Akhirnya satu chapter lagi end
Semoga kalian gak kecewa sama end nya ^^~ Happy Reading ~
Di sebuah tempat yang selalu menjadi saksi biksu seorang lelaki menangis sambil memeluk kedua kakinya. Berada di balik pintu sambil bergumam pelan dan juga terisak. Tak ada yang mendengar suara menyedihkan itu karena memang malam ini tidak ada seseorang pun didalam rumah selain dirinya.
Kesakitan dan juga terpuruk dalam kesedihannya.
Sejak dua jam yang lalu air matanya belum juga berhenti. Menangisi nasib malangnya yang harus menjadi seperti ini. Tidak ada lagi tempat cerita ataupun tempat untuknya mengadu selain harus ia pendam sendiri.
Kesepian dan tidak ada seorang teman disini.
Rumah yang menyimpan beribu rasa suka dan duka ini semakin terasa hampa. Entah mengapa rasanya Kelu saat ingin mengatakan yang sebenarnya.
Rasa sakit ditubuhnya tak sebanding dengan bekas yang masih terasa didalam lubuk hati disana. Rasa perih itu masih terus terasa entah hingga kapan akan berakhir.
Baju seragam yang dikenakannya sudah lusuh, kotor dan juga terlihat sangat berantakan. Tidak berniat untuk menggantinya karena memang moodnya yang tengah tak baik-baik saja.
Hanya hal seperti ini yang ia lakukan, duduk meringkuk di balik pintu kayu tanpa seorang pun yang menemaninya. Takdir seolah tidak membiarkan dirinya bahagia.
Dan malam ini langit kota sudah ikut menumpahkan tangisnya. Hujan turun walaupun tak cukup deras, namun bisa mengendapkan suara seseorang.
Ingin bercerita kepada temannya saja ia merasa tak enak. Atau mungkin hal seperti ini memang harus ia pendam sendiri. Suatu hal dimana saat ayah dan mama memarahi nya disaat umurnya masih menginjak bangku SD. Tangisan Jundi terisak, semakin kencang namun tak ada yang mendengarnya.
Suara petir bergemuruh pun kini mulai terdengar, tapi itu sama sekali tidak membuat dirinya merasa takut. Jika dulu Jundi selalu tidak suka dengan suara Guntur yang menggelegar, kini semuanya terbalik. Luka di fisiknya tidak setara dengan yang tergores di hati.
Saat ayah menendang dadanya tadi, semuanya langsung terasa sakit. Entah apa yang sedang terjadi didalam sana sehingga kini setiap denyutan ia rasakan semakin sakit.
Sebisa mungkin pemuda itu mencoba untuk tetap tenang. Ia pasti bisa melalui semua ini. Tak ada yang tidak mungkin bukan? Tuhan tidak pernah menguji umatnya diluar kemampuan.
Dengungan di telinga kini berbunyi semakin nyaring. Membuat matanya sesekali memejam untuk mengurangi rasa nyeri yang berada di kepala maupun dadanya.
Jundi menyeka air matanya yang terus mengalir. Wajahnya sudah terlihat sembab. Pemuda itu tak berhenti menangis sedari tadi. Bukan, tapi lebih tepatnya hati kecilnya selalu saja tergores di setiap detiknya.Entah apa yang sebenarnya ia inginkan. Selalu saja rasa sakit itu muncul.
Bercak darah yang kembali keluar dari hidungnya kembali mewarnai baju seragam yang tengah ia kenakan. Entah sudah berapa kali, tapi yang pasti cairan itu keluar tak cukup satu kali.
Dua jam menangis membuat dirinya sedikit kesusahan untuk bernapas. Rasanya pasokan oksigen hampir sudah tidak ada di sekitar tubuhnya meringkuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Jundi || Renjun [END]✔
Teen Fiction"Ma, ini ada martabak buat aku boleh kan? " -Jundi "Em... itu kan ayah beliin buat adek, kamu nungguin ayah beliin kapan-kapan ya? " -Mama "Yah,tas ku ini robek dikit. Kalo dibiarin nanti putus. Beliin baru boleh? " -Jundi "Jun... Ekonomi kita agak...