~ Happy Reading ~
Setelah berdebat kecil dengan Mama tadi, Jundi memutuskan untuk segera pergi keluar. Seperti nya pemuda itu tadi salah berucap dengan sang mama hingga membuat mamanya sedikit marah setelah Jundi mengucapkan kalimat sensitif tersebut.
Langkahnya kini bergerak menelusuri trotoar jalanan, tanpa tujuan sama sekali. Jam masih menunjukan pukul satu siang, tentunya udara sangat panas hari ini. Namun hal itu sama sekali bukan hambatan untuknya melakukan aktivitas diluar ruangan.
Tak peduli jika nantinya akan langsung pusing atau timbul gejala apapun itu. Hati kecilnya merasa bersalah kepada mama hingga pemuda itu memutuskan untuk keluar rumah sementara tanpa tujuan.
Ia tak tahu akan kemana sekarang, kerumah teman temannya pun akan sia-sia karena mereka tengah berada di sekolahan saat ini. Jundi mengambil duduk di sebuah kursi yang dekat dengan pohon. Pemuda itu menghela napas sambil mengamati jalanan kota yang bisa terbilang cukup padat. Para kendaraan saling membunyikan klakson agar laju mobil bisa ditinggikan.
Rasanya bosan sekali seharian tak pergi sekolah. Jika hanya makan dan tidur saja semua tidak akan bisa merubah kebosanan pemuda itu. Yang menemani dirinya kala ini adalah sebuah kepusingan yang masih tertancap dikepala.
Sinar matahari yang berada di atas kepalanya mampu membuat tubuhnya berkeringat. Tapi ia sama sekali tak mempermasalahkan hal itu.
"Kenapa bilang kaya gitu? Mau ninggalin mama?"
Di benaknya terlintas suara lembut mama yang mampu membuatnya semakin merasa bersalah. Sungguh bukan maksud Jundi berkata seperti itu agar menjadi kenyataan, ia hanya ingin bertanya tentang kedepannya tapi yang didapatkan hanyalah sebuah bentakan kecil yang tak terkesan seperti orang marah. Walaupun bentakan tersebut tak terdengar kasar tentu saja masih bisa membuat Jundi merasa bersalah, melihat manik mata mama saja ia seperti bak orang berdosa.
Pemuda itu meraup wajahnya kasar. Belum lama berada diluar sebuah keringat kini sudah mulai terlihat menetes di pelipisnya.
"Mama dari dulu udah ngerawat kakak, terus dengan segampang ini kakak bilang kaya gini?"
"Kalau ditanya mama gimana tentu jawabnya gak bakal baik-baik aja kak. Kakak sama Jeevan anak mama, kalian berdua yang udah buat keluarga mama jadi lengkap. Terus semudah itu kakak bilang mau pergi? "
Suara nama terus-menerus terngiang diotaknya. Jundi menghela napas sambil memandangi setiap sudut jalanan yang ramai. Jika dilihat-lihat dari raut wajah mama menggambarkan rasa amarah, namun bagi Jundi wajah marah mama sama sekali tak terlihat seram.
Ia pastikan waktu kedepannya tak akan pernah mengucapkan kalimat yang membuat kedua orangtuanya berpikir hal-hal negatif.
---
Langkah kaki pemuda itu kini berjalan menuju ke sebuah montir yang masih ingin dibuka oleh pemiliknya. Sengaja pemuda itu berangkat kesini di waktu yang begitu cepat, jika dipikir-pikir mungkin membantu pak Karjo dalam membuka tempatnya tak terlalu berat.
Pak Karjo yang masih mempersiapkan alat-alat seperti pompa air dan lainnya, sedangkan Jundi mengganti logo tutup menjadi buka.
Pak Karjo sedikit heran mengapa di waktu yang masih menunjukkan pukul setengah tiga sore, pekerjanya sudah sampai di tempat ini dahulu. Bahkan jika diingat-ingat mungkin Jundi yang sampai di sini dahulu. Niat ingin bertanya, tapi pak Karjo takut jika hal-hal yang ingin ia tanyai berupa privasi keluarga.
"Gak makan dulu, nak?"
Ucapan mang Karjo mampu membuat pemuda tersebut menoleh. Kemudian setelahnya sebuah gelengan di berikan. Jundi sudah tak lapar, yaa walaupun tadi siang ia tak sempat untuk makan. Mungkin hanya rasa panas di perutnya semakin menjadi, hal seperti ini sudah biasa terjadi padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Jundi || Renjun [END]✔
Teen Fiction"Ma, ini ada martabak buat aku boleh kan? " -Jundi "Em... itu kan ayah beliin buat adek, kamu nungguin ayah beliin kapan-kapan ya? " -Mama "Yah,tas ku ini robek dikit. Kalo dibiarin nanti putus. Beliin baru boleh? " -Jundi "Jun... Ekonomi kita agak...