Athala menginjak benda nikotin itu di balkon kamar asrama nya, ia pun memakai dasi lalu kemudian memakai almamater hitam nya tersebut dengan asal hanya sebatas menempelkan nya di pundak, lalu sebatang nikotin rokok itu kemudian ia ambil kembali dan ia pantik kembali dengan korek api kayunya hingga asap mengebul ke udara dari mulut nya.Una yang sedang memakai kaus kaki nya itu menoleh sedikit pada Athala "ga akan kecium bau nikotin nya gitu?" tanya Una
Athalah pun terkekeh lalu menggeleng "nanti gua makan permen"
"ngga, maksudnya di baju lo?"
"gampang, cepet ilang nya kok"
Una hanya mengaguk paham, lalu kemudian ia bangkit "mau bareng ga?"
"jangan bareng sama gua"
"kenapa?" gadis itu bertanya sembari mengerutkan dahinya heran.
Rokok yang sudah banyak abunya itu sedikit di sentil ke asbak, lalu benda nikotin itu kembali di hisap dan mengebulkan asap dari nafas yang dihembuskan— dari mulut juga hidung.
Tidak mendapat pertanyaan dari Athala, membuat Una semakin penasaran kemudian gadis itu berjalan menuju balkon "gua nungguin lo, kita kesana bareng"
"bau rokok bego, minggir lo nanti kalau ada pengawas yang nyium gimana?"
"ya biarin, paling di hukum tapi semoga sih di drop out"
Kekehan nyaring terdengar dari Athala "gua berharap gitu dari dulu, tapi yang gua dapat cuman hukuman ga lebih, sialan emang sampe sekarang gua jadi kecanduan sama rokok"
Tubuh Una pun disenderkan pada pinggiran pintu balkon, netranya menatap cakrawala subuh bagaimana gradasi ungu dan biru di padu untuk menjadi fajar yang sendu.
Una disini terdiam merindu, akan kehangatan yang kini sudah jadi abu ia disini hanya terdiam membeku berharap ada hari baru untuk nya memadu biru.
Rasanya asing, yang ia inginkan adalah berisik disini tidak terlalu asik bahkan untuk bernafas lega pun ia sedikit kesusahan— kapan ya sekiranya ada hari baru untuk biru yang bisa ia jadikan alasan untuk tetap tersenyum tanpa ada sendu yang mengepul jadi satu, banyak pikiran yang terlalu terbelit dalam pikiran nya, segala ke khawtiran perihal besok ia harus apa pun memenuhi isi kepalanya.
"kenapa ya orang-orang ga akan noleh dan bener bener ngulik sesuatu tentang kita kalau kita ngga buat kesalahan?, orang baru akan jadi pemerhati yang handal ketika sebuah kesalahan terjadi"
Mendengar ucapan Una membuat Athala sedikit menoleh padanya "kan namanya juga manusia?, baik dilupakan kesalahan tetap akan teringat"
Senyum simpul juga helaan nafas terbit dari Una, gadis itupun berbalik ke arah pintu keluar" buru Athala"
Athala, gadis itu pun berdecak "gua males ikut upacara, jadi lo duluan aja" katanya.
Una sedikit menoleh kepada Athala "sekarang upacara?"
"ya, sekarang kan Senin?, atribut lo jangan lupa harus lengkap nanti lo di jemur di tempat panas depan lapangan lagi"
"Sekarang hari Senin Una, aduh pinter lo menghilang karna mikirin Antalas terus kah?" hanya decihan, Una pun keluar kamar dengan tawa Athala yang nyaris terdengar.
Una terdiam di pinggir lapangan, menatap murid berlalu-lalang untuk sekedar bertegur sapa dan juga membuat barisan. gadis itu diam saja sedari tadi bingung juga harus berbuat apa karna suasana sendiri ini memaksa dirinya untuk bisu, Una bukan tipe anak yang percaya diri untuk bersosialisasi, rasa percaya dirinya kurang dan dia hanya bisa diam sambil mengulang memori masalalu yang sudah tidak bisa lagi diulang, waktu setahun lalu pun gini kok kalau gada Niskala— teman pertama nya saat smp nya yang dulu, dia tidak akan mungkin pede untuk berbaur dan mengenal lebih banyak lagi.
Ah Nisakala, gadis itu jelas sangat dirindukan.
Suara dari sepaker lapangan itu menggema, menyuru murid nya untuk segera berbaris rapih begitu juga Una yang sedari tadi terdiam sepi sekarang ia malah berlari panik sebab teman sekelas nya terlalu asing, teman satu-satunya hanya Athala seorang.
Tapi saat ia berlari, ada sesuatu yang membuat langkah nya memelan— gadis dengan rambut hitam lebat itu membuat fokus Una menjadi hilang, harusnya berbaris ia malah mendekat pada gadis itu, ia berjalan pada anak-anak yang tidak memakai atribut lengkap.
Tiba-tiba saja Una melepas dasi nya, kemudian memasukan ke dalam saku almamater nya dan berjalan menuju arah gadis itu.
Antalas dan juga Grace kedua gadis itu sedang berkeliling untuk mencatat siapa saja yang tak membawa kelengkapan atribut dan dengan cepat Una langsung masuk ke dalam mereka barisan siswa & siswi pelanggar aturan.
Saat sudah berada dalam barisan mentari pun menyorot nya dengan sangat lekat, seolah sebentar lagi Una akan renyah di buat nya.
ini sangat panas, di tambah lagi dengan almet yang sangat tebal juga tidak lupa rompi hitam di dalam nya belum lagi kemeja putih panas nya seperti di dalam sauna mungkin pulang-pulang ke asrama Una akan jadi tulang saja pasal nya sekarang pun tumbuhnya sudah kecil apa jadinya lagi jika mengeluarkan banyak keringat nanti mungkin semakin menyusut.
Una tidak peduli, yang ia pedulikan adalah gadis jangkung dengan rambut hitam lebat di depan nya yang sedang berjalan mendekat kepadanya.
Seulas senyum terlukis pada bibir manis Una, gadis itu sangat amat senang ketika yang di tunggu akhirnya datang juga.
"nama?" tanya yang lebih jangkung itu, untuk beberapa saat Una terdiam melihat sosok malaikat cantik yang mukanya di pahat sedemikian antik, mahakarya tuhan yang paling sempurna apalagi jika dilihat dari sisi ini— sisi dimana Antalas ada di depan nya dan menghalangi nya dari paparan matahari, bak Dewi Yunani yang demi tuhan sangat indah melebihi apapun.
"nama?" sekali lagi, itu bukan suara dari si jangkung melainkan seseorang di belakang nya, Grace.
"Una"
"Kelas?"
"sebelas bahasa satu"
"kamu Una kan?, satu kebetulan banget masuk jejeran murid yang teledor"
Una pun mengaguk menjawab pertanyaan dari Grace.
"apa yang kamu lupa?"
Lalu Una menunjuk kerah bajunya "lupa membawa dasi di kamar"
Grace pun hanya berdecak kemudian berjalan ke siswi selanjutnya, sementara Antalas masih terdiam di tempat nya dan menatap Una.
Una semakin gugup di buat nya, apalagi jarak mereka semakin dekat dan kini dari saku Antalas ia keluarkan sebuah dasi berwarna hitam kemudian dengan perlahan memakai kan dasi itu menyilang kepada Una.
Una terdiam untuk sesaat, menetralisir rasa gugup juga debaran yang sangat kencang takut jika itu akan sampai terdengar pada sang pemacu jantung di depan nya ini.
"untuk saat ini, saya maklumi kamu karna kemarin kamu abis sakit kan?, nanti jangan di ulangi lagi ya" Kata Antalas.
Tak ada Respon dari Una gadis itu masih terkesima dengan pesona indah nya seorang Antalas, sementara gadis jangkung di depan nya itu terdiam bingung.
"disini panas, cari barisan yang sejuk saya gamau kamu kepanasan di hari pertama" pesan Antalas, sebelum gadis itu pergi mengejar Grace, rekan nya itu.
Una meneguk Saliva nya kasar lalu memegang dadanya sendiri, merasakan debaran ritma pada jantung nya dengan sangat cepat ia memejamkan matanya, ini bukan yang pertamakali, tapi sehebat ini debaran nya ini adalah hal yang untuk pertama kalinya hadir.
LOKAMADYA
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] LokaMadya | JiminJeong
Fanfictiona jiminjeong fanfiction, Indonesia au ; warn gxg content. "ann, sederhana nya kamu si penyuka sendu dan pemandu rindu namun kamu membuat aku jatuh dan tak bisa bangun dari mimpi indah tentang kamu" - lukisan frasa niku untuk wanita cantik kecintaan...