu namun kamu membuat aku jatuh dan tak bisa bangun dari mimpi indah tentang kamu" - lukisan frasa niku untuk wanita cantik kecintaan...