•
•
•Dengan sebatang nikotin, dan perkara pikiran yang membatin kedua remaja yang penuh luka juga lembab dan darah di bibir masing-masing duduk menepi asyik menatap pelataran yang orang bilang sebagai surga dunia, kala mentari mulai mengakhiri peran nya senja yang telah usai berganti malam yang disajikan dengan bintang sesudah nya.
"lo cemen banget, kekuatan lo ga berkembang apa faktor karna lo udah mulai menua?" tanya Athala
gitu aja terus, berantem, semua hewan di sebut di sela perselisihan mereka dan kemudian sama-sama diam menyerap semua kadar semesta yang bajingan dan kemudian saling merenung berbagi kalimat yang disatukan dengan rokok— jangan tanya mereka membeli ini dimana, tentu saat ada kesempatan pulang mereka akan menyelundupkan nya secara pelan-pelan ke dalam asrama dan jika ada penggeledehan mempunyai laci yang tersembunyi sendiri solusi nya.
"kata lo, makan nasi cepet setahun gausah belagu dan lo? lo telat makan nasi setahun doang jangan belagu" decih Nakula sembari menghisap nikotin berfilter itu.
Athalah terkekeh, menoyor kesal kepala yang sudah di cap sebagai mantan anjing nya itu. biarpun begitu sejauh ini adu mulut dan bersilat lidah yang mereka lakukan selalu saja membuahkan perkelahian yang tiada henti, namun kadang mereka lelah dan istirahat nya ya gini,
"lo ngga bisa liat? lo langsung ngegeletak gue depak? jangan ajakin gue adu tinju kalau ujungnya juga lo gabisa bangun, nyusahin" ucap Athala gram.
Sementara Nakula hanya diam, menampilkan seulas senyum yang misterius di buat nya, di tekuk batang nikotin yang sudah setengah nya pada genteng kemudian api nya padam dan membuang batangan itu asal.
"sekolah tiga tahun, seenggaknya dewasa dengan mawas dikit dong. buang sampah tuh ke tempat nya" sindir Athala.
Athala, gadis yang suka sekali membuat onar tapi sangat cinta lingkungan, dan itu lah yang sangat Athala benci dari Nakula sangat jauh dari kata menjaga lingkungan, seenaknya.
"setidaknya lo hargai apa yang tuhan kasih nikmat sama lo lah anjing, masih bagus lo hari ini di kasih kesempatan liat pohon kalau besok gada? oksigen harus beli bego"
"apa hubungan nya rokok sama pohon?"
"ah, dasar manusia yang sekolah cuman formalitas gini nih susah mencerna dengan jelas"
"lo jangan menghina gue ya, tinggal jawab apa hubungannya rokok sama pohon? lo hisap rokok aja pencemaran udara bego"
Athala pun menatap Nakula, mematikan rokok percis yang dilakukan pria itu tadi lalu memasukan ke dalam saku almamater nya tidak di buang asal, lalu ia berucap "pohon itu gambaran, maksud gue selagi apa yang bisa lo jaga ya lo jaga jangan sampai sesuatu yang kecil jadi sekarang dampak nya kemana-mana kan? bisa jadi karna keteledoran kecil lo, di besok hari lo gabisa lihat pohon dan nafas aja harus beli. dan ngomong-ngomong soal rokok juga pencemaran udara, menurut gue rokok adalah jiwa gue penghilang penat juga pusing gue gabisa menghilangkan elemen penting dari keseimbangan hidup gue ya jadi kalau gue udah mencemarkan udara seenaknya gue harus mawas untuk ngga mencemari yang lain nya, contoh kecil buang sampah pada tempat nya gitu bego"
"ah pembenaran diri itu mah"
Dengan kesal Athala pun langsung menarik kerah Nakula yang sedang santai menatap pelataran langit yang gelap itu "ah, gue ngigetin ya anjing jangan buang sampah sembarang, ribut lagi lah kita darah gue udah kering!"
Nakula pun menghela, menatap gadis itu dengan teduh "thala, gue gamau berantem, pengen ngomong dengan adem sama lo" ucap nya sembari berusaha menarik perlahan tangan Athala yang ada di kerah nya.
"lo yang ngajakin ribut, tolong tau diri dong kalau mau adem"
"maaf" sumpah demi tuhan, kata itu baru Athala dengan sekarang, untuk pertamakali nya Nakula meminta maaf, kata yang sangat tabu yang pria itu katakan dalam kamus nya, bahkan Athala pikir kata maaf tidak ada dalam kamus seorang Nakula.
Terdiam, Athala hanya mampu diam mulai menerka-nerka yang selanjutnya akan terjadi.
Ujung bibir yang berdarah itu terangkat sudut nya "aneh ya? aneh gue bilang maaf"
"ngga aneh sih, cuman telat aja" ucap Athala acuh.
"Maaf, maaf kalau gue telat"
Mendengar itu, Athala terkekeh dibuat nya "lucu lo begitu?" tanya nya, kemudian ia sedikit menunduk kemudian berucap dengan perlahan "lucu sih"
Nakula tidak mendengar, ia malah mendecih "hargai gue kek"
"iyadah, lo udah keren mau minta maaf, jangan lupa terimakasih sama tolong nya ya ganteng" ucap Athala dengan senyum.
Seketika kurva lengkung dari sudut bibir yang terluka itu naik "tapi kita ga akan pernah damai sih thala"
Athala pun bangkit dari duduk nya kemudian menepuk rok nya yang berdebu karna duduk di atas genteng itu "iyadah, gue tunggu perang selanjutnya. ngomong-ngomong makasih rokok dua batang nya, ikhlasin ya awas sampe di akhirat lo nagih gue"
"idih, mau kemana lo?"
"cari praja, pasti anak nya masih bersih-bersih di ruang kesehatan" ucapnya bangkit lalu meninggalkan Nakula sendiri di bawah temaram bulan yang seolah menatap nya dengan iba, Nakula ingin berubah dan berinteraksi lebih dengan Athala tapi sepertinya semua terlambat ya? sekarang tidak ada lagi ruang barang sedikit untuk nya berusaha merajut kepercayaan Athala kembali, batas harap nya sudah hirap; hati Athala kini hanya untuk praja seorang.
Nakula hanya berharap, jika gadis itu tidak sakit nanti nya mengetahui fakta apa yang terjadi— Nakula harap ia nanti bisa jadi penenang semoga.
Lain hal yang terjadi di atap sekolah, ada hal unik yang terjadi di sepanjang lorong menuju kamar. dua anak hawa bercengkrama dengan hangat, kadang tawa sedikit menjadi ekspresi namun selama perjalanan menuju kamar kedua nya diam-diam tanpa sadar mengagumi satu sama lain.
hingga akhirnya kedua langkah itu terhenti di depan pintu kamar asrama Una dan Athala lantas keduanya berdiri berhadapan.
“dari tadi bahagia terus, sedang jatuh ya hari ini” pertanyaan itu ingin Una iyakan dengan cepat, namun nyatanya hanya kekehan sebagai jawaban yang menurut nya tepat.
lalu Antalas menoleh kembali “siapa lelaki itu?, mau bercerita tidak?” seketika, senyum yang baru saja jadi penghias memudar perlahan di gantikan oleh keheningan malam, ingin ia menyuarakan rasanya bahwa yang membuat nya berdebar ini seorang gadis, gadis cantik yang sekarang sedang setia menemani nya untuk memastikan aman selama di perjalanan menuju kamar.
iya tadi sudah terlanjur larut, Antalas dengan inisiatif nya meminta izin untuk mengantar nya, untuk apa juga meminta izin dan untuk apa rela mengantar? ah Nikaluna Undala, harapan apa yang kamu taruh?.
"ngga, aku ngga suka laki-laki" katanya, lantas Una pun menyadari ucapan nya barusan kemudian gugup sendiri "ah maksud nya, lagi ngga suka sama laki-laki" ralat nya.
Antalas pun mengaguk "kalau gitu, selamat malam Niku semoga dapat mimpi indah, ah iya Niku mau ngga besok mengantar saya ke luar asrama? kata guru besar harus ada yang dibeli untuk kebutuhan natal nanti"
Una pun terdiam sejenak, lantas anggukan sebagai jawaban nya "mau Ann, kalau gitu selamat malam juga Ann sama seperti katamu, kamu jangan lupa bermimpi yang indah-indah ya?"
Antalas tersenyum, melambaikan tangan nya tanda sampai jumpa lalu berjalan kembali dan hilang di balik tembok.Una masih depan pintu, sejenak ia menghela nafas dan memegang dadanya sendiri merasakan debar nya yang tidak bisa dikendalikan. Una resah. Harus kah ia memberi batas harap?
LOKAMADYA
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] LokaMadya | JiminJeong
Fanfictiona jiminjeong fanfiction, Indonesia au ; warn gxg content. "ann, sederhana nya kamu si penyuka sendu dan pemandu rindu namun kamu membuat aku jatuh dan tak bisa bangun dari mimpi indah tentang kamu" - lukisan frasa niku untuk wanita cantik kecintaan...