Yak, jadilah gue sekarang dikenal sebagai si-juara-satu-kompetisi-akustik bersama Reza. Sumpah, rasanya beda abis.
Dan... gue sama Reza jadi.. deket. Ya, jadi temen deket. Deket banget. Sekarang juga gue sering nebeng sama Reza. Sering. Bukan tiap hari.
Dan ternyata si pacarnya mantan gue itu salah satu siswi sekolah ini. Namanya Stella, kalo nggak salah. Tapi, bodo amat lah.
***
"Hoi, dasar, manusia galau. Bengong aja kerjaannya!" tegur Reza, "yeeee, elu kali manusia galau. Hu." Bantah gue. Setelah itu, Reza bergumam tidak jelas.
"Ngapain, sih?" Tanya Reza kepo sambil melihat layar laptop gue.
"Kepo, gadeng. Download film. Fasilitas Wi-Fi kenceng harus dan wajib digunakan sesering-seringnya." jawab gue. Sedangkan dia hanya ber'ooo' ria.
Oiya. Sejak lomba itu, berita kalo gue udahan sama Raffi langsung beredar. Dan sialnya, menurut si penyebar gossip, itu gara-gara gue selingkuh sama Reza. Ngaco banget. Sumpah. Rasanya pengen gue jitak yang bikin rumor abstrak kayak gini.
Selesai 'memanfaatkan' fasilitas sekolah yang sangat bermanfaat, gue kembali ke kelas. Selain itu, sebentar lagi bel masuk istirahat berbunyi.
***
AUTHOR'S POV
"Aloohaa!" Seru Lina saat baru saja sampai di kamar Faza, "berisik lu. Nanti Izan bangun! Repot entar." Omel Faza.
"Lah, niat gue kan bukan bangunin Izan. Tapi bangunin kak Ano! AHAHAHA!" ucap Lina penuh semangat.
"Abang gue ada les, jadi percuma lo teriak-teriak kayak tarzan." Setelah Faza melontarkan kalimat itu, terdengar lah desahan kecewa yang dibuat-buat oleh Lina.
Tidak lama kemudian,
"HUAAAAA!!! KAKAAKK! MAMAA!" Terdengar suara tangisan. "Baru dibilang." Desah Faza.
"Izan, kamu kok bangun?" Tanya Faza lembut pada adiknya itu.
***
Ya, disini lah mereka. Berjalan ke taman kompleks. Faza menemani Izan bermain tentunya. Lina sudah kabur tepat saat Izan bangun tadi.
"KAKAAAKK!! HUAAAA!!" pekik Izan saat Faza sedang menyenderkan diri ke pohon.
Faza langsung mengerjap kaget dan berlari refleks ke arah Izan. Matanya dengan awas melihat sekeliling. "Aih, dimana dia?" Gumamnya. Ia terus melihat sekitar dengan awas dan sedikit panik. Dan akhirnya, ia menemukan Izan yang sudah duduk. Prediksi Faza adalah, adiknya itu terjatuh.
"HUAAAAA! SAKIITT KAAAKK!" Izan terus meraung-raung sedangkan Faza memijat pelipis malu.
Aduh, kalo dia bukan adek gue, udah gue tinggal terus pura-pura ga kenal, dah. Batin Faza.
"Izan, kok bisa jatoh? Kamu lagi ngapain, sih?" Tanya Faza pelan sambil berjongkok.
"I--tuuh... thdih.. Izhann khesandunh, Hueee!!" Jelasnya sambil terus terisak-isak. Faza meneliti lukanya.
"Hm, kayaknya gapapa. Tapi berdarah. Tidak ada cara lain selain..." Faza memberi jeda horor.
"Gendong." Lanjutnya sambil mendesah malas.
"Ebuset, ngapain lo disini, Za? Pake acara nangisin anak orang, lagi." ucap seorang laki-laki yang Faza hafal betul suaranya. Faza langsung mengerjap kaget.
"Eh, Reza..."
***
"Maaf ya, ngerepotin" ucap Faza dengan sedikit nada bersalah sambil melihat Izan yang sedang tertidur di punggung Reza.
"Selo," jawabnya.
Saat sampai di rumah Faza, motor Ano sudah terparkir apik di depan rumah.
Aish, mampus! Batin gadis itu. Faza akan gawat kalau sampai Ano melihat Reza.
Faza mencoba baru saja memutar otaknya memikirkan bagaimana untuk meminta Reza pergi sekarang juga.
"AHAHA CIEEE! FAZA CIEEEE!!" seru Ano heboh dari pintu masuk lalu berlari masuk ke rumah. Faza sudah pasrah. Apa pun yang dikatakan kakaknya itu, ia tidak peduli.
Setelah menyuruh Reza pergi, Faza masuk ke rumah dengan was-was.
"Ciee, udah move on nihhh" ledek Ano yang diacuhkan oleh Faza. Srdangkan Ano terus menerus meledek Faza.
"Shtttt, Entar Izan bangun, mblo." Ledek Faza lalu berlari menuju kamarnya sambil terkikik.
Terdengar suara Ano menggeram.
***
a/n
Ehehe maaf telat update..
Banyak tugas nih.
Sampai jumpa di part selanjutnya!
Selasa, 24 Februari 2015.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say you like me
Teen FictionGue punya dua pilihan. Membuka lembaran baru, atau memberi kesempatan. Copyright © 2014 by neovale