sepuluh.

216 9 0
                                    

"Ya Allah, nggak laah. Plis pliss ... jangaan," mohon Ano.

"Hm, gimana yaa? Males sih gue sama pangeran kw sejuta kang kipak." jawab Faza.

Inilah kebiasaan mereka hampir setiap hari. Hobi Faza, lebih tepatnya. Faza baru saja mengetahui siapa gadis yang disukai sang kakak. Mungkin keberuntungan sedang tidak berpihak pada Ano, karena Faza kenal dekat dengan gadis itu.

"Makanya, jangan macem-macem. Ahahaha," ancam Faza. Otak liciknya selalu berjalan.

Saat mereka menyudahi rutinitasnya, dan kembali ke karamaian sekolah, lewat lah si gadis pujaan Ano. Refleks, Faza menahan tawanya, tapi wajah jenakanya tak dapat ditutupi. Ano sendiri sudah menatap Faza dengan tatapan--awas-aja-lo--andalannya itu.

"Hai, Fazaa!" sapa si gadis, Pinkan.

"Hai, kak Pin-kan." ucap Faza dengan tekanan di kata terakhir tidak lupa sambil melirik sang kakak. Melihat ancaman yang terdapat di tatapan sang kakak, langsung lah ia kabur.

Bel selesai istirahat berbunyi. Para murid langsung berdoa agar waktu dipercepat dan mereka cepat pulang. Tapi, lain bagi Faza yang sedang sibuk menganggukan kepalanya sambil membaca novel miliknya. Yap, freeclass tanpa tugas bukanlah hal yang jarang terjadi di kelasnya.

Tak jarang waktu kosong ini digunakan para siswa untuk menyelesaikan PR untuk jam mapel selanjutnya, karena mereka sudah bosan disuruh berdiri di depan kelas dan menyantap ceramah saat detik-detik bel pulang yang merdu terdengar dan hasilnya, guru itu akan menahan mereka.

---

Reza:

Hoy, gue tebak, elu freeclass. Pak Kumis kan?

Mending ke perpus, bantuin gue jadi penjaga.

---
---
Faza:

Yak, betul.

Boleh tuh. Gue kesana sekarang.

---

Dengan santai, Faza berjalan menuju perpustakaan. "Cui, mo kemana lu?" tanya Lina.

"Perpus, baibai." jawab Faza.

"Huu, ngapel pacar," ledek Lina. Faza tidak menanggapinya, tapi ia sedang tersenyum, entah kenapa.

Pacar? Haha, lucu juga. Batin Faza.

***

Sejak kejadian di taman waktu itu, mereka yang memang sudah dekat menjadi lebih dekat. Sosok Reza di mata teman-temannya yang lain pun menjadi lebih ceria sejak ia dekat dengan Faza.

Saat Faza membuka pintu perpustakaan, ia melihat sosok Stella di sana. Bersama Reza.

Jir? Itu cewe emang, ya. Ga ada puasnya. Batin Faza kesal.

Niat awalnya untuk masuk ke perpus, menemui Reza pun ia urungkan dan memilih duduk di bawah pohon, tempat favorit Faza. Tanpa sadar, gadis yang sedang mendengar dentuman lagu itu pun tertidur.

***

Di tempat lain,

"Lina, Fazzahra kemana? Kok nggak ada?" Tanya Bu Sari, guru matematika di kelas Faza.

"Ehmm, itu dia itu, Bu, apa tuh namanya, di-dia ke UKS, Bu!" Dengan gelagapan Lina menjawab pertanyaan sang guru menyangkut kursi Faza yang kosong. Mendengar jawaban Lina, Bu Sari hanya manggut-manggut.

Aduh, nih anak kemana sih? Awet banget di perpus? Emang dia ga denger bel jam terakhir apa? Lina membatin.

***

Tik.. tik.. tik..

Gerimis hujan mulai turun. Tetesan airnya membasahi wajah Faza yang membuatnya mengerjap dan terbangun. "Anjir, kok bisa gue ketiduran di sini?" tanyanya bingung.

"Ah, gila! 15 menit lagi bel pulang? Demi apa? Gue kayak orang bego dong, tidur di situ dari tadi?" ungkap Faza yang memutuskan untuk kembali ke kelas saat pulang.

Sekarang ini, ia sedang duduk di salah satu meja di kantin yang ternyata tidak terlalu sepi. Banyak juga anak yang tidak masuk kelas di jam pelajaran terakhir ini, a.k.a. madol.

Hujan yang mengguyur Jakarta siang ini membuatnya malas untuk hadir di kegiatan eskulnya sepulang sekolah. Tapi, minggu ini, mereka akan mewawancara seorang penyanyi yang cukup terkenal dan digemari para remaja. Khususnya, perempuan. Dan Faza tidak akan dan tidak mau melewati kegiatan tersebut.

Setelah bel pulang berbunyi, langsunglah Faza berjalan ke kelas untuk mengambil tasnya.

"Heh! Lu betah amat, jir di perpus. Tadi elo dicariin Bu Sari, gue jawab lo di UKS aja." ujar Lina. Faza menyengir lebar. "Ehehe, makasih alibinyaa ... btw, gue nggak ke perpus. Gue ke taman s tu (baca: abis itu) ke kantin, deh. Dah ah, gue mau Jurnalistik dolo." Jelas Faza.

Langsung saja gadis itu berjalan menuju ruang jurnalistik. Di sana sudah ada beberapa seniornya yang sedang mengatur sebuah naskah yang ditebak Faza adalah naskah pertanyaan untuk nanti.

"Anjir, ini anak panjang umur, dah!" Seru Indah, salah satu senior Faza. Faza sendiri hanya tersenyum kikuk, berfikir apa yang baru mereka obrolkan tentang dirinya.

"Uhm, jadi gini ... lo tau kan, kita bakal nge-interview Dimas Satya, penyanyi itu," Indah memberi jeda,"Kita mau, lo yang interview dia." Lanjutnya.

"Hah? Demi apa, Kak? Yakali? Aku belum satu tahun, loh masuk eskul ini. Menurut aku, interview kali ini penting, loh." Faza kaget bukan main.

"Nah, itu dia. Biar lo dapet pengalaman. Lagian lo itu kelas sepuluh sendiri." Jawab Indah dengan ragu.

"Alah, ga usah pake basa-basi, Ndah." Ujar Rudi. "Jadi, gini ya, Za. Nih, kan dia orang berpengaruh, secara, ganteng, punya talenta, dan kebetulan seumuran sama kita. Di eskul ini, yang anggotanya cuman dikit, dan mayoritas ansos dan kutu buku, pada nggak pede.

"Kita milih lo, karena setelah diremukin, lo paling aktif, selain itu, lo paling good-looking di antara kita semua. Gitu." Jelas Rudi.

Faza masih mencerna semuanya. Dirinya? Meng-interview artis? Gak salah?

Sekarang ini, pikirannya sedang meracau kemana-mana.

"Nih, kira-kira ini pertanyaan yang bakal lo tanya. Berhubung ini artis, nanti pas lo interview dia, bakal direkam dan di tayangin di tv sekolah. Kita udah bikin janji, besok, di cafe matahari jam 5. Jangan telat, yaa." Ungkap Rudi. Sebelum menutup pertemuan hari itu.

Di jalan pulang, Faza masih mencerna apa yang akan ia lakukan besok. Sesuatu sedang menahan perutnya entah apa itu yang membuat Faza sulit bernafas. Ia terlalu gugup.

***

Gadis itu mengetuk-ngetukan jemarinya di sofa. Matanya liar melihat kesana-kemari. Ano dibuat bingung dengan perilaku adiknya tersebut.

"Ahilah, lu nape si? Risih gue ngeliatinnya." Protes Ano.

"Ah, anjir lah, Kak. Besok gue bakal nge-interview Dimas Satyaa! Gue takutt, duh." Jawab Faza sambil mengetuk jarinya lebih liar.

"Lah? Kok elo sih? Kelas 12nya kemana?" Tanya Ano, Faza menengok dan menjelaskan tentang yang dijelaskan Rudi tadi.

Sesudah Faza menjelaskan semuanya, kakaknya itu berjanji akan datang menemaninya besok. Untuk menyemangati sekaligus meledeknya, tentunya.

***

A/n

Nah, ini bonus satu part lagi berhubung udah lama, heuheu.

Sabtu, 29 Maret 2015.

Say you like meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang