v. Mereka bilang ini penataran.

564 94 3
                                    

    "empat anak di depan ini, adalah sebuah cermin kehancuran nilai adab dan norma masyarakat kita ini!" satu persatu keempat remaja yang sedang menunduk itu ditepuk kencang bahunya oleh pengaris kayu yang lonjong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"empat anak di depan ini, adalah sebuah cermin kehancuran nilai adab dan norma masyarakat kita ini!" satu persatu keempat remaja yang sedang menunduk itu ditepuk kencang bahunya oleh pengaris kayu yang lonjong.

Satu anak dengan perawakan gagah itu di dorong maju oleh pengaris kayu "Juandra, anak kebanggaan lokamadya yang prestasi di bidang olahraga nya ngga diragukan"

lalu kepala sekolah itu sedikit bergerak, lalu mendorong maju seorang lelaki dengan pakaian paling rapih diantara keempat nya "Adrian, ketua asrama siswa yang harus nya jadi teladan sekarang mencontohkan hal yang tak layak, mau jadi apa kamu?!, harunya kamu menertibkan murid-murid yang ada disini! tapi kamu malah memilih kabur bersama berandal ini!, ga habis fikir bapa"

Kepala sekola itu menghela sembari mengelengkan kepalanya heran kemudian beranjak pada seseorang di sebelah nya, si gadis berambut pirang lalu mendorong maju dengan pengaris kayu itu "Athala, prestasi mu di bidang voli cukup bagus tapi kamu langanan kesiswaan, rambut kamu tidak mematuhi peraturan, sering buat masalah, apalagi sih mau kamu?! di hukum bersihin satu asrama pun kamu tetap ngulangin kesalahan lain lagi, ga kapok-kapok? terus ini seragam udah seenaknya aja cuman pakai kemeja putih yang almet nya diikat di pinggang, mau jadi apa kamu?!" Sementara yang diceramahi habis-habisan itu hanya merotasikan matanya malas.

"Nakula!, nama mu gagah orang tua mu juga ternama dan citra nya dipandang indah sementara anak nya cuman gegabah! menjadi wakil ketua asrama tapi semua tata Krama nya kamu langgar sama saja seperti Rian kalian berdua tidak sama sekali mengikuti aturan yang ada dan tidak mencerminkan kelayakan!" Kemudian setelah mendorong Nakula maju dengan pengaris kayanya sang kepala sekolah pun kembali berjalan ke atas podium di lapangan yang kemudian ia kembali lagi berbicara.

"Mau jadi apa jika kalian selalu menentang segala etika yang ada?, mau jadi apa jika kalian tidak mematuhi norma dan aturan, dan mau jadi apa ketika kalian seenaknya punya kelakuan yang merugikan?, pertanyaan nya dengan kaya gini kalian mau jadi apa?!" Tanya kepala sekola dengan intonasi yang tinggi, sementara keempat remaja itu hanya terdiam sembari menunduk, tidak semua Athala justru memasang wajah tanpa rasa takut sedikitpun pandangan lurus kedepan tidak Sudi ia jika harus menunduk dan merenungkan semua nya, lagi pula ; untuk apa?.

jam upacara yang seharusnya satu jam, kini menjadi dua jam karna ulah keempat remaja yang kabur saat upacara kebelakang asrama.

Una dari jarak yang cukup jauh itu pun, memasang wajah Khawatir menatap Athala saat gadis itu berkali-kali di pukul dari belakang oleh guru-guru yang sedang menatar nya.

Hukuman nya kali ini bukan keliling lapangan atau membersihkan fasilitas sekola, melainkan satu persatu guru memukul dengan pengaris kayu yang tadi di pakai untuk mendorong maju.

Keempat remaja itu menahan panas, ketika dengan lancang nya pengaris kayu menabrak kulitnya hingga memanas perih.

Una yang melihat nya pun meringis ngilu, ingin rasanya ia membawa lari Athala dari sana- ini terlalu tidak manusiawi, untuk layak di sebut sebagai sekolah.

ia mendengar dari arah samping pun juga dengan belakang nya seolah mencibir mereka yang di depan, Una tau ini sebuah kesalahan tapi lebih salah lagi jika guru yang seharusnya di guguh juga di tiru menyampaikan amanat juga nasihat nya sebagai kekerasan, itu bukan nasihat tapi penyiksaan.

Bagaimana jika kelak di beberapa tahun ke depan semua siswa juga siswi ketika tumbuh menjadi dewasa memakai kekerasan demi dia bertahan hidup agar bisa dipandang sebagai seseorang yang berkuasa juga bermartabat, bagaimana cara guru yang mereka sekarang ini gunakan; memukuli dengan pengaris panjang secara bergilir. mereka masih gunakan untuk kedepannya, apa kah semua anak layak untuk mendapat kekerasan jika berbuat kesalahan? apa untung nya jika sebuah kekerasan menjadi patokan untuk hukuman? apakah ia akan berubah?

mungkin jawaban nya jelas tidak, mereka akan melakukan hal yang lebih fatal demi terbebas dari sebuah sangkar yang menyiksanya sedemikian fatal.

Una pun semakin terdiam, takala melihat keempat remaja itu di suruh lari keliling lapangan sehabis di pukul mengunakan pengaris panjang, sedikit meringis membayangkan nya bagaimana pundak mereka pasti perih dan panas.

"anak-anak di depan kalian ini, anak yang sudah pudar adab nya dan hilang aturan juga norma dalam hidup nya, apa jadinya mereka kedepan nya?, kalau sekarang mereka bisa membolos, merokok, membuat kerusuhan mungkin suatu hari bisa lebih fatal dari pada ini!, murid yang seperti ini layak untuk di hukum agar jera" ucap kepala sekolah untuk yang terakhirkalinya sebelum seluruh barisan di bubarkan untuk kembali ke kelas nya masing-masing.

Disaat anak-anak lain sudah berbondong-bondong untuk cepat berlari ke dalam kelas, Una masih terdiam memandang empat remaja yang dipaksa berlari lima puluh putaran di lapangan yang seluas ini.

Sedikit menunduk dan terdiam, Una menghelakan nafasnya lalu mengerutkan dahinya bingung ; kalau sekarang mereka bisa membolos, merokok, membuat kerusuhan mungkin suatu hari bisa lebih fatal dari pada ini!, murid yang seperti ini layak untuk di hukum agar jera. Menurut Una semuanya memang kesalahan tapi kekerasan bukan jawaban untuk membuat mereka menjadi jera, mencontohkan segala kekasaran dengan bringas dengan mengatasnamakan hukuman supaya jera, jera darimananya mereka akan lebih menjadi liar demi terbebas dari jeruji tanpa besi ini.


Bersamaan dengan wali kelas mereka yang pergi untuk merekap kehadiran, muncul lah seorang gadis berambut pirang dengan almamater di pinggang juga buku tulis yang si lipat membentuk tabung di masukan ke dalam saku di samping rok nya.

Athala, ya gadis yang penuh keringat itu berjalan ke arah Una, dengan sigap Una mengeluarkan botol minum nya dari tas miliknya lalu diberikan kepada Athala.

"punggung Lo sakit ga?"

Gadis yang meminum minuman nya dengan rakus itu mengaguk, setelah mengambiskan air hingga tersisa hanya seperempat nya gadis berambut pirang itupun menoleh pada Una "gila, punggung gua udah gatau lagi bentukan nya kalau di obatin gimana!"

"Ke ruang kesehatan coba, biar di obatin?"

Tiba-tiba Athala pun terdiam, lalu senyuman smrik khas nya tersaji "anter ya!"

"Kan mau mulai mata pelajaran?"

"Nanti pas istirahat?"

"yaudah, iya"

LOKAMADYA

[✓] LokaMadya | JiminJeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang