18. The Fuss

126 19 2
                                    

Yuk vote dulu. 💚

***

Suasana panti siang itu sedang sepi. Nyaris seluruh anak panti tengah terhanyut dalam lelapnya alam mimpi. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Jevano dan kawan-kawan untuk berbicara dengan leluasa di halaman belakang panti mereka. Tentunya tanpa kehadiran Nadisa di sana.

Jevano menatap tajam pada Harsa yang bersandar pada tembok panti.

"Tadi lo bilang, lo mau bicara. Kenapa ada yang lain juga?" Jevano bertanya dengan dingin. Menyindir kehadiran Yara dan Feri di sana.

Yara sampai menunduk karena takut pada Jevano. Hal itu membuat Harsa menghela napasnya.

"Mereka juga berhak untuk tahu, Jevan. Kita semua berperan sebagai wali di panti ini. Jadi kita semua, baik gue, Yara, dan Feri, berhak tahu semua yang terjadi." Harsa berusaha menjelaskan.

Jevano berdecak kesal, tapi akhirnya tidak bisa melawan. Jevano melipat tangannya di depan dada, lalu bersandar pada dinding di belakangnya.

"Langsung ke intinya aja, lo mau ngomong apa?" tanya Jevano. Netra sekelam jelaganya terpusat pada Harsa, yang memang sepertinya akan memimpin pembicaraan mereka.

"Lo pasti tahu kalau gue bakal bahas tentang Lisa. Iya 'kan?" kata Harsa. "Setelah lihat berita pagi tadi, gue baru sadar kalo Nadisa, Lisa yang kita kenal itu, punya masalah yang kelewat besar. Dan thanks to lo, Jevan, lo malah menggiring sumber masalah itu ke sini. Ke panti kita ini."

Jevano kontan saja memandang Harsa dengan tajam, karena menyebut Nadisa Tirta Sanjaya sebagai sumber masalah.

"Lo nggak ngerti apa-apa, Harsa," ketus Jevano.

"Ya makanya lo harus buat gue ngerti!" Harsa langsung membalas ucapan Jevano. Ia sudah lelah dengan Jevano yang bertingkah seenaknya.

"J-jadi ... Nadisa yang tadi ada di televisi itu teh ... beneran Lisa? Lisa yang lagi sama kita?" tanya Feri dengan tidak percaya.

Jevano mengacak rambutnya ke belakang. "Iya," jawabnya singkat.

Feri terlihat kaget, sementara Yara hanya terdiam di tempatnya. Ia sudah menduga sejak beberapa hari sebelumnya. Saat Jevano memaki dirinya. Nama Disa itu ... sudah pernah Jevano sebut di hadapannya.

Itulah sebabnya tadi Yara berusaha membantu Nadisa menyembunyikan identitasnya di depan anak panti lainnya.

"K-kenapa dia dicari di televisi? Apa jangan-jangan berita tadi bener? Dia teh beneran pembun--"

"Nona Disa nggak bersalah. Dia justru adalah korban." Jevano memotong ucapan sobatnya. Jelas tidak terima jika nona mudanya disalahkan oleh teman-temannya.

"Boss besar gue dibunuh sama sepupunya Nona Disa, keponakannya sendiri. Si keparat itu ... yang membuat gue harus bawa Nona Disa ke sini. Dia nggak punya tempat untuk kembali, karena semuanya direbut oleh si bangsat itu. Hari di mana gue bawa dia ke sini, dia bahkan nyaris mati. Gue ... gue pasti bakal menuntut mereka atas semua yang sudah terjadi. Gue pastiin Nona Disa akan mendapat keadilan atas semua ini."

Yara dan Feri terdiam mendengar penuturan Jevano.

"Sekali pun yang lo bilang itu benar, semuanya akan percuma, Jevan," sahut Harsa. Mengundang tatapan tajam dari lelaki keturunan Korea di depannya. Membuat Harsa Pratama menghela napasnya.

"Apa maksud lo?" tanya Jevano.

"Dengan munculnya berita tadi di televisi, menunjukkan kalau lawan lo itu punya power yang luar biasa. Dia bukan cuma kaya raya, tapi koneksinya juga nggak main-main, Jevan. Dan gue yakin, sekadar memutarbalikkan fakta pasti mudah bagi mereka nantinya. Lo sama Nadisa ... ada di posisi yang jelas-jelas akan kalah dari mereka."

In Another Life || Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang