delapanbelas.

146 7 5
                                    

"Ekhem, Kak, selamat UN, yaa. Gue doain, nih." Ujar Faza sambil memperhatikan Ano yang sedang memakai sepatu kemudian merapihkan dasinya, "Iya, makasih ya. Aduh, gue deg-degan jadinya." Ucap Ano.

"Udah, gue yakin kok lo bisa. Secara, lo itu jenius gitu, deh. Wkwk. Udah, pokoknya semangat, ya!" Seru Faza sambil mengepalkan tangannya dengan semangat juang, persis seperti pejuang jaman dulu. Ano terkekeh dibuatnya. Lalu, keluar.

Beberapa menit kemudian, "Anjrit! Faza! Plis, plis, anterin gue ke sekolah, plis!! Ban gue bocor! Gue takut telat! Astagaa!" Pekik Ano panik. Siapa yang tidak parno? Di hari yang sangat penting, ada cobaan. Faza pun ikut panik, mengingat supirnya mengatar orangtuanya ke kantor. Faza langsung meraih kunci mobilnya dan berlari keluar. Untung ia sudah rapi. Memakai celana 7/8 hitam dan sweter abu-abu kesayangannya.

Saat setengah jalan menuju sekolah, mereka baru sadar. "Lah, Kak. Kenapa tadi lo nggak nyetir sendiri?" Tanya Faza.

"Nggak kepikiran, sih. Takutnya entar lo mau pergi, atau gimana juga. Tadi juga gue panik parah." Jawab Ano. Faza manggut-manggut.

Sesampainya di lobby sekolah, ternyata masih terkejar. Masih tersisa waktu duapuluh menit sebelum segel ruangan dibuka. Dan Ujian Nasional berlangsung. "Semangat, Kak!" Seru Faza dari dalam mobil. Ano mengacungkan satu jempolnya sambil berjalan cepat masuk ke dalam gedung sekolahnya.

Faza yang sudah terlanjur pergi, merasa malas untuk pulang. Ia memutuskan untuk menelpon Lina. Karena, kenyataannya dirinya masih meradang di posisi jomblo.

"Lin, McD yuk."

"..."

"Nongkrong-nongkrong aja,"

"..."

"Oh, oke. Gue tunggu. Tenang."

"..."

"Hah? Nggak bisa? Tae. Yaudah."

Lina nggak bisa pergi. Lah, udah lah makin jomblo aja gue.

Akhirnya, dengan semua ketidakjelasan di pikirannya, Faza memutuskan untuk berkeliling dengan mobilnya. Ya, walaupun harga BBM baru saja melonjak tinggi.

Saat lampu merah menyala, ponselnya yang berada di pangkuannya berdenting tanda ada pesan masuk.

---
Dimas Satya: Faza, bawa gue cabut, dong. Mobil gue ceritanya lagi disita..

---

Ya ampun, ada-ada aja kelakuannya. Tapi gapapa lah. Rejeki gak kemana, wkwkwk.

---
Faza: Yaudah,

Faza: Eh, tapi entar gue kena semprot manager lu lagi, Di. Ogah, ah.

Dimas Satya: Engga.

Dimas Satya: Serius, deh. Ayo dong. Dari pada lu macem jones. Lagi libur kan?

Dimas Satya: Wkwk, ampun Nyonya besaar..

---

***

"Nah, dateng juga! Lo lama, asli. Tapi, udah yuk jalan, cepet." Ajak Dimas lalu mengambil alih kunci mobil Faza yang tadi digenggam oleh gadis itu. "Eeh, ngapain buru-buru?" Tanya Faza. "Ada panda buncit ngamuk," jawab Dimas asal disusul teriakan.

"DIMAS SATYAAA!! JANGAN COBA-COBA KABUR YA! AWAS!"

Faza yang kaget, langsung berlari kocar-kacir masuk ke dalam mobil setelah Dimas. "Anjir, Di. Siapa tuh?" Tanya Faza setengah panik. Dimas menyalakan mobil dan langsung jalan baru menjawab pertanyaan Faza.

"Tadi gue udah bilang, itu panda buncit ngamuk."

"Ih, serius.." ujar Faza kepo.

"Ya, itu asisten gue. Ses Panda deh dia mau dipanggilnya. Katanya unyu. Kan dia rada melambai gitu, gue manggilnya Mas-mbak aja, eh dia ngamuk. Terus akhirnya pas dia ketiduran, gue coret-coret mukanya persis panda, deh." Jelasnya panjang lebar. Faza masih mencerna semuanya lalu menggelengkan kepalanya.

Ponsel Dimas berdenting.

Karena sedang mengemudi, ia mengambil ponselnya dari saku dan memberinya pada Faza.

"Faza, tolong bacain isi SMSnya apa.." pinta Dimas sambil tetap memperhatikan jalan yang cukup lapang.

Faza bergeming kikuk sambil memegang ponsel Dimas. "Passwordnya 6149" tambahnya.

Berasa pacaran, duh. Batin Faza berkecamuk.

"Dari ... siapa nih, engga ada namanya, Di. Isinya, Dimas, jangan lupa nanti sore ada manggung di cafe Pelangi." Ucap Faza membeo isi pesan itu.

"Ooh, jawab aja, ini Kak Hendra bukan? Ganti nomer lagi? Gitu." Perintah Dimas. Faza menganggukan kepalanya patuh, lalu menjawab pesan tersebut.

Tak lama, ponselnya berdenting lagi.

"Dimas, katanya iya." Adu Faza. Dimas mengangguk.

"Eh, Za hari Rabu lo masih libur kan? Dateng ke ulang tahun adek sepupu gue dong, temenin gue," pinta Dimas melas. "Lah, ngapain gue ke ulang tahun anak piyik. Berasa anak ilang." Tolak Faza.

"Nah, lo gak mau kan. Apalagi kalo lo nggak mau nemenin gue. Gue bisa mati bego. Masa lo rela sih, cowok seganteng gue gini tersiksa lahir dan batin?" Ujar Dimas dramatis. Satu tangannya mengarah ke dada persis adegan di sinetron.

"Hm. Ini karena gue kasian ya, sama lo. Bukan gara-gara gue gak rela kalo cowok sejelek lo tersiksa lahir dan batin." Simpulnya. Dimas berseru senang.

"Eh, kita sebenernya mau kemana ya?" Tanya Dimas bingung. "Lah, ga tau, lo yang nyetir, kok."

Mobil yang mereka naiki berderu halus di sepanjang jalan, melaju tanpa tujuan.

"Lo sama Reza gimana?" Tanya Dimas pelan, tak mau menyakiti hati Faza.

Faza tersenyum muram. "Belom ada perubahan, Di. Dia nggak ngasih kepastian." Jelas Faza dengan tatapan kosong yang tak lama terganti dengan ekspresi kaget karena tangan hangat milik Dimas menggenggam tangannya.

Jantung keduanya memompa keras. Untungnya, volume radio memenuhi mobil itu dan menyamarkan suara jantung mereka yang berdegup kencang di balik ekspresi datarnya.

***

A/n

Aduduu, maaf telat updateee ): soalnya gue lagi UKK. Mohon maklum yaaa..

Oiya, ada rahasia di balik password hp Dimas loh.. Mau tau? Baca terus ya!

Selasa, 2 Juni 2015.

Say you like meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang