duabelas.

243 10 0
                                    

Faza masih duduk diam menatap ponselnya. Bagaimana cara ia melakukan janji lari pagi dengan dua laki-laki yang berbeda?

Akhirnya, ia memutuskan untuk lari sendiri--berdua bersama Izan. Siapa tau nanti ia akan berpapasan dengan Reza atau Dimas? Tidak ada yang tau selain Tuhan dan Author.

Semula, Faza dan Izan lari biasa. Jalan lebih tepatnya. Tapi, tidak lama kemudian, Izan sudah mengeluh kelelahan. Akhirnya, Faza memutuskan untuk beristirahat di salah satu restoran fast food.

"Faza?" panggil seseorang.

Waduh. Siaga I! Anjir. Batin Faza.

"Lah? Lo di sini? Kok LINE gue gak dibales?" Tanyanya sambil menarik kursi yang ada di depan Faza.

"Eh, Dimas ... iya itu, ngg--tadi gue, apa tuh namanya--ga ada sinyal! Iya, ga ada sinyal. Eh adek gue kecapekan. Jadi ya, gitu." Bohong Faza sambil melirik adiknya yang sedang sibuk makan. Seketika, Izan mendongak dan melihat ke satu sisi.

"KAK REZAA!!" pekiknya senang dan langsung menghambur ke arah Reza yang sedang berjalan.

"Anjing. Gue. Skakmat." Umpat Faza.

Entah mengapa, ia merasa dirinya adalah seorang gadis yang sedang ke-gap berselingkuh. Pikirannya selalu aneh. Padahal, di antara mereka, tidak ada hubungan apa-apa selain tatapan-tatapan kedua pemuda itu kepada Faza. Ada kilatan aneh di sana.

Langsung saja, Izan mengajak Reza bergabung. Faza merutuki adiknya itu dalam hati. Izan malah mempersulit keadaan dengan membawa Reza kemari.

Rasanya ingin Faza ditelan bumi saat ini juga akibat suasana canggung yang menimpanya sekarang. Selera makannya runtuh. Akhirnya, Izan mendapat tugas. Menghabiskan makanan Faza.

"Jadi ...?" Dimas membuka percakapan. Sontak, Faza mengangkat wajahnya. Tapi, tetap. Keadaan hening.

Faza terus memohon dalam hati agar Izan mengeluh meminta pulang, atau apalah yang membuat Faza pergi dari keadaan canggung yang dapat membunuhnya ini.

"Kak, aku ngantuk. Capek. Kenyang. Mau tidur. Mau pulang." Kalimat yang terlontar dari mulut Izan kali ini memang terdengar sedikit mengesalkan. Tapi, untuk sekarang, bagi Faza kalimat itu layaknya nyanyian bidadari.

"Nggh--oke. Yah, maaf yaa, Dim, Rez. Gue duluan. Kasian, adek gue nih. Daah!" Ujar Faza semangat sambil menggandeng adiknya keluar dari sana. Sesampainya di luar, ia menghela napas keras. "Akhirnya." Gumamnya.

***

Karena tidak memiliki kakak perempuan, Faza pun mengalihkan fungsi Ano dari kakak laki-laki ke perempuan sementara. Hanya untuk mencurahkan isi hatinya sekarang. Kalau Faza jujur, Ano adalah seorang pendengar yang sangat baik.

"Yaa, tapi lo jangan terlalu baper, Za. Lo gatau isi hati mereka sebenernya. Lo baru nebak. Siapa tau cuman iseng. Gue sering kok kayak gitu." Ujar Ano. Faza mendelik.

Faza baru ingat saat ia iseng membolak-balik kalender di kamarnya. Di tanggal 19 tepatnya,besok, terdapat sebuah tanda lingkaran yang besar. Tertulis di sana 'Reza's'.

Besok adalah ulang tahun Reza.

Faza masih mempertimbangkan untuk memberi kado atau tidak. Kalau pun ia akan memberi kado, ia akan memberi apa? Cinta? Tidak mungkin.

Dengan pikiran cemerlang yang di dapat oleh gadis pandai ini, ia menelpon Reza untuk menemaninya mencari kado. Ya. Reza. Yang akan diberi kado. Ide cemerlang, bukan?

Sesampainya di mal, Reza menanyakan sebuah hal yang berulang. Untuk apa dirinya menemani Faza?

Oh ya, Reza sendiri tidak ingat kalau besok adalah hari ulang tahunnya.

***

FAZA

Haduh, gue salah nih bawa Reza ke sini? Gue dapet ide dari mana sih, bawa orang yang ultah buat nyari kado? Ih. IQ gue cuman setengah kali ya?

Gue terus merutuki diri gue sampai akhirnya sampai di toko hadiah.

"Rezaa, yang bagus apa yaa? Sodara gue mau ngadoin pacarnya, nih. Cowo tuh suka apa sih?" Tanya gue.

"Hm, gue gatau kalo rata-rata suka apaan. Kalo gue, gue suka semua yang warnanya putih sama item. Eh nggak deng. Apa aja gue suka." Jelas Reza.

Ck. Ga ada spesifikasinya sama sekali. Gue kasih air got lama-lama. Kan item tuh.

AH, IYA! GUE INGET.

Gue tau gue harus ngasih apa. Tapi, sayang sih kalo buat dikasih. Tapi, gue ga make dan ga suka. Tapi, keren buat pamer. Ahilaah. Banyakan tapi!

Akhirnya, kita pulang nggak bawa apa-apaan. Dengan alasan, sodara gue baru putus sama pacarnya. Jadi musuhan. Sumpah ah. Alesan gue ga masuk akal.

Barang yang bakal gue kasih adalah, sebuah poster lengkap dengan tanda tangan tim basket dan sepak bola favorit Reza. Ngga tau kebetulan apa bukan, setahun lalu, gue, yang nggak ngerti sama sekali sama bola dan basket, dikirimin ginian sama om gue. Maaf ya Om, kan katanya semoga bermanfaat. Ini mau aku manfaatin nih.

***

"Faza! Entar dateng ke rumah gue, ya. Ternyata hari ini gue ulang tahun, loh." ujar Reza. Aduh ya Tuhan. Dia aja baru inget dia hari ini ulang tahun?

"Sip, lah." jawab gue sebelum Reza pergi.

Tapi sumpah, hari ini perasaan gue gak enak banget.

***

A/n

Ih, anjir sumpah gila, gue seneng banget readers cerita ini ngelonjak naik, rasanya pengen tumpengan. Gadeng. Heuheu. Makasih ya semuaa!

Sabtu, 18 April 2015.

Say you like meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang