𝐦𝐲 𝐟𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐚𝐧𝐝 𝐥𝐚𝐬𝐭

1.7K 156 3
                                    

Dahi itu mengernyit kala ia merasakan usapan ringan pada pipinya, sedikit demi sedikit ia membuka kelopak matanya,

"Good morning, My Queen,"

Ravael tersenyum, keindahan yang berada di depan mata ini ingin ia rekam seumur hidup. Mata Alex yang melengkung layaknya bulan sabit dan suara serak pagi nya berhasil membuat tubuh Ravael meremang, ini indah, sangat indah.

"Good morning, Alex."

Saat ia akan bangkit, badannya dicegah oleh Alex untuk tidak bergerak, Alex mengerling,

"Stt, kamu tidak ingin membangunkan milikku yang masih memenuhimu, bukan?"

Pipi Ravael merona, ah pantas saja pantatnya terasa sesak. Penis Alex masih berada di lubangnya hingga pagi ini,

"Cockwarming, sweetheart, milikku tidak ingin terlepas dari lubangmu begitu saja,"

Ravael mendusalkan hidung mancungnya ke dada Alex dan mengusakkannya, Alex terkekeh. Pujaan nya berubah menjadi rubah kecil yang begitu menggemaskan. Pelipisnya ia kecup, pipinya ditangkup, kecupan itu turun hingga belah bibir Ravael. Ia kecup bibir itu lama dan melumatnya, Ravael tersenyum disela-sela ciumannya.

Ravael menggeliat, "Alex, lengket.."

Alex paham akan situasi, Penisnya ia keluarkan perlahan, tidak ingin menyakiti dewi nya di pagi hari ini,

"Ahh,"

Tubuh mungil itu ia gendong ala bridal style menuju kamar mandi ruangannya. Perlahan ia rebahkan tubuh Ravael di bathtub, air hangat kini mengalir membasahi tubuh indah Ravael,

"Sshh,"

"Apa masih terasa sakit?,"

Bibirnya mengerucut, mata rubahnya berkaca-kaca, Ravael mengangguk pelan,"P-perih, Alex,"

Ah, pemandangan Ravael pagi ini benar benar mengundang hasrat singa milik Alex, seandainya ia tidak memiliki kewarasan, saat ini mungkin Ravael kembali terhentak dengan hebat dibawah kungkungannya.

Alex ikut masuk kedalam bathtub, membantu Ravael nya membersihkan diri. Ia menggosok badan mungil itu tanpa terlewat se inchi pun. Anal nya ia usap perlahan, membersihkan sisa-sisa cairan miliknya yang sudah mengering,

"Shh Ahh,"

Keduanya kini telah usai membersihkan diri. Ravael kembali ia gendong, sebelumnya ia sudah memakaikan bathrobe hitam di tubuh itu. Langkah kakinya tertuju pada ranjang dan mendudukkan Ravael dipinggir,

"Bajunya kamu pilih sendiri di lemari, aku akan turun kebawah untuk menyiapkan sarapan,"

Ravael merona, paginya kali ini benar-benar luar biasa. Hati tamaknya ingin merasakan hal ini hingga akhir hayatnya, bisakah?

Tubuh Alex telah menghilang dibalik pintu. Perlahan Ravael bangkit,

"Shh, masih perih, padahal sudah dioleskan salep tadi,"

Tungkainya meneliti hingga ujung ruangan. Walk in closet milik Alex tak jauh berbeda dengan miliknya. Hanya saja pakaian Alex terkesan lebih maskulin, sedangkan miliknya dikombinasi sentuhan feminim.

Kaos biru laut dan sweat pants hitam menjadi pilihannya. Kaki jenjangnya perlahan mencari-cari keberadaan Alex diluar ruangan. Sejenak ia berpikir, hey, bagaimana bisa semalam mereka sampai dilantai 3?

"Ravael, come here,"

Itu Alex dengan suara huskynya, melambai kecil di balkon lantai 2 miliknya. Siang ini kota masih diguyur hujan, beruntungnya balkon itu dilengkapi kanopi otomatis untuk digunakan pada cuaca panas maupun hujan seperti saat ini.

Langkah kecil Ravael terhenti, ia terkesiap karena tanpa aba-aba Alex menarik lengannya untuk duduk diatas pahanya, suasana romantis ini membuat jantung keduanya berdegup kencang. Ravael rasa cuti dadakan minggu ini akan ia pakai untuk kerumah sakit demi keperluan kesehatan jantungnya.

Tangan Alex melingkari pinggangnya, sedangkan tangan lainnya yang bebas menyendokkan waffle untuk ia sodorkan kepada Ravael. Hal itu disambut dengan baik oleh Ravael, ia membuka mulutnya dan suapan itu masuk, rasa manis waffle hangat bercampur strawberry yang asam memanjakan indra perasanya.

Kini waffle itu telah tandas, Alex semakin mengeratkan pelukannya pada Ravael. Tidak ingin hari ini berlalu begitu cepat, inginnya ia mengurung Ravael agar selalu berada dalam jangkauannya. Rubah kecil itu mengusakkan hidung miliknya di leher Alex,

"Dingin, hm?"

Ravael mengangguk, setelahnya ia merasa badannya terangkat kembali. Refleks ia mengalungkan tangannya ke leher Alex, ah, rubah kecil dalam sangkar ini benar-benar tidak ingin Alex lepas.

"Ravael, look at me,"

Yang diberi titah segera mendongak, netra keduanya kini bertaut,

"I know, this is crazy but, i don't wanna lose you, Rav."

Ravael mengerjap, pipinya merona layaknya buah tomat segar yang dipetik pagi hari,

Ia mencicit, "Me too.."

Alis Alex terangkat, rungunya tidak menangkap dengan jelas kalimat yang keluar dari bilah bibir Ravael "Hm? Kamu bilang apa?,"

Ravael sedikit mengeraskan suaranya, "Me too, Alex,"

Jantung keduanya semakin berdentum, perasaannya membuncah, ini benar-benar diluar nalar Alex, ia rasa saat ini ia ingin berlari dan menenggelamkan dirinya ke samudera. Mata Ravael membulat, jari kecilnya membuat pola abstrak di dada Alex, "But can we, keep it, lowkey?"

Alex tersenyum, lantas mengangguk, "Im under your obey, My Queen."

End.
Perlu epilog ga?🥴

𝐋𝐨𝐰𝐤𝐞𝐲; NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang