DIBALIK JENDELA

44 10 1
                                    


Ini kisahku, dengan seorang anak yang tinggal di sebelah rumahku

Dia itu

Unik

Dan berbeda

*
*
*

Kisahku dimulai di pagi hari, ketika aku mendengar suara truk besar dengan berbagai macam muatan yang ternyata isinya perabotan rumah. Aku keluar untuk melihat siapa tetangga baruku. Sepasang pasutri dan seorang anak laki-laki sebayaku. Matanya sipit, tatapannya tajam. Bibirnya unik, seperti seekor kucing. Tukang pipinya tegas, dan dahi lebar seperti lapangan sepakbola. Cukup manis, namun tidak tampan

Ku lambaikan tanganku sebagai ucapan salam. Sang ibu menepuk pundaknya untuk meminta balasan. Namun anak itu hanya menatapku dengan tatapannya yang tajam, lalu pergi begitu saja

"Maaf, maafkan kami," ucap sang Ibu sambil membungkukkan badan

Kubalas permintaan maaf itu dengan senyuman, lalu aku pergi untuk memenuhi suruhan ibuku. Membeli bahan masakan

*
*
*
Malam ini kunikmati dengan sebuah buku dan beberapa cemilan di balkon. Angin semilir serta dinginnya malam membuat suasana semakin syahdu. Ku besarkan volume lagu yang kudengar melalui headset dan membalikkan bukuku

"Hei!"

"Kau mendengarku?!"

"Siapa namamu?!"

Aku menganggap suara itu adalah angin lalu. Aku tidak begitu mendengarnya

"Aku Jongdae! Namamu siapa?!"

Tuk tuk tuk

Aku terkejut ketika beberapa batu turun dari langit. Kulepas headset ku dan menengok ke arah samping. Pria itu melambaikan tangannya dengan semangat. Dia tersenyum, memperlihatkan gigi mungil dan gingsul di gigi bawahnya

"Jongdae!" Teriaknya kencang

Aku mengangguk dan menjawab nama itu, "Sarah!"

Dia memberikan jempol untukku. Aku tersenyum melihat tingkah Jongdae. Mungkin dia olahraga, namun bagiku dia adalah bayi. Melompat kesana kemari tanpa henti, hingga suatu suara dentuman keras terdengar. Jongdae panik, lalu masuk ke dalam dengan tergesa. Aku menatapnya sesaat

Bingung

*
*
*

Esoknya, aku berangkat sekolah seperti biasa. Kubuka jendela balkonku untuk menikmati angin fajar. Pagi yang cerah, kuhirup udara segar untuk menenangkan pikiran. Kulihat balkon Jongdae, si tetangga baru. Sepi, tidak ada orang. Aku tidak peduli dan berangkat ke sekolah

Pulangnya, aku masih tidak melihat Jongdae. Sepertinya dia belum pulang sekolah. Namun, dia tidak satu sekolah denganku. Padahal jika dilihat dari jarak, sekolahku tidak terlalu jauh dengan rumah

Waktu berlalu hingga sore menyapa. Seperti biasa, kuambil buku dan membacanya di balkon. Kini, Jongdae memperlihatkan barang hidungnya. Dia kembali menatapku tajam, penuh rasa emosi dan dendam. Ku lambaikan tangan untuk menyapa, namun nihil

"Jongdae," sapaku ramah. Dia masih diam. Mengerutkan dahi dan terus menatapku

"Kemarilah, aku ada beberapa camilan," sambung ku. Namun dia masih diam

"Aneh," akhirku. Kembali kubaca buku milikku

DUAR!

Bukuku hampir jatuh ketika aku mendengar suara kejutan dari balkon Jongdae. Jongdae menutup pintu dengan kasar. Aku menggelengkan kepala

*
*
*

Waktu berlalu. Semakin kesini, aku mulai memaklumi sifat Jongdae. Dia selalu ramah ketika malam, dan marah ketika siang menjelang sore. Aku tidak kaget lagi ketika Jongdae mengajakku berbicara dalam bahasa Inggris, tapi setelah itu dia tidak tahu bahasa Inggris sama sekali. Ketika aku bertanya, dia selalu menjawab

"Perasaan aku tidak mengajakmu ngobrol dalam bahasa Inggris."

Aku tidak kaget ketika Jongdae melempar semua barang miliknya, lalu menangis sejadi-jadinya. Aku juga tidak kaget ketika Jongdae tertawa lepas bahkan di depan kedua orang tuaku sekalipun.

Aku mulai menerima sikap anehnya

*
*
*

Lambat laun, sikap Jongdae semakin aneh. Kedua orang tuanya sudah tidak bisa mengontrol sikap Jongdae. Mereka sampai mengikat Jongdae di kamar dengan selimutnya agar Jongdae menurut. Satu kata yang terus Jongdae ucapkan sampai terdengar di kamarku adalah,

"KENAPA KALIAN MENGANGGAPKU GILA?!"

Kututup telingaku ketika Jongdae terus berteriak, lalu menatap kamar Jongdae yang masih terang di tengah malam. Ibu dan Ayah Jongdae saling berpelukan, Jongdae yang terus menerus meronta di tempat tidurnya. Sampai seseorang datang, lalu melakukan sesuatu ke Jongdae. Jongdae tenang, dia tidak meronta lagi.

*
*
*

Pagi harinya, dengan penuh inisiatif aku datang ke rumah Jongdae. Mungkin, dengan kedatanganku, aku bisa membuat Jongdae sedikit lebih tenang. Ibu Jongdae menyambutku dengan ramah, bisa terlihat kantung mata hitam di sekitar matanya dan wajahnya yang sayu. Ibu Jongdae mengajakku ke kamar Jongdae

Tok tok tok

"Jongdae, Sarah datang menjengukmu," kata Ibu. Setelah itu pintu kamar terbuka

Kamar itu tidak bisa dibilanh rapi. Sangat berantakan. Jongdae duduk dengan tangan dan kaki masih terikat. Melihat keluar, ke arah balkonku. Wajahnya sangat pucat, bahkan seperti mayat hidup

"Jongdae," panggilku pelan. Kupegang pundak mungil itu agar melihatku

"Namanya Sarah," buka Jongdae

"Dia ingin bebas. Dia ingin terbang seperti burung dan melepas semua peraturan yang dibuat orang tuanya,"

"Dia tidak pernah bercerita denganku. Karena aku tahu bagaimana perasaannya. Tidak perlu cerita, karena aku tahu bagaimana kisahnya. Kata ibunya, Sarah suka membaca buku dan menghirup kopi."

Aku mendengarkan semua ceritanya. Dengan tenang, dan khusyuk. Sesekali tersenyum ketika dia membicarakan hal lucu

Aku harus sabar menghadapinya. Seperti kata orang tuanya

*
*
*

"Sarah, mungkin Jongdae bisa menjadi bahan tugasmu. Dia terkena DID, atau Dissociative Identity Disorder. Kau tahu, kan? Kepribadian ganda. Dia unik. Serius. Coba saja berbicara dengannya. Kuyakin, skripsimu langsung dapat A+!"

"Tapi, apakah aku terlalu jahat dengannya?"

"Tentu tidak. Orang tua Jongdae mudah ditipu. Akan ku coba dekati mereka dan mengajak mereka berbincang. Pasti mereka setuju"

"Pura-pura saja tidak tahu kalau mereka pindah. Pura-pura saja peduli dengan Jongdae. Jika skripsimu selesai, kita bantai mereka. Sstt, mereka cukup kaya, lho"

"Kau jahat... "

















Tapi aku setuju"

*
*
*

WATCHIN (EXO Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang