xv. untuk dosa yang dipantik

392 66 1
                                    

🗒️; Dengarkan lagu kasih tak sampai - padi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🗒️; Dengarkan lagu kasih tak sampai - padi.




 
 

  Untuk dosa yang kemarin di pantik, Antalas tidak pernah menyesali nya dan mengabadikan itu sebagai kenangan cantik yang membuat luka tersayat perih di batin.

   dua hari berlalu, tanpa pernah lagi Antalas melihat Niku nya itu tampil dengan senyuman cantik untuk mengisi sore hingga malam nya yang sunyi jadi berisik.

    Rasa sesak kian memuncak, kala ia menahan rasanya agar tidak semakin menjadi dan nekat menemui gadis itu lagi, Antalas tahu seberapa dalam luka yang ia toreh pada gadis yang tiada salah sama sekali, dirinya egois dan ia sadar akan hal itu tapi ia juga meringis ngilu, ingin menangis tapi ia yang memulai dan mengakhiri segalanya.

   menutup pintu ruang dewan dengan perlahan, dirinya berpapasan dengan Athala yang baru keluar dari ruang konseling, ia mendapat tatapan menusuk dari gadis pirang yang kini jalan mendekat ke arah nya.

   ia sudah yakin, bahwa akan dapat satu bogeman mentah dari orang yang sahabat nya disakiti itu.

   Namun si pirang hanya memberikan senyum sarkas sembari berkata "makasih ya, temen yang gue jaga bahagia nya sekarang senyum nya lo renggut dengan bangsat, selamat mati nurani lo!"

   Antalas terdiam, bisu di buat Athala yang kini telah berlalu pergi dengan perlahan ia melangkah dengan pandangan kosong.

    Mengigit bibirnya resah, menekan kukunya dengan jarinya gusar rasanya Antalas ingin berteriak dengan lantang, bahwa ia pun tak kuat namun ia pun tidak bisa berjuang melawan logika dan norma yang berlaku, ia tidak sekuat itu untuk berani meneriakkan rasanya lantang, Antalas tahu ; ia pengecut.

    Antalas pun berantakan, semalaman ia menangis dalam gelap tanpa isakkan, suaranya di redam takut ada orang yang dengar; ia sendirian, ia tak punya tempat untuk mengeluh kalau ia juga sesak dan peluh.

    Untuk saat ini, maaf perjuangan nya tidak akan pernah jadi kelanjutan cukup malam itu ia menumpuk dosa tak ingin lebih, ia tahu punya batasan dan juga tuhan yang menatap nya apalagi harapan orang tua di pundak nya, jadi lebih baik ia yang kalah akan dirinya daripada mengecewakan harap dari orang-orang.

    Untuk saat ini, Antalas menyerah memilih meninggalkan segalanya dan menetap di ruang sepi yang berisi kecewa akan dirinya, tentang hari indah yang pernah lewat anggap saja itu sebuah mimpi, iya ia pecundang; ia tahu mampu nya tidak banyak, maaf untuk anggan Niku-nya yang terlalu jauh dan terlampau jatuh.

    Untuk saat ini, Antalas pernah berhenti memiliki rasa yang orang bilang jatuh cinta, ia hanya berhenti melawan takdir, melawan rasa egois nya untuk berusaha bertindak melenceng dari ketetapan yang ada.

     Dalam lorong ruang dewan, ada sepasang netra yang berair mengambarkan emosinya hanya hancur dan patah yang ntah kapan berakhir, remaja itu sadar namun tidak bisa menerima dirinya dengan wajar.

    Perlahan ramai kehilangan riuh nya, angan-angan terkapar berserakan, katanya nanti di depan ada bahagia namun nyata nya sia-sia, namun sekarang luka siapa yang paling sedih?.

    di dalam kamar yang temaram di balut sunyi, gadis itu duduk tanpa jiwa yang ntah pergi kemana, tangan nya bergerak tanpa henti menulis berbagai rumus untuk menghilangkan dukanya.

   Mukanya pucat pasih, makan nya hanya beberapa suap seolah kenyang dengan rasa sakit nya yang ia nikmati dengan resap.

    Una kehilangan kendali atas dirinya.

     "Una, makan" itu punya Athala dari balkon yang sedang mengisap batang nikotin itu.

    Tak menjawab, mengabaikan sepiring nasi yang tidak tersentuh di sebelah nya.

    "Una lo patah hati boleh, tapi jangan sampai hati lo patah, tubuh lo juga ikut tumbang!"

    Masih tetap tak merespon gadis itu masih memaksakan dirinya yang sudah demam itu untuk tetap belajar— demi mengalihkan rasa nyeri patah hatinya.

    Athala pun berdecak geram, lantas menjatuhkan puntung rokok itu dan diinjak dengan sekuat tenaga kemudian ia mengambil nya lagi dan membuang ke tong sampah samping pintu balkon.

    Athala pun berdiri, menjadikan kursi yang di duduki oleh Una sebagai genggaman atas redaman emosinya "mau gue tonjok bagian mana tuh si Antalas? bagian pipi? kepala atau dadanya sampe bunyi deg!, atau mau gue hajar habis-habisan sampai masuk UGD, atau—"

    Una pun memejamkan matanya, menaruh pulpen nya di meja dan menyela ucapan Athala "UDAH!"

    Athala pun terdiam, gadis yang selama ini menahan tangis nya dah di redam sedalam-dalamnya nya dan melampiaskan lewat soal matematika itu akhirnya mengeluarkan emosinya dengan tangis yang membeludak.

   Athala pun memejamkan matanya, Una yang sedang terduduk itu di beri dekap peluk hangat dan dengan cepat Una membalas nya dengan erat.

   "Athala gue sakit, ini sakit banget" lirih nya perih.

   Athala mengusap rambut Una, sementara tangan satu nya lagi mengepal kuat, benci juga emosi nya membeludak dalam diam.

   "gue hajar Antalas sampe mati ya?"

   "Thala!" geram Una yang membuat ia semakin terisak kencang.

    "gue tau lo udah mendem perasaan ini dua tahun Na, rasanya sakit banget gua paham dan memang bajingan banget dia udah beri lo harap padahal lo udah mencoba ga menanam harap sedari awal, Una lo ga layak buat orang brengsek kaya dia, Una kalau lo kasih izin buat Antalas mati di tangan hari ini gue bakal hajar dia sampe abis, Una gue bisa hadepin dunia bajingan ini tapi ngga di saat lo nangis"

    ajarkan Una kata syukur yang pantas untuk hari ini, mendapatkan teman yang selalu ada untuk dirinya dan menerima dia apa adanya.

   Rasa sakit memuncak di saat dunia dan isinya bajingan, tapi terimakasih untuk Athala yang selalu ada untuk nya dan membuat seluruh nya terasa ringan.

    "Thala, ajarin gua caranya untuk melupa dan dapat titik maaf"

    "gue perlu hajar Antalas kah?"

    Una mendongkak kemudian mengeleng keras "jangan sakitin dia, dengan begitu gue yang jatuh lebih sakit"

    "terus apa yang lo harap?"

    "gue pengen menghilangkan rasa, gue pengen lupa— lupa dengan apa yang pernah ada"

     Untuk dosa yang pernah di pantik, akan Una lupakan dengan sedemikian usaha, untuk semua rasa yang pernah tampil mengisi harinya dan menjadi cantik akan ia hapus dengan rasa sakit nya.

    Untuk hari yang lalu, Una menyesal telah memulai temu— menyisakan luka yang orang sebut sebagai pilu membiru, kini Una tahu segala bahagia yang lalu itu menjadi sebuah sakit yang tiada jalan untuk temu pada bahagia.

    bagai sebuah malapetaka, rasanya hanya meninggalkan duka yang Amerta menjadikan ia sebagai remaja yang jatuh tanpa tujuan, sakit tanpa penyembuh juga pijar yang kini jadi kelabu, hidup yang lalu yang ia pikir ada bahagia yang ia tempuh kini rasanya hanya sebagai masalalu abu-abu, terimakasih untuk Ann yang membuat Niku merasa kalau ia tidak layak untuk jatuh cinta lagi, nanti.

    Selamat Ann, telah memadamkan hati seorang gadis yang padahal dinyalakan sedemikian hangat hanya untuk mu seorang.

LOKAMADYA

[✓] LokaMadya | JiminJeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang