#11 Gunung Berapi

27 2 0
                                    

Aku terbangun di pusara pagi. Sekilas nampak letih sang rembulan; tak berhenti menyinari pelupuk sang malam. Sebelum fajar betul-betul menjalar, sudah ku lampirkan doa-doa untuk ibuku, dan sekarang namamu terseret juga-tak luput dalam lirih munajatku.

"Semoga hari ini cerah, agar kau mudah tak perlu repot-repot menghindari basah." Dan Tuhan mengabulkan doaku, "terimakasih Tuhan, kau titipkan mentari untuk bersinar hari ini."

Pukul sepuluh pagi, sepertinya kau terlihat resah; Semalam tidurmu kurang nyenyak, hingga larut malam mata indahmu baru dapat terpejam, dan paginya tak sempat sarapan. Ceritamu.

"Andaikan saja ada aku disampingmu, mungkin hari ini kita sudah ijin tak bekerja." Angan-angan sederhana, dari seorang pengagum yang berharap kelak menjadi nyata.

"Hemm, kau lapar? Untungnya ada roti dari ibu." Oh ibu, kau menyelamatkanku. Dari sebungkus roti, rasa-rasanya aku mulai dapat memberanikan diri untuk mendaki Gunung Berapi- mengajakmu untuk makan siang hari ini.

Aku tak peduli kau terpaksa atau betul menerima, langit seakan terbuka. Awan melambaikan tangannya seraya berkata, "selamat, ajakanmu diterima."
Seketika riuh seisi semesta. Semua bertepuk tangan untukku. Aku tersenyum untuk beberapa menit, monitor usang berkedip begitu genit.

"Aku bahagia!"

_Keberanian merupakan salah satu wujud dari cinta, karena cinta menguatkan. Kau yang tak pernah mendaki, akan segera menaiki gunung berapi demi cinta_

Dan Kau HadirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang