Part 2

20K 1.8K 85
                                    

Ngetiknya sambil nungguin midnight fast and furious 7 di garden cafe mal kelapa gading.. Berharap ga ada pembaca saya yang bernasib sama seperti Raya
Cekidot..

Suatu sore yang cerah di awal bulan Oktober, Mbok Ijah berteriak nyaring dari depan pintu rumah. Teriakannya yang membahana bahkan bisa membangunkan sepasukan tentara yang sedang tidur pulas. Raya mengintip dengan rasa ingin tahu yang membuncah dari celah pintu penghubung menuju lorong yang mengarah ke dapur. Seorang laki-laki muda tertawa lebar di depan Mbok Ijah. Ia berdiri dengan ransel besar dipundaknya. Laki-laki itu sangat tampan, dengan hidung runcing, mata bening lebar yang ramah dan tawa yang terdengar sangat menyenangkan.

"Aduuhh... Mbok, aku laper banget nih. Mbok sedang masak, ya?" tanyanya sambil memegangi perut dengan muka meringis di buat-buat.

"Ini masih terlalu sore untuk makan malam, Mas," ujar Mbok Ijah sambil tertawa, "Tapi aku punya kue-kue cokelat yang enak. Akan kubawakan ke kamarmu."

"Nggak usah Mbok, jangan repot-repot. Aku ikut aja," kata laki-laki itu sambil melempar ranselnya ke atas sofa terdekat,"Lagian jika aku sedang ada di sini, aku lebih suka nongkrong di dapur. Dapur Mbok itu menyenangkan."

Beriringan mereka berjalan menuju dapur. Buru-buru Raya berjingkat-jingkat kembali ke dapur. Raya melompat ke kursinya dan menggigit kue cokelatnya dengan sikap sebiasa mungkin seolah-olah ia tak pernah sejengkalpun meninggalkan dapur itu untuk mengintip tamu Mbok Ijah.

"Halo.." sapa laki-laki itu pada Raya, lalu duduk di hadapan gadis kecil itu.

"Halo!" balas Raya datar.

"Ini Raya, Mas Fatta. Sudah dua bulan dia tinggal denganku di rumah ini," kata Mbok Ijah sambil menuangkan teh untuk Fatta dari cerek lalu duduk di samping Raya.

"Apa kabar, Raya. Nama kamu bagus sekali. Ohya... namaku Fatta."

"Kamu pemilik peternakan ini, ya?"tanya Raya dengan wajah tertarik.

"Kenapa?" tanya Fatta heran.

"Kamu orang yang sama dengan laki-laki di pigura besar di dekat perapian. Mbok Ijah bilang itu orang di pigura itu pemilik peternakan."

"Suatu saat sih iya, tapi untuk sekarang peternakan ini masih milik Ayahku."

"Boleh nggak aku panggil kamu Fatta aja?" tanya Raya sambil mengamati Fatta.

"Raya itu tidak sopan," tegur Mbok Ijah.

"Nggak apa-apa, Mbok. Aku suka anak ini, dia pemberani dan menyenangkan."

"Tapi Mas Fatta..."

"Biarkan saja," Fatta menggeleng lalu kembali menatap Raya, "Raya.... Kamu kelihatan masih kecil sekali, berapa umurmu?"

"Sepuluh tahun," jawab Raya cepat.

"Sepuluh tahun, ya," Fatta tersenyum, "Umurku dua puluh empat tahun. Jadi sebaiknya kamu memanggilku Mas Fatta aja ya, seperti Mbok Ijah."

Raya mengangguk.

"Raya itu nama kecil atau..."

"Nama lengkapku Arayadhani, tapi semua orang memanggilku Raya. Ibuku yang memberikan nama itu. Kata Ibu artinya besar. Menurut Ibu dengan nama itu, suatu hari nanti aku akan jadi orang besar. Mengerti kan? Orang besar... Bukan orang yang tubuhnya besar. Tapi orang..." Raya terdiam dan terlihat berpikir, "Ya.. orang sukses!"

Fatta tertawa, "Lalu dimana Ibumu?"

"Ibunya..." Mbok Ijah terdiam, terlihat ragu-ragu.

"Ibuku meninggal dua bulan yang lalu. Ketabrak mobil, makanya aku tinggal disini," kata Raya datar dengan wajah tanpa ekspresi.

A Homing BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang