BAB 4

15 3 0
                                    

"I hate you!"

Lisa pergi ke kamar Putri dan mengetuk pintu anak semata wayangnya itu. Karena tidak ada jawaban, Lisa berinisiatif untuk masuk ke dalam kamar Putri. Lisa melihat anaknya masih tertidur dengan mata sembab.

"Mamah cuma nggak mau kamu jadi anak yang lemah," batin Lisa setelah dia mencium kening Putri dan membiarkan anaknya tetap berada dalam alam mimpi.

"Mamah pergi dulu ya sayang," ucap Lisa sebelum dia beranjak dari kamar Putri.

Beberapa jam setelah Lisa pergi dari dalam kamar Putri. Dengan mata yang masih terasa berat akibat menangis semalaman, Putri berusaha bangkit dari tidurnya. Melangkah meninggalkan ranjang menuju ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya.

Setelah mandi, Putri menatap wajahnya yang terlihat sangat berantakan. Mata bengkak dan wajah yang sedikit pucat. Dada Putri masih terasa sesak. Memang benar kata kebanyakan orang, jika hal yang paling menyakitkan di dunia adalah kehilangan orang yang kita sayang. Terlebih orang itu adalah orang tua kita sendiri. Kemudian Putri beranjak meninggalkan kamarnya untuk makan siang karena jam sudah menunjukkan pukul 11.

Putri menyeret kursi makan lalu duduk di atasnya. Meja makan yang amat sepi. Dulu waktu Putri pertama kali masuk SD, meja makan ini ramai dan penuh dengan kegembiraan. Tidak hampa, sepi dan senyap seperti saat ini.

"Non," panggil salah seorang pelayan yang sudah berdiri tepat di samping Putri.

"Kenapa mba?" tanya Putri setelah dia tersadar dari lamunannya dan menoleh.

"Ini ada titipan dari nyonya untuk non Putri," ucap pelayan itu sambil memberikan Putri sebuah amplop berwarna putih berukuran sedang. Putri tidak tau apa isi amplop itu.

"Apa ini mba?"

"Saya juga kurang tau non. Nyonya hanya memerintahkan saya untuk memberikan amplop ini kepada non Putri," sahut pelayan itu setelah dia memberikannya kepada Putri.

"Makasih, mba," ucap Putri sambil tersenyum.

"Kalau begitu saya permisi dulu ya, non," pamit pelayan itu sebelum dia beranjak pergi.

Ternyata isi amplop itu adalah sebuah kartu ATM lengkap dengan nomer PIN-nya. Selain kartu ATM juga terdapat sepucuk surat dari Lisa yang ditujukan untuk Putri. Di dalam surat tersebut Lisa mengatakan bahwa dia akan mengirimkan uang setiap bulan ke rekening Putri dan Putri bisa mengambilnya kapan pun.

"Tapi Putri cuma butuh mamah," ucap Putri sambil menatap kartu ATM yang baru saja dia letakkan di samping piring makannya.

Putri segera meraih handphone di dalam saku celananya. Lalu membuka layar telepon serta menempelkannya di telinga kanannya.

"Gimana, Put?" terdengar suara Andra.

"Ndra. Lo ada acara nggak hari ini?" tanya Putri setelah nada sambung teleponnya berhenti.

"Gue mau ke Dufan sama mamah."

"Yaudah kalau gitu."

"Kenapa?"

"Nggak papa."

"Lo mau main?"

"Nggak. Nggak papa kok. Have fun ya," sahut Putri sebelum dia memutus sambungan teleponnya.

~ A P O S T R O F ~

"Mah, kita mau berangkat jam berapa?" tanya Andra sambil meletakkan handphonenya ke atas meja makan.

"Ra, sebelum berangkat jangan lupa ambil berkas yang ada di dalam laci meja kerja saya ya," ucap Jharna kepada Dara yang sedang menerima sebuah berkas kerja sama Mega proyek yang baru saja dia tandatangani.

APOSTROF (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang