Beberapa jam menjelang fajar, langit amat sangat gelap dan Raya memandangi jalanan yang lengang dari jendela apartemennya. Dia telah berusaha mengenyahkan Fatta. Tapi laki-laki itu sudah menghantui dirinya sejak dia masih berusia sepuluh tahun. Membuatnya selalu terkenang masa lalu yang pahit dan manis. Saat-saat bahagia yang telah mereka nikmati bersama. Dan Fattalah satu-satunya yang ia cintai dalam hidupnya. Tapi Raya harus menghadapi kenyataan bahwa hubungan mereka telah berakhir dan dia tidak akan bertemu dengan Fatta lagi.
Raya memegang perutnya yang masih datar. Ada sesuatu di sana. Milik Fatta. Bagaimana jika bayi ini lahir dan nantinya akan menanyakan ayahnya. Rasa bersalah tiba-tiba mendera Raya. Dia telah merampas hak anak ini untuk memiliki seorang ayah. Merasakan perlindungan dan kasih sayang seorang ayah. Ia telah membuat anaknya kehilangan figur seorang ayah. Ayah yang luar biasa, pintar dan baik hati. Tapi Raya meneguhkan hatinya. Kelalaian Fatta lah yang membuat ia harus kembali bersama Alexa, jadi sungguh itu adalah alasan masuk akal untuk menjauhkan anak ini dari Fatta.
Raya beranjak ke tempat tidur dan ketika hendak mematikan lampu di meja samping tempat tidurnya, ia melihat foto Fatta. Dan seketika itu juga air mata menggenang di mata Raya. Perlahan-perlahan dia merebahkan tubuhnya dan menangisi Fatta entah untuk yang ke berapa kalinya.
Jam dinding berdentang nyaring dan Raya tahu ini sudah pagi. Malam ini terasa amat panjang dan ia telah menghabiskan malam dengan menangis. Raya mengambil ponselnya.
"Raya??"
"Maaf Genta, apa aku membangunkan kamu?"
"Nggak."
"Aku sudah membuat keputusan."
"Jangan sekarang Raya, aku akan kesana pagi-pagi."
"Harus sekarang!" Raya menggeleng tegas dan dua bulir air mata jatuh di pipinya yang halus.
"Tapi aku ingin mendengarnya langsung dari bibirmu."
"Apa bedanya?" jerit Raya panik.
"Ra…?" suara Genta tiba-tiba terdengar cemas, "Apa aku menyakiti kamu? Maafkan aku."
"Aku…" Raya mulai terisak, "Aku ingin mengatakan kalau aku mau menikah denganmu, jika kamu masih belum berubah pikiran dan masih mau menerima aku dan bayiku. Masih menginginkan kami."
"Jika aku masih menginginkan kalian?" suara Genta terdengar serak.
"Ya!" Raya mengangguk.
"Aku sangat menginginkanmu dan bayi itu!" ujar Genta mantap.
"Katakan kamu mencintai aku!"
"Aku mencintaimu, Raya, juga bayi kita."
Raya tersenyum sembari menyusut airmatanya.
"Ra…??"
"Jangan pernah meninggalkan aku, Ta."
"Aku nggak akan pernah meninggalkan kamu. Kita bertiga akan selalu bersama-sama."
*****
Genta datang pagi sekali. Raya sendiri bahkan belum mandi ketika dia membuka pintu apartemennya. Senyum Genta terkembang.
"Selamat pagi," sapa Genta sambil melangkah masuk.
"Pagi!" Raya menutup pintu dan mendapati Genta sedang memandanginya.
"Kenapa, Ra?"
Lama keduanya saling pandang. Raya menggeleng pelan dan tanpa bisa menahan diri lagi dia menjatuhkan dirinya ke pelukan Genta dan tangis itu pun meledak.
"Shhh… Ra…"
Genta membelai dengan lembut rambut Raya, "Nggak apa-apa sayang, ada aku."
Raya menyurukkan kepalanya lebih dalam ke dada Genta, sebentar saja kemeja yang dikenakan Genta telah basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Homing Bird
RomanceFatta : Aku nggak akan pernah mencintai wanita manapun seperti aku mencintai kamu. Seandainya waktu dapat di putar kembali, tapi nggak akan pernah ada yang akan kembali. Semuanya berlari semakin cepat dan kita berlari semakin menjauh. Raya : Burung...