Yuk vote dulu!
Yang gak vote nanti didatengin kuntilanak. Aamiin. Hehehe.***
Haekal Chandra Winata baru saja memberhentikan laju mobilnya, tepat di depan pintu utama gedung kantor Winata. Lelaki berkulit tan itu langsung keluar dari mobil. Hendak memasuki gedung mewah yang menjulang tinggi di hadapannya.
Akan tetapi, tiba-tiba saja seorang penjaga keamanan menghentikan langkah Haekal. Memegangi lengannya dengan kuat.
"Maaf, orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk."
Haekal melotot kesal. Haikal bahkan langsung menghempaskan tangan sang penjaga keamanan dari lengannya. Jelas tidak terima.
"Bapak nggak kenal saya?!"
"Tidak."
"Astaga, Bapak bercanda 'kan? Saya ini putra pemilik perusahaan! Jadi saya berhak masuk ke dalam!"
Penjaga keamanan itu memandangi Haekal dari ujung kepala hingga kaki. Mematut penampilan Haikal dengan teliti. Rambut yang kelewat berantakan. Wajah yang terlihat sangat kusut karena habis mabuk. Napas yang tercium jelas bau alkohol. Kemeja putih dan celana bahan hitam awut-awutan, yang juga bau alkohol dan rokok.
Jelas bukan kombinasi yang baik.
Haekal bahkan lebih terlihat seperti bocah gembel pengangguran, dibandingkan anak pemilik perusahaan. Maka penjaga keamanan itu berdecak dan menggelengkan kepala.
"Maaf, Anda tidak dapat menipu saya. Anda tetap tidak boleh masuk."
"Me-menipu?! Bapak bilang saya menipu?!" geram Haekal. "Saya bicara jujur, Pak!"
Manik mata Haekal sekilas melirik ke arah jam yang ada di bagian dalam kantor. Mendapati kini sudah jam sembilan kurang sepuluh menit. Haekal tidak punya banyak waktu lagi!
"Sumpah, Pak. Saya nggak bohong. Saya anak Zulkidin Kai Winata. Bapak nggak lihat ini muka saya cetakan dia?!" ujar Haekal.
"Tidak. Jangan ngaku-ngaku ya Anda."
"Aish, sialan! Bapak pengen saya pecat ya?!"
Haekal kembali berusaha menerobos penjaga keamanan tersebut. Tapi tubuh penjaga keamanan yang kelewat kekar sangatlah menghambatnya. Belum lagi, tubuh Haekal masih lemas karena baru saja sadar dari mabuknya. Membuat Haekal kesulitan untuk sekadar memberi perlawanan.
"Minggir, Pak!"
"Tidak bisa. Peraturan tetap peraturan."
"Ah, anjing lah!" umpat Haekal seraya mendorong keras penjaga keamanan yang menahannya. Tapi nyatanya, pria paruh baya itu tetap berdiri kokoh di posisinya.
Sumpah, Haekal Chandra Winata merasa gregetan setengah mati. Bisa-bisanya Haekal tidak bisa masuk ke kantor yang dibangun oleh keluarganya sendiri. Selain itu, terbersit pula penyesalan dalam diri Haekal, terkait kehidupannya selama ini. Seharusnya, Haekal tidak menjadi pribadi yang malas bekerja. Ia seharusnya mulai belajar dari abi dan kakak tirinya. Dengan begitu, Haekal pasti akan memiliki kekuatan juga kekuasaan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Bukannya menjadi pecundang yang tidak berguna seperti sekarang. Yang untuk memasuki kantor abinya saja Haekal sudah kepayahan bukan kepalang.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Another Life || Jeno Lee
RomanceMalam itu menjadi titik balik dari kehidupan Nadisa yang amat sempurna. Malam di mana orang yang ia cinta justru memilih untuk mengkhianati keluarganya. Membuat Nadisa Tirta Sanjaya kehilangan ayahnya dan seluruh kekayaannya. Pun hanya menyisakan sa...