~ Happy Reading ~
Tengah malam yang dingin, tentu saja karena jendela kamar saat ini sama sekali tidak tertutup. Angin sepoi-sepoi datang dari arah luar dan juga ditambah lagi dengan kipas angin yang masih menyala diruangan, membuat hawa dingin semakin terasa.
Dan tentu saja siapa yang tidak terganggu oleh suara yang sangat bising di tengah malam seperti ini, bahkan saja jam masih menunjukan pukul 00.23 tentu saja waktunya semua orang beristirahat.
"Jun, lu ngapain disana?"
Penglihatan Nadil sedikit memburam karena ia harus terbangun tengah malam seperti ini. Pemuda itu bahkan hampir lupa jika tengah berada menginap di dalam kamar temannya.
Suara bising yang berasal dari sudut ruangan mampu membuatnya terbangun dari mimpi indah malam ini.
Tak ada jawaban yang temannya berikan, suara seperti pukulan antara lantai dan besi kian terdengar hingga penjuru ruangan, atau mungkin juga terdengar dari arah luar.
Entah apa yang sedang dilakukan temannya malam hari seperti ini. Penampilan Jundi terlihat sangat berantakan dari arah samping. Ah iya Nadil baru ingat suatu hal.
Pemuda itu mengucek matanya agar pemandangan nya tidak terlihat buram. Beberapa kali ia memanggil nama temannya, namun Jundi sama sekali tak menoleh ataupun menyahut. Entahlah rasanya ini memang bukan temannya.
Dari arah dekat semakin terlihat wajah datar milik Jundi, bahkan wajah itu terlihat memucat. Nadil hampir dibuat berteriak saat melihat darah yang mengalir bebas di lengan temannya. Ia yakin jika memang Jundi sadar dengan apa yang ia lakukan saat ini.
Nadil segera mendekat dan menggoyangkan kedua bahu Jundi, tak ada tatapan ataupun suara yang keluar dari sana. Di tangan lelaki itu juga terdapat sebuah cutter yang ia gunakan untuk menyayat lengannya. Nadil tak habis pikir dengan apa yang di lakukan oleh Jundi, lelaki itu kemudian berusaha untuk merebut benda tersebut dari genggaman sang sahabat.
Namun cutter tersebut sama sekali tak bisa ia ambil. Jundi bahkan menyembunyikannya sebisa mungkin agar tak ada sesiapapun yang merebut benda tersebut dari tangannya. Masih dengan wajah datarnya ia menatap ke arah sang teman.
Disini sepertinya perkiraan Nadil memang benar jika ini bukanlah sosok temannya. Seperti ada sosok lain yang berada dalam tubuh itu dan mengendalikan Jundi. Dari tatapannya saja bukan mendeskripsikan sifat temannya.
"Pergi. "
Ucapan tanpa ekspresi itu mampu ia berikan kepada Nadil. Setelahnya ia kembali mengeluarkan cutter yang sebelumnya tersimpan di belakang tubuhnya.
Nadil masih tak bisa berpikir. Lelaki itu menyimak apa yang tengah dilakukan sang teman. Dan hal yang sama kini kembali terulang, Jundi menggores lukanya hingga menetes darah dari sana, namun ekspresi wajah temannya masih seperti semula. Seakan tak merasakan kesakitan.
Hujan gerimis sudah reda dan kini digantikan oleh angin malam yang mampu menerbangkan tirai-tirai jendela. Jika sudah melihat temannya yang seperti ini, entah mengapa Nadil langsung merasa tak berani untuk sekedar merebut cutter yang sudah banyak sekali noda merah tersebut.
Sebisa mungkin untuk malam ini ia memecahkan masalah yang terjadi sebenarnya. Hal yang tak wajar ini mampu membuatnya penasaran dan bertanya-tanya.
Lelaki itu kembali menggoyangkan lengan Jundi hingga tangannya ikut terkena noda darah yang menetes dari sana. Tak peduli dengan semua itu, yang ia pikirkan saat ini adalah cara supaya ia bisa mencegah perbuatan yang tidak wajar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Jundi || Renjun [END]✔
Teen Fiction"Ma, ini ada martabak buat aku boleh kan? " -Jundi "Em... itu kan ayah beliin buat adek, kamu nungguin ayah beliin kapan-kapan ya? " -Mama "Yah,tas ku ini robek dikit. Kalo dibiarin nanti putus. Beliin baru boleh? " -Jundi "Jun... Ekonomi kita agak...