Di tengah hujan yang deras, seorang gadis sedang memutar otaknya untuk menyelesaikan soal-soal yang berada di depannya sekarang. Sebenarnya, soal-soal yang sedang diselesaikannya bukanlah apa-apa baginya. Namun, Ia kurang berkonsentrasi karena kondisi tubuhnya yang tengah menurun dan didukung penuh dengan cuaca yang dingin akhir-akhir ini.
Faza sudah meletakan kepalanya lemas di atas meja. Suhu dingin dan panas serasa menusuk seluruh tubuhnya. Ia nyaris kehilangan kesadaran penuhnya.
"Nak, kamu nggak apa-apa?" Tanya bu Winda yang notabene adalah guru fisika Faza. Faza hanya diam. Ia merasa sangat lelah dan terlalu lemas untuk melakukan sesuatu. "Kamu silahkan ke UKS. Lina, tolong ya." Perintah bu Winda. Sedangkan Faza menurut.
Saat berdiri, Faza merasa dirinya sedang ada di dalam kapal yang diterjang badai. Semua seperti bergoyang.
Sial. Umpat Faza dalam hati. Imun tubuhnya malah lemah di musim hujan begini.
"Gue madol terhormat nih nungguin elo." Ujar Lina sebelum Faza pergi ke alam mimpi.
***
*KRIINGGGG!!*
Bel pulang menggema seantero sekolah dan tak kunjung membuat gadis yang sedang tertidur terbangun. Karena khawatir, akhirnya Lina membangunkan Faza.
Ya, setelah tidur ia merasa lebih baik. Dan mungkin bisa berkendara pulang.
Dengan santai Faza meraih tasnya lalu mengambil kunci yang ada di dalamnya. Ia berjalan pelan membelah koridor. Tetap. Ia tetap terlihat--ah, auranya tak bisa ditutupi. Banyak sapaan yang diterimanya yang ia tanggapi dengan senyum kecil.
"Aish, gaya bener." Ledek Rafi. Faza mengernyit.
Ebuset. Ini orang nongol-nongol aja. Ini orang persis banget kayak kecoa. Ga ada matinya. Batin Faza kesal.
"Ga jelas lo." Ketus Faza lalu berlalu dengan enteng.
Dengan segera, Faza pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Ia langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang miliknya. Hari ini sungguh melelahkan baginya.
Setelah mengganti pakaian, Faza turun ke bawah untuk menyiapkan makanan.
Saat membuka kulkas, kulkas tersebut kosong. Ko-song. Dan Faza menyadari ada sebuah note yang menempel di kulkas berisikan,
'Kulkas kosong, Za. Kalo kamu laper delivery aja ya..'
"Anjir.." umpat Faza. Dengan langkah gontai, Ia meraih ponselnya dan memesan makanan.
Setelah menunggu kurang lebih empat puluh menit tapi makanan tersebut tak kunjung sampai.
"HADOOOH ABANG DELIVERY KEMANAAA!!" pekik Faza layaknya manusia yang belum makan tiga hari tiga malam.
Sampai,
*TING.. TONG..*
Suara bel rumah Faza berbunyi.
"Akhirnyaaa! Haduh abang delivery, aku cinta kamuuu!" Ujar Faza sambil berjalan membukakan pintu.
Jeng, jeng..
Bukan pengantar makanan yang berseragam yang muncul di hadapannya. Melainkan seorang cowok keren nan ganteng yang menenteng sesuatu. "Haai!" Sapanya. Yak, Reza. "Aish. Gue kira abang delivery, jir." Ucap Faza.
"Ah iya! Nih, makanan lo. Nyasar ke rumah gue." Ujar Reza. "Uwaa, akhirnyaa! Gila! Lo kayak bidadara yang jatoh dari surga terus bawain gue makanann!" Ucap Faza lalu menerima plastik yang berisi makanan dan mempersilahkan Reza untuk masuk.
"Za, kak Ano kapan balik?" Tanya Reza dari ruang tv. "Hmm, besok kayaknya.. nih, mau ga?" Jawab Faza sambil menawarkan makanannya namun, ditolak Reza karena Ia baru makan.
Reza cukup lama bertamu di rumah Faza. Mereka pun berbincang tentang banyak hal. Kira-kira mirip seperti saat Faza bertemu dengan Bima waktu itu.
***
Sekarang adalah tugas Faza untuk menjemput Izan yang dititipkan di rumah tantenya. Letaknya sendiri juga dekat dari rumahnya. Kurang lebih jika menggunakan kendaraan hanya memakan waktu kurang dari 10 menit.
"Samlikumm, tantee, ini Fazaa.." ucapnya sambil mengetuk pintu rumah tantenya itu. "Eh yaa, sebentaar!" Sahut Rosa--tante Faza. Setelah menunggu Izan yang sedang mandi, Faza dan Izan langsung naik ke mobil.
"Oiya, astaghfirullah. Kakak lupa, Zan. Kakak mau beli barang prakarya dulu nih. Bentar ya, Zan. Abis itu janji deh langsung pulang?" Ujar Faza pada Izan. Ia baru mengingat untuk membeli peralatan prakarya untuk besok. Biasanya barang disediakan oleh sekolah di koperasi. Tapi sekarang, siswa harus memburu barang-barang yang dibutuhkan.
***
FAZA
SIALAN.
Ah, tu anak curut ngapain kesini, elah. Kenapa nggak besok atau tahun depan gitu dia beli peralatannya? Males banget gue dimana-mana ada dia. Bener deh. Dia persis sama kecoa, gaada matinya! Pake acara sok-sok ngelirik-lirik lagi. Hadoh.
Akhirnya, dengan songong, gue ngangkat dagu dan membesarkan mata gue, "Apa lo liat-liat?" Tandas gue. Seketika gue nge-blank. Anjir. Kok gue berani amat sih? Muka gue mau ditaro manaa?
Tiba-tiba munculah pahlawan cilik jadi-jadian. "Hei, kau penjahat! Menjauh lah dari gadis ini! Hush! Hush!" Dia memberi jeda, "Atau kau aku tonjok!" Lanjutnya. Aih, emang nih ya, kebanyakan nonton tv. Ck. Emang dasar Izan gajelas. Tambah bikin malu.
Langsung aja gue tarik tangan Izan dan meninggalkan Raffi yang masih mencerna perkataan Izan. Ya, perkataan anak kecil. Dia nyernanya lama banget. Kayaknya dulu dia nggak lemot-lemot amat. Pasti kebanyakan makan meicin dia.
"Izaaan, kakak malu, tauu! Duh, kamuu." Ujar gue, "Lah, Izan kan pembela kebenaran, Kaak! Pembela kebenaran itu selalu benar! Kakak ga pernah nonton tv super hero sih!" Sahutnya tak mau kalah. "Hft, terserah kamu deh. Iya, kamu menang." Potong gue.
Lagian, kalopun gue bawa warga se-RT buat ngeladenin Izan juga pada kalah. Secara, ini anak batu amat. Setelah selesai, gue langsung pulang.
***
A/N
Yak, akhirnya bisa update!
Maaf part ini gaje,
Gila ya, udah updatenya lama, sekalinya update nggak jelas. Duh, maaf yaa, ehee.
Selasa, 17 Maret 2015.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say you like me
Teen FictionGue punya dua pilihan. Membuka lembaran baru, atau memberi kesempatan. Copyright © 2014 by neovale